Vanya datang bersama dengan Irda. Wajah gadis itu terlihat pucat. Tubuhnya terlihat lebih kurus dari sebelumnya. Sepertinya dia sakit. "Mas Ikhsan, tolong anterin aku ke dokter," ucap Vanya dengan wajah pucat. "Iya, Mas. Kasihan Vanya kesakitan," jelas Irda khawatir. Saat Irda melihatku, dia melengos tak menyapaku sama sekali. Bahkan dia hanya menyindirku dengan mulut pedasnya. "Udah dibuang masih aja datang," sindirnya. Aku memilih tak menanggapi ucapannya itu. "Ada yang kurang kerjaan nih, hobinya ngurusin hidup orang," sindirku balik "Ayo, Mas. Aku udah gak tahan," ucap Vanya meringis kesakitan. "Aku sedang bicara sama istriku, Van. Pergilah!" ucap Mas Ikhsan geram. AARGH!! Vanya berteriak kesakitan, keluar banyak darah dari bawah roknya. Apakah Vanya pendarahan, apa dia hamil ataukah dia keguguran. Begitu banyak pertanyaan yang melintas di dalam pikiran. Namun aku mencoba menutupi rasa penasaranku dengan bersik
Masih teringat di benakku bagaimana Mas Ikhsan begitu peduli pada Vanya. Ia tak dapat menyembunyikan wajah paniknya saat menggendong perempuan itu ke rumah sakit. Hingga tak sadar bahwa sikapnya itu kembali melukai hatiku. Kuambil ponselku dari dalam tas barangkali ada pesan penting yang masuk. Kuperiksa satu persatu dan memang ada banyak pesan dari para customerku. [Mbak, kapan orderanku bisa dikirim?] [Sis, mau pesan headpiece buat acara nikahan, minta yang cantik dan terlihat mewah] [ Mbak, kiriman bunga stoking yang kemarin sudah ludes terjual. Bisakah aku pesan 1000 pieces lagi untuk pameran bulan depan] Dan masih banyak lagi pesan-pesan lainnya yang masuk. Kubalas pesan itu satu persatu. Aku harus profesional agar tidak mengecewakan pelangganku. Bagiku kepuasan pelanggan adalah yang utama. Setelah merasa lelah dan kantuk menyerang aku pun tertidur di samping putraku.**** "Ran, pastikan orderan yang telah selesai dicek lagi lalu dikirim. Jangan biarkan mereka menunggu terl
Pagi menjelang siang, bak mimpi di siang bolong. Ibu mertua datang dengan naik ojek. Bukan mertuaku namanya kalau tidak memasang tampang judes setiap ketemu. "Eh Naila ... Dasar mantu licik. Diam-diam kau peras anakku," geramnya Aku yang saat itu memang sedang bersantai menggendong Raka di teras rumah masih kaget dengan kehadirannya yang tiba-tiba. "Ibu bisa bicara baik-baik,'kan? Malu didengar tetangga, Bu," kataku. " Gak peduli! Gara-gara kamu uang bulananku berkurang. Aku gak mau tahu, kembalikan uang Ikhsan sekarang," teriaknya. Aku baru paham maksudnya, ternyata dia mempersalahkan uang yang Mas Ikhsan beri kemarin. "Mas Ikhsan memberikan uang itu tanpa aku minta, Bu. Dan aku masih berhak karena aku masih istri sahnya," balasku. "Kamu sudah keluar dari rumah, jadi kau sudah tak punya hak apapun lagi atas Ikhsan," teriaknya hingga menimbulkan kegaduhan. Beberapa tetangga mulai keluar melihat kami. "Ibu Sukma, ngapain ke
Seperti hari-hari biasanya, Naila selalu disibukkan dengan pekerjaan crafternya. Semakin banyak variasi produk yang ia hasilkan bersama teamnya. Raka tumbuh menjadi bayi yang sehat dan aktif. Tak mau terlalu merepotkan orangtuanya, Naila membayar seseorang untuk menjaga putranya itu, Mbak Lika tetangganya. Tentu dengan pengawasan Ibu dan dirinya. "Assalammualaikum ...," "Wa'alaikumussalam. Cari siapa ya?" tanya Bu Rima, Ibu dari Naila "Apa benar ini rumahnya Naila?" tanya seseorang itu. Naila yang mendengar namanya disebut bergegas keluar menemui orang itu."Saya Naila, ada apa ya, Mas? tanyanya pada pria yang kini berdiri di depannya. "Perkenalkan saya Arya, kakak dari Vanya," ucap Arya. Merasa seperti ada hal penting yang mau pria itu sampaikan, Naila mempersilakannya masuk ke dalam rumah. "Sebelumnya saya meminta maaf kepada Mbak Naila atas sikap adik saya," ucap Arya. "Saat ini Vanya sedang sakit. Dari hari ke h
Pulang dari acara pemakaman Vanya, Ikhsan mampir ke rumah Naila bersama Ayah dan Ibunya. Tentu saja hal ini membuat orangtua Naila bertanya-tanya apa maksud kedatangan mereka. "Bu Rima, saya datang mau menengok cucu saya, kangen sekali udah lama gak ketemu," ucap Bu Sukma. Raka yang baru dimandikan oleh Bu Rima masih terbalut handuk, digendong begitu saja oleh Bu Sukma. Dipangkunya bayi gembul itu. Sesaat kemudian dia merasakan ada yang basah pada roknya, Raka mengompol dan spontan Bu Sukma berteriak,"Dasar bayi gembul, baru digendong udah ngompol," teriak Bu Sukma dengan wajah ketus. Semua yang ada di sana melongo melihat sikap Bu Sukma. Tapi sesaat kemudian Naila bisa menguasai diri, diambilnya Raka dari Mertuanya itu. "Raka ikut Mama dulu ya, sayang," Naila membawa anaknya masuk ke dalam untuk dibersihkan dan dipakaikan baju. Sementara Bu Rima membuatkan minum untuk tamunya, Bu Sukma mengamati beberapa karyawan Naila yang masih belum p
Bu Sukma senang akhirnya Ikhsan dan Naila bisa bersama lagi. Dia menceritakan kepada semua orang yang ditemuinya bahwa menantunya kini telah sukses. Bahkan dia bilang ke semua orang jika kesuksesan Naila juga berkat campur tangan Ikhsan anaknya. Rendi dan Ibunya juga telah mengetahui tentang itu. Bahkan Rendi terlihat murung, Ibunya senantiasa memberikan semangat agar bisa move on dari Naila. "Ren, sampai kapan kamu gak bisa melupakan Naila," ucap Bu Ida. "Sampai kapan pun, aku gak bakal bisa lupain Naila, Bu." Rendi menjawab ucapan Ibunya. "Di luar sana masih banyak gadis baik seperti Naila, Nak," jelas Bu Ida. " Jika aku mau, dari dulu sudah menikah, Bu. Aku cuma mau Naila," lirih Rendi. "Naila istri orang, Nak. Kamu harus mendoakan yang terbaik untuk rumah tangganya," Bu Ida menasehati putranya. "Aku pasti bakal bisa dapetin dia," gumam Rendi dan Ibunya hanya bisa geleng-geleng melihatnya. Rendi seringkali beru
ANAKKU JUGA CUCUMU, BU# PART 17(20) Naila melihat kondisi rumah barunya bersama Sang Suami. Proses pembangunan sudah selesai, tinggal dibersihkan saja. "Nai, mumpung aku libur. Ayo kita bersihkan rumah ini. Besok barang-barang sudah bisa dimasukkan," usul Ikhsan. "Oke siap, Bos," jawab Naila. "Di sini kamu bosnya bukan aku, malahan aku sekarang minder," ucap Ikhsan. "Jangan ngomong gitu, Mas. Aku menerima kamu apa adanya. Dan kamu juga menerimaku sebelum aku jadi seperti sekarang ini. Dalam rumah tangga, kamu tetap jadi imamnya," hibur Naila pada Sang suami. "Tapi-"Ikhsan tak sempat melanjutkan ucapannya. Sang istri malahan menggelitik pinggangnya hingga dia tertawa kegelian. "Cukup ... cukup, Nai," ucap Ikhsan menyerah. "Makanya gak usah ngomong aneh-aneh. Ayo langsung dibersihkan aja biar cepat kelar," sambung Naila. Mereka berdua kompak membersihkan setiap bagian rumah. Bahkan kaca jendela pun tak luput dari sentuhan t
Ibu dan Bapak mertua Naila datang. Irda dan Ima ikut serta bersama mereka. Ikhsan mengajak bapaknya untuk bergabung bersama laki-laki yang lain. Sementara Ibu dan saudarinya langsung masuk ke dalam. Bu Sukma tidak ada keinginan membantu Naila yang repot. Alih-alih membantu justru kedatangan mereka malah merepotkan. "Nai, sini bentar. Tolong ambilin kami makan soalnya tadi di rumah gak sempet." Perintah Bu Sukma kepada menantunya. Naila lalu meminta orang dapur untuk menyiapkan makan buat mertua dan iparnya. "Ini, Bu, Mbak Ima, Silakan dimakan," Naila mempersilakan. "Eh Naila, gak ada teh manis atau apa gitu ya? Masak dikasih air putih doang," cibir Mbak Ima. "Ada, Mbak. Emang belum sempat dibawa ke sini. Kalau mau ambil di dapur aja soalnya aku mau siap-siap ganti baju." jawab Naila. "Eh kami ini tamu harus dilayani, malah disuruh ambil sendiri di dapur!" cibir Ima. Belum sempat Naila menjawab, Irda ikut mengomel."Mbak, to