"Oke." Liana tersenyum ringan, "Kalau begitu aku mau kamu putus dengan Hamdan.""Liana, meski aku putus dengan Hamdan sekarang, kalian juga nggak akan bisa bersama lagi ....""Kenapa? Kamu nggak bisa melakukannya?" Liana tidak memberinya kesempatan untuk berbicara omong kosong, "Kalau kamu nggak bisa melakukannya, jangan bertingkah sok di depanku. Aktingmu jelek, aku nggak suka melihatnya."Liana berganti pakaian, mengambil tasnya, membuka pintu dan pergi. Dia tidak peduli dengan raut wajah Winda saat itu.Winda mengentakkan kakinya dan membuang sarapannya ke tempat sampah. "Liana, apa yang kamu banggakan? Saat aku memasuki kantor CEO Perusahaan Lewis nanti, kamu bukanlah apa-apa."....Di kereta bawah tanah, Liana mengumpulkan saldo beberapa kartu, yang jumlahnya hanya beberapa puluh ribu. Dia ragu apa dia meminjam 1 juta dari kakaknya. Bagaimanapun, dia nggak mau berhutang pada Yohan, jadi dia tidak akan merasa terbebani kalau dia membayarnya kembali lebih awal.Liana melakukan banya
Ketika tiba waktunya makan siang, Liana mengambil roti dan air, lalu pergi ke tangga. Dia takut Yohan akan memergokinya lagi dan membawanya ke kantin untuk makan seperti kemarin lagi.Hanya sedikit orang yang datang ke tangga, jadi sangat sepi. Sambil mengunyah roti, Liana membuka-buka kontak di ponselnya. Setelah membaliknya dua kali, dia menemukan kalau tidak ada satupun yang dekat dengannya untuk meminta pinjaman.Sudah ada 99 lebih pesan grup di grup teman sekelas yang diblokir. Liana biasanya tidak dikenal dan selalu mengintai di grup. Winda yang pertama-tama menyeretnya ke grup ini. Dia tidak tertarik dan langsung memblokir pesan grup tersebut. Saat ini, dia secara tidak sengaja mengklik dan masuk ke dalam grup.Ada terlalu banyak berita, Liana melihat perlahan-lahan, lalu dia tiba-tiba berhenti. Ada yang menarik perhatiannya. Itu adalah penghasilan yang diberikan oleh seorang teman sekelas perempuannya. Dia berkata kalau dia bisa mendapatkan 2 juta dari pekerjaan paruh waktu dal
"Menurutku aku nggak istimewa." Liana membela dengan suara rendah, "Aku benar-benar punya sesuatu yang sangat penting malam ini. Kalau nggak, taruh saja semua informasinya di sini, aku bisa mengerjakannya besok pagi?"Widia mengangkat alisnya, "Oke! aku nggak peduli kapan kamu mau mengerjakannya, aku cuma memberi tahu kalau aku butuh tabel ini untuk rapat pagi jam 8:30. Kalau kamu nggak mengerjakannya dengan baik, jangan membuat alasan."Liana mengangguk, "Terima kasih.""Cih." Widia memutar matanya, berbalik dan pergi.Liana tidak membuang waktu dan segera pergi mencari Sinta.Melihat klub hiburan kelas atas yang ramai di depannya, ambisi Liana, yang baru saja tersulut, langsung menciut pada saat ini."Kenapa? Kamu takut?" Sinta berdiri di sampingnya dan berkata sambil tersenyum, "Uang orang kaya adalah penghasilan terbaik. Kalau kamu nggak bisa melakukannya, pergi saja."Setelah mengatakan itu, Sinta tidak membuang waktu, dia langsung berbalik dan berjalan masuk.Liana menatap punggu
Setelah mengganti pakaiannya, Sinta membawanya keluar. Berbeda dengan lorong pegawai yang remang-remang dan polos, saat pintu dibuka kali ini, terdapat koridor mewah di luar, bahkan wangi di udara pun penuh kemewahan.Liana sangat gugup saat pertama kali datang ke tempat seperti ini, seperti kegembiraan seorang anak yang menyelinap ke warnet untuk bermain game di belakang orang tuanya.Saat dia sampai di depan pintu, Sinta mengulurkan tangan dan mengetuk pintu. Pada saat yang sama, dia memiringkan kepalanya dan mengatakan kepadanya, "Katakan hal-hal yang manis nanti. Kalau kamu di beri tip, ambil saja dan jangan malu."Liana mendengarkan dengan cermat dan mengangguk untuk menuliskan semuanya. Meskipun dia telah melakukan banyak perbaikan mental, Liana menjadi gugup saat pintu terbuka. Dia menundukkan kepalanya dan tidak berani melihat siapa pun. Dia hanya mengikuti jejak Sinta karena takut dia akan tertinggal."Putri Malu?" Sebuah suara terdengar di atas kepalanya, dengan sedikit kerag
Saat makan malam, Sinta terus menemani Reno. Keduanya minum anggur seperti minum air dan bersenang-senang.Pada awalnya, Liana mengkhawatirkan Sinta, berpikir kalau sebagai seorang gadis, dia pasti akan jatuh setelah minum terlalu banyak. Ternyata dia meremehkan kemampuan Sinta yang bahkan wajahnya tidak memerah setelah minum sangat banyak.Liana berangsur-angsur merasa lega dan matanya beralih ke Yohan. Dia terus duduk di sana, sepertinya tidak terpengaruh oleh kegembiraan di ruang pribadi. Meski orang-orang duduk di sana, dia sepertinya tak mampu menyatu dengan hiruk pikuk di depannya. Saat seseorang berbicara dengannya, dia akan mengucapkan beberapa patah kata dengan sopan dan tidak akan berinisiatif untuk berbicara dengan orang lain, tetapi akan minum sendiri dengan tenang.Liana melihat ke belakang dan merasa kesepian karena suatu alasan.Pada saat ini, sosok mempesona muncul di sampingnya. Gadis dengan gaun merah muda mendekatinya dengan wajah memerah, memegang gelas anggur dan i
"Em ...."Ciuman pria itu bertubi tubi menghujani tubuh Liana, dia seperti perahu yang terombang ambing di lautan, mengambang dan akhirnya tenggelam mengikuti irama ombak.Entah sudah berapa lama, angin dan hujan akhirnya telah berhenti. Liana meringkuk dalam pelukan hangat pria itu dan tertidur lelap ....Keesokan paginya, saat Liana membalikkan badan, jari-jarinya merasakan sentuhan asing, tangannya menyentuh sesuatu yang hangat dan sentuhan asing itu mengejutkannya. Dia perlahan membuka matanya dan wajah tampan terpantul di pupil matanya."Hah? Bos?" Liana tertegun sejenak, kemudian teringat rentetan kilas balik kejadian gila tadi malam. Matanya langsung membelalak dan dia langsung terduduk tegak. Tetapi, karena gerakannya yang terlalu keras, suatu bagian ditubuhnya terasa sangat sakit dan rasa sakit itu langsung membuatnya berkeringat dingin.Dia seperti boneka bongkar pasang, yang di bongkar dan dipasang kembali. Setiap dia bergerak, sekujur tubuhnya terasa sakit.Namun, pada saat
Setelah tidur beberapa saat, Liana merasa tenggorokannya sangat kering. Dia merangkak keluar tenda dengan grogi dan tiba-tiba sepasang sepatu kets pria muncul di depannya. Dia mendongak ke atas dan dia bisa melihat sepasang kaki yang ramping dan lurus.Matahari menembus awan dan bersinar terang. Liana melihat wajah Yohan dengan jelas dan dia sangat terkejut."Pak ... Pak Yohan?"Bukannya dia pergi naik gunung?Yohan berjongkok di depannya, memandangi pipinya yang memerah karena demam dan berkata dengan sangat serius, "Ada yang ingin aku tanyakan padamu."Jantung Liana berdetak kencang dan dia menjilat bibirnya yang kering. Jantungnya berdebar seperti drum. "Ka ... katakan saja Pak.""Apa kamu melihat seseorang memasuki tendaku tadi malam?" Saat Yohan menanyakan itu, dia menatap langsung ke arah mata Liana. Tekanan Yohan begitu kuat hingga tidak bisa dihindari, seperti ada tangan tak kasat mata yang menggapai jantung dan menghancurkannya.Mata Liana mengelak dan bulu matanya bergetar. "
Demam Liana berkurang setelah menghabiskan empat botol infus. Tetapi, dokter mengatakan kalau dia mengalami infeksi bakteri dan masih terdapat peradangan di sekujur tubuhnya. Meski demamnya sudah sembuh, untuk sementara dia tetap perlu dirawat di rumah sakit selama dua hari lagi dan minum obat anti inflamasi selama dua hari.Sore harinya, Linda buru-buru membuka pintu dan masuk, "Liana, kamu nggak apa-apa, 'kan?"Melihat kakaknya yang datang, matanya terasa perih, "Aku nggak apa-apa kok kak.""Syukurlah. Kenapa bisa separah ini?" Linda sangat sedih melihat adiknya yang sakit.Keduanya kehilangan orang tua mereka saat mereka masih kecil. Linda berusia tujuh tahun lebih tua dari Liana. Dia telah merawat adiknya selama bertahun-tahun baik sebagai saudara maupun ibu.Liana tidak mau kakaknya khawatir, jadi dia menahan air matanya dan berkata, "Mungkin karena terkena angin malam jadi aku demam. Nggak apa-apa, sekarang aku sudah membaik."Linda merasa agak lega setelah melihat Liana kembali