Motaz akhirnya menyandang status sebagai suami dari wanita yang seharusnya menjadi calon adik iparnya. Kematian Nicho, adik Motaz yang kemudian meninggalkan surat wasiat agar supaya Motaz menikahi Mutiara membuat pernikahan itu berlangsung bukan karena keinginannya. Motaz hanya menjalankan kewajibannya lantas setelah kewajiban itu ditunaikan, ia justru terlilit janji dari ibunya untuk selalu menjaga Mutiara.
View MoreSatu hari sebelumnya.Kartika bergelung di atas ranjang seharian itu. Periode bulanannya datang dan seperti biasa, ia selalu bedrest paling tidak tiga hari lamanya. Disaat-saat seperti ini ia sangat membutuhkan perhatian suaminya.Tetapi, pagi-pagi sekali Kevin harus berangkat ke kantornya."Nggak bisa cuti dulu? Aku lemes banget. Dari kemarin aku pengen diusap-usap perutnya, tapi kamu pulang malem terus.." Rengek Kartika.Kevin hampir jengah di pagi hari itu juga, karena kerewelan Kartika. Padahal biasanya ia tak masalah menghadapi wanitanya itu. Rewelnya Kartika justru membuatnya gemas dan tambah cinta, tapi itu dulu sebelum bertemu Rara.Sekarang, semua yang dilakukan Kartika rasanya salah di matanya."Nggak bisa. Ada rapat pagi ini. Aku juga harus presentasi proposal kegiatan yang udah bela-belain lembur sejak beberapa minggu yang lalu. Kamu tau sendiri, aku sering bilang hangout sama temen 'kan. Asal kamu tau, aku sebenernya lembur kerjaan. Buat kamu juga." Omel Kevin pada istrin
Dengan adanya masalah yang menyeret nama Rara itu, atau lebih tepatnya Rara-lah dalangnya, Motaz mendapatkan satu hal lagi kesadaran baru, bahwa ia masih tak mengenal siapa istrinya dan apa hubungannya dengan Rara.Mutiara selalu berhati-hati setiap kali bercerita soal pribadi, apalagi soal keluarga, soal masalah hidupnya, soal hubungan-hubungannya dengan masa lalunya. Padahal ia adalah suaminya. Apa yang disembunyikan Muti darinya?Motaz adalah suaminya. Meski tak mengenal siapa Mutiara, tetapi melihat hubungannya dengan Nicho yang begitu kuat, juga si ibu yang begitu menyayangi Mutiara melebihi anaknya sendiri, Motaz percaya Mutiara adalah perempuan baik. Tapi...Lalu kenapa Rara sebenci itu dengan Mutiara?Motaz sampai harus membaca lagi artikel yang sebenarnya sudah dihapus di laman rumah sakit. Ia memiliki salinannya. Motaz membacanya lagi dan mencerna setiap kata dalam kalimat-kalimat itu.Ujaran kebencian yang ditulis Rara benar-benar nyata. Lalu apa yang Mutiara lakukan sampai
Akhir-akhir ini Rara sepertinya memiliki banyak sekali waktu luang. Pekerjaannya yang seorang dokter harusnya membuatnya sibuk melebihi toddler sekalipun. Tetapi, ia masih bisa kelayapan kesana kemari karena ia memang hanya melakukan pekerjaannya sebatas itu. Sebatas mengobati pasien. Sekedar memberi konsultasi meski dengan dibumbui wajah masam dan jawaban ketus. Alhasih, pasiennya semua kabur. Pasiennya saat ini mungkin tersisa hitungan jari satu telapak tangan, mungkin sisa. Ia juga hanya bekerja di satu rumah sakit itu tanpa membuka praktek pribadi. Rara sebenarnya cerdas, tapi ia malas. Tak banyak. Jam prakteknya di rumah sakit Royal Jakarta itu terkadang hanya sebagai formalitas sebab tak ada lagi yang datang. Daripada pusing memikirkan pasien-pasiennya, ia juga sedang kalut sebab rencananya untuk menghancurkan Mutiara tak berjalan lancar. Untuk itu, setidaknya saat ini ia harus melancarkan aliran darah ke otaknya. Menjegal Mutiara dengan berita miring itupun hanya beberap
Didik sudah berulang kali didatangi oleh kolega kantornya. Sudah dua hari ditambah setengah hari ini, terhitung tiga hari Didik tidak masuk kerja.Alasan sakit yang ia sampaikan pada sebuah chat grup kemarin nyatanya justru membuat semua orang menaruh curiga padanya.Dan siang itu, bukannya memikirkan nasibnya di rumah sakit, Didik justru terbuai oleh pesona imitasi yang dipancarkan oleh seorang Rara.Mereka sudah dekat sejak beberapa bulan belakangan. Tentu saja Rara yang mendekatinya. Berpura-pura keseleo karena heels tingginya patah ketika berpapasan dengan Didik.Apa mungkin ia sudah merencanakan lama untuk menjatuhkan Mutiara sampai ia harus membungkuk untuk mendekati Didik?Rara memang cerdas. Kecerdasannya sudah terkenal sejak SMA. Sayangnya cerdasnya itu selalu tertutup dengan sifat iri dengki sebab tak pernah puas dengan pencapaiannya sendiri.Licik dan picik sudah mendarah daging di dalam dirinya. Bahkan Rara terkenal dengan sebutan 'Serigala Betina' sejak memasuki bangku uni
"Ayo, lagi.." Nada bicara Mutiara hanpir seperti rengekan.Mutiara nyaris bergidik setelah mengatakan hal itu. Bibirnya terkatup kemudian. Tersentak sejenak atas keberanian mentitah suaminya yang sedang menggagahinya.Mutiara memejam karena malu luar biasa. Motaz sedang melemparkan senyuman lebar yang membuat Mutiara semakin salah tingkah.Tangannya pun terangkat menutup muka. Tetapi tak lama bertengger di sana. Karena Motaz dengan terampil menyingkirkannya."Jangan ditutup, Abang mau lihat. Kamu cantik dari atas sini." Katanya sambil kembali mengayun perlahan."Udah, ah.. malu.."Mutiara memejam tetapi desahannya terdengar jelas mengudara di kamar yang luas itu. Ia terlalu malu untuk melihat permainan itu. Malu dengan apa yang beberapa saat tadi ia mintakan pada sang suami. Mutiara merasa harganya dirinya lenyap, meski itu adalah permintaan pada suaminya sendiri.Ayunan itu sekaligus menghunjam semakin dalam. Motaz hampir gila saat kejantanan miliknya diapit rapat oleh celah Mutiara.
"Aku bisa mandi lagi.."Mutiara tidak bisa menjawab kecuali membalas pagutan yang intens dari suaminya itu.Bersandar pada pintu kamar mandi dengan tangan Motaz yang meraba lembut pinggangnya. Remasan lembut itu kalau dirasa-rasa seirama dengan pagutan serta lumatan yang sedang dilancarkan oleh Motaz.Satu tangan Motaz melingkupi leher Mutiara dengan ibu jari mengusap bawah dagu istrinya.Kecupan, lumatan dan pagutan itu nyatanya tak berhenti begitu saja hanya pada bibir Mutiara yang sepertinya sekarang telah menjadi favorit lelaki itu.Bibir mungil Mutiara persis seperti ungkapan dalam lagu yang sedang hits saat itu, "My heaven is on your lips".Surganya Motaz saat ini adalah pada bibir Mutiara yang selalu bisa menghipnotisnya baik dengan kata-kata maupun dengan tindakan.Saat ini, ia tengah menikmati itu.Balasan atas pagutan yang diberikan Mutiara membuatnya semakin tersulut dan ingin melancarkan serangan lainnya.Kecupan di leher Mutiara yang membuat wanita itu mendongak pasrah na
Malam merayap dan lama-lama membingkai sebagian lapisan bumi. Membenamkan seluruh cahaya sang surya menuju kegelapan sempurna. Mutiara tak benar-benar mengikuti nasihat Dea yang mengakatakan agar membiarkan Motaz sendirian. Bagaimana bisa sementara dirinya didera rasa bersalah yang semakin membumbung tinggi menyesakkan dadanya? Ponselnya tak berhenti menghubungi Motaz sejak ia keluar dari rumah sakit sore tadi. Hasilnya, tidak ada satu panggilan pun yang tersambung kecuali hanya suara cantik operator yang menjengkelkan. "Please, Bang.. angkat!" Mutiara melirik jam dinding, sudah pukul 22.00 dan Motaz belum juga kembali. Sejak selesai menunaikan ibadah empat raka'atnya beberapa jam lalu, Mutiara tak berhenti mondar-mandir ruang tamu, teras, ruang keluarga dan kembali ke teras demi menanti kembalinya sang suami. Lalu Mutiara menatapi jam dinding lagi. Waktu berputar sangat lambat rasanya. Ia merasa sudah lama sekali berdiri dan mondar-mandir di rumah itu tetapi waktu hanya berlalu
Mutiara tersentak karena mimpinya. Sepertinya pun, ia tersadar bahwa ia mengigau. Kalimatnya memanggil-manggil Nicho dan memohon ampun pada mendiang Nicho yang ia temui di mimpi sepertinya terucap lantang dari mulutnya langsung di dunia nyata, bukan hanya dalam mimpi. Mutiara mengerjap ketika tak mendapati suaminya di sampingnya. Matanya segera mencari lelaki yang tadi malam menidurinya dengan bergairah begitu tersadar dari mimpinya. "Abang..." Panggilnya kemudian beranjak dari ranjang menuju kamar mandi. Tidak ada tanda-tanda aktifitas di dalamnya. Sebenarnya Mutiara terbangun tak lama setelah pintu depan ditutup oleh Motaz yang memutuskan berangkat kerja di pagi buta. "Abang.." Panggilnya sekali lagi sembari membuka pintu kamar. Kaki Mutiara melangkah menuju dapur di mana biasanya Motaz berada saat pagi. Namun pagi itu dapur kosong. Bahkan tidak ada jejak kegiatan apapun meski sekedar memanggang roti. Mutiara mendesah kasar dan meraup wajahnya. "Gimana kalau ternyata Abang deng
"Kamu nggak apa-apa dengan press conference yang dilakukan ayah?" Tanya Motaz begitu duduk di ranjang di samping Mutiara yang tengah bersandar di headboard sambil membaca buku. Ia memastikan lagi bahwa jawaban Mutiara siang tadi benar-benar jujur, bukan hanya untuk melegakan dirinya saja. Mutiara menegakkan tubuhnya. "Ibu sudah ngasih tau aku walaupun tidak secara langsung. Awalnya memang sedikit terganggu apalagi dengan semua cibiran orang, tetapi aku jadi tau siapa-siapa yang benar-benar tulus berteman denganku dan yang tidak." "Lalu?" "Lalu? Tidak ada lalu, yang tidak menyukaiku ya biarin aja, toh nggak akan mengurangi jatah oksigen yang kuhirup setiap hari 'kan. Aku sudah berlatih seperti itu sekian tahun, Bang. Aku tidak hidup untuk mereka, pun tidak butuh penilaian mereka atas diriku dan apa yang aku lakukan. Mereka tidak berkontribusi apapun atas hidupku. Jadi... jadi hanya perlu untuk tidak dihiraukan 'kan?" Ujar Mutiara tenang dengan gerakan menutup buku lalu meletakkan b
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.