Share

Bab 10

Nada bicara Yohan agak malas, itu mungkin karena dia baru saja bangun. Tetapi, nada suara saat memanggil nama Liana agak meninggi dan ada sedikit kasih sayang yang tidak bisa dijelaskan.

Mendengar itu, Liana tersipu dan menjelaskan, "Saya cuma mau mengembalikan apa yang Anda berikan padaku."

Yohan melirik tas di atas meja, "Kamu nggak suka?"

"Bukan." Liana menggelengkan kepalanya, "Saya tidak bisa menerima barang yang sangat berharga itu dan saya tidak punya alasan untuk menerimanya."

"Itu bukan barang yang berharga, itu cuma sedikit niat baikku." Yohan berkata, "Atau katakan saja apa yang kamu suka? Aku akan menyuruh Hasan membelinya, atau kamu bisa memilihnya sendiri."

Dia ingin menebus kesalahannya dan dia sangat tulus.

"Pak Yohan, sebenarnya saya tidak menganggap serius kejadian malam itu dan saya tidak akan mengingatnya setelah itu berlalu. Kalau Anda memberi saya sesuatu, Anda akan mengingatkan saya pada hal itu sepanjang waktu." Yang dikatakan Liana adalah jujur. Yang lalu biarlah berlalu. Dia tidak akan mengungkitnya lagi. Kalau dia tidak mengatakannya tidak akan ada masalah yang muncul. Tetapi, sepertinya dia tidak bisa menerima hadiah yang diberikan Yohan.

Perkataannya cukup masuk akal, Yohan akhirnya mengangguk, "Oke. Aku nggak akan memaksamu."

"Terima kasih Pak Yohan."

Liana berbalik dan ingin pergi, tetapi Yohan menghentikannya lagi, "Bisakah kamu membuatkanku secangkir kopi?"

Sebagai anggota asisten departemennya, Liana secara alami bisa menangani masalah kecil ini, "Baik. Mohon tunggu sebentar."

Saat dia menunggu kopi dibuat, Yohan memejamkan mata dan sepertinya dia tertidur di atas sofa.

"Pak Yohan?" Liana memanggil dengan lembut, tetapi dia tidak menjawab.

Liana membungkuk dan meletakkan cangkir di atas meja karena tidak ingin mengganggunya, tetapi saat dia mau meletakkannya Yohan tiba-tiba meraih pergelangan tangannya.

"Ah!" seru Liana, cangkir di tangannya tidak stabil dan kopinya tumpah.

Yohan refleks dan melepaskannya sambil mengusap alisnya, "Maafkan aku ...."

Dia hanya bermimpi tentang malam itu, kebetulan Liana datang. Aroma samar di tubuhnya membuatnya kesal, jadi dia tanpa sadar mengulurkan tangan dan menggenggamnya.

"Apa kamu baik-baik saja?" Yohan merasa lebih bersalah karena melihat tangan Liana yang memerah.

Dia tahu itu gadis yang pemalu tapi sepertinya dia selalu membuatnya takut tanpa sengaja.

Karena melihat kalau dia tidak sengaja melakukannya, Liana menyembunyikan tangannya di belakang punggungnya dan berkata, "Tidak apa-apa. Kalau tidak ada pekerjaan lain, saya akan keluar dulu."

"Ya."

Yohan akhirnya melepaskannya.

Liana bergegas keluar dan kebetulan bertemu dua orang pegawai lain.

"Liana?" Mata Widia membelalak karena terkejut, "Kenapa kamu keluar dari kantor Pak Yohan?"

Helena menatapnya dengan kebingungan di wajahnya.

Liana tidak mau menjelaskan, jadi dia pergi, tapi Widia menangkapnya, "Jangan pergi dulu! Apa kamu tahu kalau perusahaan punya peraturan kalau pegawai magang nggak boleh masuk ke kantor CEO? Terlebih lagi, nggak ada yang datang sepagi ini, kamu keluar dengan panik, apa kamu mencuri sesuatu?"

Saat dia mengatakan itu, Widia memperhatikan tangan kiri Liana tersembunyi di belakang punggungnya dan segera menuduh Liana telah mencuri sesuatu. Dia berkata dengan tegas, "Apa yang ada di tanganmu? Keluarkan!"

Saat ini, Hasan datang dari lift bersama dengan beberapa orang, "Ada apa? Kenapa berisik sekali?"

Widia menunjuk ke arah Liana dan berkata dengan keras, "Asisten Hasan, aku baru saja melihat Liana keluar dari kantor CEO. Sepertinya dia telah mencuri sesuatu!"

Mata semua orang tertuju pada Liana.

"Aku nggak mencuri apa pun!" Liana membela diri.

"Terus kenapa kamu menyembunyikan tangan kirimu di belakang punggung?" Wajah Widia penuh dengan penghinaan. Dia sudah lama tidak menyukai Liana, "Kalau begitu, ulurkan tanganmu dan biarkan semua orang melihatnya, berani nggak?

Melihat situasi ini, Liana tidak punya pilihan selain mengeluarkan tangan kirinya.

Tangannya kosong, dia tidak membawa apa pun, hanya punggung tangannya yang merah karena terbakar.

Widia berkata, "Kamu pasti sudah menyembunyikannya, 'kan? Kalau begitu biarkan kami menggeledahmu."

Wajah Liana memerah karena cemas, "Aku nggak mencuri apa pun, kenapa harus menggeledahku?"

"Karena kamu mencurigakan. Karena kamu nakal dan menyelinap ke kantor CEO! Kalau kamu nggak membiarkan kami menggeledahmu, itu berarti kamu menyembunyikan sesuatu!" Widia begitu sombong hingga dia hampir menunjuk ke hidung Liana dan menyuruhnya keluar.

Helena berdiri di samping dan hanya terdiam.

Orang-orang lain biasanya ikut bermain dengan Widia, tetapi sekarang mereka semua cuma menonton dengan sikap pengamat.

Hasan ragu-ragu dan berkata, "Liana, perusahaan menetapkan kalau pegawai magang nggak boleh masuk ke kantor CEO. Apa kamu tahu itu?"

"Aku tahu." Liana mengangguk.

Dia cuma mau mengembalikan hadiah dari Yohan dan tidak ingin melakukan hal lain. Selain itu, kalau tidak dikembalikan seperti ini, apa dia mau mengembalikan barang tersebut kepada Yohan di depan semua orang?

Lalu, bagaimana pendapat orang lain tentangnya dan mereka bisa saja salah paham dengan Yohan.

Widia menangkap kata-kata itu dan mulai membangun momentum, "Apa semua orang mendengarnya? Dia dengan sengaja melakukan pelanggaran! Menurutku, dia pasti baru saja mencuri sesuatu, mungkin dia adalah mata-mata yang dikirim oleh pesaing. Asisten Hasan, kamu harus menggeledahnya, selidiki baik-baik orang ini!"

Hasan tidak akan memercayai perkataan Widia. Dia mengenal banyak orang dan merasa bahwa Liana tidak terlihat seperti mata-mata. Tetapi, di depan semua orang, dia harus adil, "Liana, apa ada yang perlu kamu jelaskan?"

Liana ragu-ragu sejenak dan menggelengkan kepalanya.

Dia tidak bisa menjelaskan apa-apa.

"Terus, apa yang kamu lakukan di kantor CEO?"

Liana masih menggelengkan kepalanya.

"Kalau begitu, apa ada yang bisa membuktikan kalau kamu nggak mencuri apa pun?" Hasan ingin membantunya. Pelanggarannya terhadap peraturan hanyalah masalah kecil, tetapi dituduh mencuri adalah masalah serius.

Liana tahu betul posisinya di perusahaan. Bahkan karyawan tetap pun bisa melakukan apa pun yang dia minta, apalagi dia hanya karyawan magang. Apa dia masih mengharapkan Yohan untuk membantunya menjelaskan?

Dia menutup matanya, "Tidak ada ...."

Sebelum dia selesai berbicara, pintu kantor terbuka dan suara Yohan terdengar, "Aku akan membantunya membuktikannya, apa itu cukup?"

Semua orang menoleh dan menatap ke arah Yohan.

Liana juga mengangkat kepalanya karena terkejut dan melihat pria yang berjalan ke arahnya. Dia tidak tahu apa yang dia rasakan saat ini, tetapi dia merasa semua kegelisahannya hilang dengan kemunculan Yohan.

"Pak Yohan?" Widia adalah orang yang paling terkejut, "Apakah Anda ada di dalam kantor?"

Yohan meliriknya, "Aku selalu ada di sana. Aku mengizinkan Liana masuk kantor dan aku juga bisa membuktikan kalau dia tidak mencuri apa pun dari perusahaan. Apa itu cukup?"

Tak ada suara apa pun.

Semua menjadi hening.

Sangat jarang Yohan melindungi orang seperti ini.

Widia tidak puas, "Pak Yohan, saya tidak ingin Anda terlalu berat sebelah! Liana adalah seorang pegawai magang. Peraturan dan regulasi perusahaan tertulis dengan jelas kalau pegawai magang tidak diperbolehkan memasuki kantor CEO. Dia melanggar peraturan ...."

Helena memandang Yohan, bertanya-tanya bagaimana dia akan menanganinya. Lagi pula, peraturan dan ketentuan perusahaan bukanlah hiasan. Kalau tidak bisa menangani masalah ini dengan baik, dia tidak akan bisa meyakinkan karyawan lain.

Secara logika, Liana tidak akan bisa lepas dari hukuman ini.

"Siapa bilang dia pegawai magang?" Dalam keheningan, Yohan berkata dengan lembut, "Hasan, tolong umumkan, mulai hari ini dan seterusnya, Liana telah resmi menjadi karyawan tetap."

Semua orang terdiam.

Widia bertanya-tanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status