Merindu Suamimu

Merindu Suamimu

Oleh:  Rinai Hening  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 Peringkat
39Bab
593Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Sepasang manusia yang pernah saling mencinta di masa lalu kembali bertemu. Kali ini semesta tak kunjung reda menyiksa hati keduanya. Pertemuan Fino dan Melisa menjadi awal mula percikan itu kembali menyala. Namun tak bisa berkobar lama karena adanya Nadia, perempuan cantik yang masih berstatus istri Fino di antara mereka. Akankah Melisa kembali mengulang pedihnya dilukai? atau Fino yang kini berani ambil resiko untuk mempertahankan apa yang pernah ia lepaskan di masa lampau?

Lihat lebih banyak
Merindu Suamimu Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Rumalia lia
lanjuttt, ditunggu updatenya
2023-07-25 14:22:41
1
39 Bab
1. Bukan Jodoh
Arfino Hesta namanya, aku biasa memanggilnya Bang Pino, alih-alih Fino seperti yang lain memanggilnya. Iya sih aku baru mengenalnya hampir satu tahun belakangan. Belum terbilang lama. Entah kenapa, aku nyaman ketika berdekatan dengan pria jangkung ini. Senyumnya, tatapan hangatnya, suara ramahnya, tutur katanya, sopan santunnya. Semuanya.Kalau kata Kak Rika aku sedang terserang sindrom cinta pertama. Maka dari itu semua hal yang ada pada Bang Pino selalu aku puja tanpa secuil cela. Entahlah, aku memang masih awam soal cinta, jadi aku iyakan saja pendapat dari Kak Rika.Aku dan Bang Pino memang berjanji akan bertemu malam ini. Malam terakhir dimana aku bisa menemui pria itu sebelum esok siang aku harus terbang puluhan kilometer untuk kembali ke kota kelahiranku di Jawa Timur. Malam ini malam terakhir, di mana aku bisa menyimpan semua moment kebersamaan kami selama hampir satu tahun saling mengenal, merasa nyaman dan hampir terlena dengan sejuta angan akan masa depan."Hai, Lisa," sapa
Baca selengkapnya
2. Belum Move On
7 tahun berselang,"Serius lo mau pindah ke Jakarta, Mel?" itu respon dari Kak Elvin saat pertama kali mendengar kabar tentang kepindahanku ke ibu kota.Aku sih hanya mengangguk sekilas tanpa menatap sepasang manik matanya yang mengerjap penasaran."Woo … ya jelas dong," jawabku sambil mengerling pada akhirnya."Alasannya?"Ternyata perempuan cantik yang baru tiga minggu melahirkan ini tetap saja mengejarku dengan pertanyaan senada. Elvin Eleanor, atau yang biasa aku panggil Kak Vin, adalah salah satu penulis novel ternama yang beberapa bukunya meledak di pasaran. Enam dari delapan novel cetak karyanya aku yang menjadi editornya saat itu. Lambat laun kami jadi sangat dekat, apalagi setelah tahu kalau Kak Vin ini seniorku di kampus yang sama."Nggak usah pura-pura nggak tau alasannya deh, Kak," gurauku meninju pelan lengan atasnya."Bayu?"Aku menaikkan kedua alisku bersamaan. Nama itu memang menjadi salah satu alasan kepindahanku ke Jakarta. Pria yang sempat aku sayangi sepenuh hati n
Baca selengkapnya
3. Suara Tak Asing
Sial, sial, sial..!!Bukan aku mendadak terngiang-ngiang lagu populer yang dibawakan penyanyi cantik Mahalini. Bukan. Namun, ini karena aku baru menyadari perasaanku pada Bang Fino tak pernah usai bahkan hingga bertahun lamanya kami terpisah.Terbelenggu pada perasaan yang sama selama bertahun-tahun ternyata sangat menyiksa dan semenyesakkan ini ya? Sekuat apapun aku mencoba menyangkal, kenapa semua rasa tetap tertuju pada satu nama itu. Ckk, lagi-lagi sial kan?! Padahal beberapa kali aku pernah menjalin kedekatan dengan pria berbeda sejak kenyataan pahit yang aku dapatkan dari kisah kami berdua. Aku dan Bang Pino maksudnya. Kalau dia, entah bagaimana kelanjutan hidupnya, yang aku tahu hanya ... Bang Pino mengingkari janjinya padaku sejak ia menikahi perempuan lain. Selebihnya, aku memilih tak tahu dari pada harus mengulang perihnya luka karena terbakar cemburu.Dan ini semua karena obrolan dengan Kak Vin dan Mas Rega beberapa hari lalu. Pasangan itu sengaja menyebut nama Bang Fino di
Baca selengkapnya
4. Bukan Mama Biasa
Badanku rasanya mau remuk, pun demikian dengan tulang-tulangku yang terasa lunglai. Aku baru selesai merapikan apartment sekitar pukul tujuh malam, yang artinya aku berjibaku dengan barang-barang dan kamar baruku sekitar empat jam lamanya. Mulai dari menata buku-buku di rak yang ada di dalam kamar, menyusun baju-baju ke dalam lemari, merapikan koper kosong, memasang sprei, memasang humidifier dengan aroma favoritku, aah … pokoknya banyak yang aku kerjakan. Jadi pantas saja kalau sekarang perutku meronta karena lapar, tampang kumal, satu-satunya yang kupikirkan saat ini hanya tempat tidur dan bantal-bantal empuk yang melambai-lambai. Mama sengaja tak kuijinkan ikut serta dalam kegiatan menata ulang tempat tinggal baruku ini. Beliau sudah pasti kelelahan selama perjalanan Surabaya Jakarta, jadi biarlah tugas ini itu aku saja yang melakukannya. Karena bosan hanya duduk diam, mama akhirnya memutuskan untuk belanja persediaan bahan makanan di supermarket yang ada di sebelah apartment. Mama
Baca selengkapnya
5. Surprise
"Mel, kita-kita udah tahu kali kalau lo dapet promosi, gantiin Mbak Yuni, kan?" sambut Anin ketika aku berangkat kerja hari ini. "Hmm," aku menggaruk-garuk kepala yang sebenarnya tidak gatal. "Kata Mbak Ajeng?" Aku balik bertanya. "Iyalah, Mbak Ajeng koar-koar kalau lo bakalan dipindah ke pusat. Gue sih udah curiga aja kalau elo bakalan gantiin posisi Mbak Yuni." Nathan ikut berkomentar. "Rumor says it, bener tebakan gue?" Anin kembali memicingkan mata menatapku. "Ya ... kan, rejeki nggak boleh ditolak bestie, pamali," akuku sembari mengulum senyum. "Tuuh kan bener," ujar Nathan spontan menepuk lengan Anin hingga gadis itu mendelik. "Berengsek! sakit Nath!" "Ehh, sorry, sorry kelepasan. Saking happy-nya ini gue, karena Mbak Yuni digantiin sama Meli," kelakar Nathan bertepuk tangan. "Setidaknya gue bisa bernapas lega karena bisa lepas dari keruwetan ibu yang satu itu." "Ya, kalau Mbak Yuni resign karena ikut suaminya, kan emang harus ada yang gantiin posisinya, Nath, Nin." Aku t
Baca selengkapnya
6. Pengacau Hati
Aku berharap ini hanya mimpi. Mimpi buruk yang begitu ingin aku hindari selama lebih dari tujuh tahun ke belakang. Tapi … kenapa semesta seolah mengejek usahaku selama ini dengan mempertemukan kami berdua dalam suasana membingungkan seperti tadi siang. Sial kuadrat!! Sial yang pertama, tentu saja karena pertemuan dengan Bang Pino di saat hatiku belum siap. Lalu yang kedua, hatiku kembali remuk dihantam kenyataan karena faktanya Bang Pino adalah suami dari Bu Nadia, atasanku sendiri. Double kill banget kan rasanya menjadi seorang Meli di hari pertama dengan jabatan baru ini. “Mel, makan siang yuk,” seru Anin sudah membuka pintu ruanganku. “Duluan deh, gue kurang dikit banget kok ini,” balasku memaksakan senyum. Demi menutupi riuhnya debaran jantungku setelah bersitatap dengan pemilik tatapan tajam namun menenangkan seperti Bang Pino. Sadar Meli sadar!!! Dia udah jadi suami orang, yang tak lain adalah atasan lo sendiri. Makiku pada diri sendiri. “Gue tungguin di meja gue deh, ya? ma
Baca selengkapnya
7. Jangan Dipertanyakan
Ini benar-benar mau gila. Padahal tadi siang hanya hitungan menit saja aku bertatap muka dengan pria itu. Tapi kenapa efeknya sampai segitunya sih? Sekarang sudah hampir tengah malam, dan mataku masih terbuka lebar, padahal hampir seluruh dunia tahu kalau aku paling anti begadang. Bahkan biasanya jam sembilan atau sepuluh malam aku sudah berkelana di alam mimpi.Namun nyatanya? malam ini rasa kantuk tak juga berhasil membawa anganku pergi. Kilasan demi kilasan ingatan pada kejadian tujuh tahun lalu kembali menghampiri. Bagaimana bisa aku tak mengenali Bu Nadia sebagai istri seorang Arfino Hesta, pria menawan yang membuat duniaku jungkir balik karena terlalu memujanya. Aah ... tapi bisa saja, karena memang waktu itu aku tak fokus pada wajah si mempelai wanita. Saat itu, tatapan sedihku hanya terpaku pada sosok si pria yang nampak terkejut dengan kehadiranku yang mendatangi pestanya. Apalagi hal tersebut hanya berlangsung beberapa saat, karena tak sampai tiga puluh menit mendadak saja
Baca selengkapnya
8. Gagal Paham
"Kok Bu Nad, nyetir sendiri ya?" tanyaku begitu selesai memasang sabuk pengaman di depan tubuh.Aku bertanya hal demikian karena tak jauh dari mobil Anin aku melihat Bu Nadia masuk ke mobilnya dan langsung melaju begitu saja. Sore ini aku memang sengaja pulang menumpang mobil Anin karena katanya, gadis ini sedang butuh teman bicara melepas penat akibat pertengkarannya dengan sang kekasih. Ia tak bisa mencurahkan keluh kesahnya dengan leluasa jika bersama Nathan, karena itu Anin sedikit memaksaku untuk menjadi pendengarnya. Diih, korban bucin ternyata bisa berantem juga."Laah, emang biasanya gitu," jawab Anin santai. Gadis berambut cokelat terang itu mulai mengarahkan mobilnya mengantre untuk keluar area parkir.“Bukannya diantar jemput sama suaminya ya?"Sejak obrolan di acara makan siang tadi, aku jadi sedikit penasaran dengan kehidupan rumah tangga antara Bang Fino dan Bu Nadia. Memang dasar akunya yang bodoh luar dalam kan? menanyakan hal seperti ini memang berpotensi mengoyak hat
Baca selengkapnya
9. Terkuak
"Selalu ada rasa yang tak tuntas jika itu tentang dia," gumamku lirih saat membaca sepenggal kalimat dalam naskah terjemahan yang pagi ini masuk ke emailku untuk final check. Kenapa kalimat itu seolah menyindirku ya, atau aku saja yang terlalu sensitif belakangan ini. Jujur saja, satu minggu pertama bekerja di kantor pusat membuat jantungku sedikit tak sehat. Bagaimna tidak, aku dan Bang Fino seolah berbagi peran menjadi Tom and Jerry yang hobby main petak umpet. Pokoknya apapun akan kulakukan demi tak bertemu dengan lelaki yang sampai detik ini masih membuat hatiku berdebar menyedihkan. Sepertinya pernyataan Anin yang menyebutkan bahwa suami boss kami itu jarang muncul di kantor tak berlaku lagi. Karena belum ada setengah jam yang lalu pria jangkung itu mondar mandir di depan ruang kerjaku. "Mel, makan!" pekik suara Nathan jelas terdengar saat ia membuka pintu kaca di ruang makan kerjaku. "Gue lagi ngejar deadline, Nath. Satu jam lagi gue kirim ke bagian printing," dustaku sambil
Baca selengkapnya
10. Dia Lagi Dia Lagi
"Elo kok jadi diem mulu dari tadi, Mel?" Nathan menoleh sesekali ke arahku ketika kami sedang dalam perjalanan pulang. Nathan yang menawarkan tumpangan karena Anin hari ini dijemput sang kekasih tercinta. Aku hanya berdeham singkat merespon pertanyaannya. "Gue ada salah ngomong ya?" "Pikir aja sendiri!" semburku menahan kesal. Jalanan di depan kami masih sangat padat merayap. Padahal aku sengaja mengambil lembur beberapa jam, dengan harapan jalanan bisa sedikit lengang. Namun ternyata prediksiku salah besar, ibu kota dan jalanan macetnya tak pernah lekang dimakan waktu. "Hah?" Nathan menautkan alisnya saat kembali menoleh ke arahku. "Makan malam dulu deh, sumpek gue liat macet. Tapi lebih sumpek lagi kalau ada temen gue ngambek!" Nathan dan kepekaannya memang juara. Apalagi dia masih mengingat kebiasaan ngambekku yang selalu bisa diredakan dengan makanan lezat. Buktinya sekarang, pria itu malah membelokkan arah mobilnya ke salah satu mall dan menarik lenganku menuju restoran Jepang
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status