Enjoy!
-----
Gulita seolah mencoba merenggut seorang wanita yang sedang terpojok ketakutan di sebuah gang sempit. Tubuh itu merapat pada dinding bata yang lembap, seakan ingin dinding itu menyembunyikan ia dari seorang pria yang menghimpitnya.
Bagian bawah sepatu tanpa haknya kini terendam oleh genangan bekas air hujan. Ia tak lagi memedulikan dan memikirkan, meski mungkin itu adalah sepatu kesayangannya.
Terlebih ketika mata wanita berambut panjang itu semakin membulat saat sebuah pistol menempel di pipinya. Bibir tipis itu langsung gemetaran kala mengucapkan kalimat-kalimat yang serupa permohonan. Namun, pria berjaket hitam itu menggeleng, tampak tak puas atau mungkin tak peduli.
Muzzle pistol itu pun kian menusuk pipi wanita tersebut kala sang pria membentak dan membuat si wanita muda tersentak, semakin ketakutan. Bibirnya kembali berujar dengan tarikan napas berat yang terlihat dari pundak yang meninggi sesaat, mencoba menenangkan pria itu. Lalu, wanita berkaus putih dengan lapisan mantel cokelat itu melirik pada tangan sang pria yang rupanya juga gemetaran.
Mereka berpandangan beberapa saat, sebelum akhirnya wanita itu menebalkan keberanian dengan berusaha menyingkirkan pistol tersebut. Sang pria berjaket hitam itu pun berusaha mempertahankan pistol di tangannya, lalu ....
DOR!
Suara tembakan seketika menyibak sunyi malam dan membuat wanita itu seketika terjatuh ke tanah yang basah dengan mata lebar dan darah yang keluar dari tubuhnya. Sementara si pria dengan cepat bergegas mengambil tas wanita tersebut dan melarikan diri.
Jemari wanita tersebut dengan gemetaran menyentuh tubuhnya dan melihat telapak tangannya yang bersimbah darah. Sekian detik kemudian seorang wanita lain tiba di gang sempit itu dan berlari panik menghampiri sang korban. Wanita yang baru tiba itu dengan segera merogoh ponsel di tas dan menghubungi seseorang.
Tak berselang lama kemudian, para petugas medis datang dan kejadian mengenaskan dari rekaman CCTV itu pun terhenti dari tampilan layar laptop yang sedang ditonton oleh seorang pria. Ia dengan kasar penutup laptop itu, menyisahkan tangan yang terkepal erat, penuh amarah.
*****
Sepuluh Bulan Kemudian ....
Quinton Resource Corp, Madison-Winconsin, USA
"Tidak, Mr. Daniel."
Liora, wanita dua puluh delapan tahun itu menegakkan pandangannya setelah beberapa saat membaca berkas penawaran bisnis yang diajukan pria berparas Asia Timur yang sedang duduk di hadapannya. Liora kemudian menyandarkan punggung pada kursi kerjanya yang tinggi. Jemarinya saling terjalin. Siku yang terbungkus blouse satin putih itu bertumpu pada armrest. Sedang mata peraknya yang indah, tetapi tajam itu, menatap lurus pada pria bernama Daniel tersebut.
Tak ada seberkas senyum yang Liora tawarkan di wajahnya sedari tadi. Hanya ada dagu yang terangkat dan cara pandang yang selalu dingin, khas seorang Liora Quinton.
Keduanya sedang berada di ruang kerja Liora yang megah dan luas. Plakat kaca bertuliskan Chief Executive Officer tampak menghiasi meja lebar yang memisahkan mereka.
Di sisi kiri meja tampak sebuah pigura dengan foto bayi perempuan yang sangat menggemaskan. Bagi orang yang belum mengenal Liora, mereka tak akan mengira wanita muda tersebut telah memiliki seorang anak. Meski sayangnya bayi mungil tersebut tak memiliki ayah. Liora tak menikah dan memutuskan merawat anaknya seorang diri.
"Bisakah Anda membantuku menjelaskan mengapa Anda menolaknya, Miss Quinton?" tanya Daniel sopan dan tenang. Rambut hitamnya tertata begitu rapi dan berkilau dengan garis di sisi kepala yang memisahkan tatanan rambut tersebut.
"Apa yang bisa saya katakan?"
Liora mendesah samar seraya menarik punggungnya dari sandaran kursi yang nyaman. Ia menutup map berwarna hitam itu dan mendorongnya menggunakan dua jari pada Daniel.
"Anda datang pada saya dengan menawarkan GStrom Company sebagai pembeli ekslusif batu kristal orpiment kami dengan harga serendah itu? Anda pasti bercanda, Mr. Daniel." Liora menggeleng pelan, membuat rambut golden blonde panjangnya yang menjuntai menutupi sisi bahu itu turut bergerak indah.
Daniel tersenyum. "Jadi ini karena harga yang kami tawarkan tidak sesuai dengan Anda? Kita bisa mendiskusikannya."
"Tidak hanya itu."
Liora bangkit dari duduk ketika sekretarisnya tiba dengan membawakan dua cangkir teh dan diletakkan di meja rendah di sisi ruangan. Liora mengayunkan tangannya, mempersilakan Daniel untuk berpindah duduk bersamanya di sofa dan menikmati teh.
"Anda berkata orpiment akan GStrom Company olah menjadi bahan baku telekomunikasi."
"Tepat sekali, Miss Quinton." Lagi, Daniel tersenyum seraya mengangkat cangkir teh setelah melihat Liora menyesap teh itu lebih dahulu.
Mata perak Liora kembali menajam pada Daniel. "Mungkin saya dapat mengingatkan Anda bahwa orpiment adalah salah satu batu kristal berbahaya. Anda pasti tahu bahwa dia terbuat dari campuran arsenik dan sulfur yang sangat reaktif. Hanya dengan memegangnya sudah mampu membuat saraf seseorang keracunan arsenik dan menimbulkan kanker."
"Dan kami dapat mengolahnya dengan hasil ekstrak yang dapat digunakan sebagai bahan baku yang aman."
Liora meletakkan cangkir tehnya dengan gerakan anggun dan tenang, meski ia semakin tak percaya dengan perkataan pria itu. Ia tahu ada beberapa perusahaan yang dapat menangani batu kristal itu dengan baik, tetapi entah mengapa Liora tetap meragukan GStrom Company.
Mungkin kata meragukan tidak benar-benar tepat ketika Liora justru menyadari bahwa dirinya meletakkan kecurigaan yang belum ia ketahui mengapa pada perusahaan itu. Terkadang firasatnya tepat.
Lagi pula, terlalu berisiko ketika ia membiarkan perusahaannya terikat kontrak dalam menjual batu kristal itu hanya pada satu pembeli seperti yang diinginkan GStrom Company.
"Maafkan saya, Mr. Daniel. Keputusan saya sudah final. Mungkin kita dapat bekerja sama di lain kesempatan," kata Liora datar dan dingin, meski sesungguhnya ia memiliki suara yang lembut.
Liora bangkit dari duduknya yang membawa Daniel turut beranjak seraya mengangguk, menerima. Keduanya saling berjabat tangan setelah Daniel mengancingkan jas.
"Sabtu ini ada pembukaan restoran milik bos saya." Daniel mengeluarkan sebuah kertas kecil serupa kartu nama dari dalam saku jasnya dan diberikan pada Liora. "Mungkin Anda dapat meluangkan waktu untuk berkunjung. Saya dengar Anda memiliki sensitivitas rasa yang baik. Akan menjadi suatu kehormatan bagi bos saya ketika Anda mau memberikan penilaian pada restoran tersebut."
Liora menatap kertas bertintakan emas dengan dasar hitam itu beberapa saat. Di sana tertulis nama sebuah restoran Italia dengan alamat yang rupanya hanya beberapa blok dari gedung ini.
"Saya akan menyempatkan untuk datang," jawab Liora akhirnya dengan nada datar.
Tak ada salahnya menerima ajakan itu sebagai formalitas dan sopan santun, pikir Liora. Daniel pun melebarkan senyumnya dan mengangguk, sebelum ia berlalu pergi meninggalkan ruang kerja Liora.
Mungkin bagi Liora penawaran kerja sama bisnis itu sudah berakhir setelah ia menolaknya, tetapi tidak bagi Daniel. Tak akan ada yang lolos dari kerjasama yang ditawarkan oleh GStrom Company, termasuk Quinton Resource Corp. Ini hanya perkara waktu dan tampaknya keputusan Liora untuk datang ke restoran itu dengan landasan formalitas, hanya akan membawanya bertemu dengan seseorang yang akan ia sesali sepanjang hidup atau mungkin justru sebaliknya?
...To Be Continued...
Selamat datang di novel keempat saltedcaramel! Makasi banyak sudah baca. Jangan lupa tinggalkan ulasanmu di kolom luar ya.
Info dan Visual cek
di IG @saltedcaramely_
Hallo again :) Apakah di bab ini akan ada lebih dari 10 komen di paragraf?Jika ya, next chapter bakal segera publish hari ini :*(Cara komen di paragraf tinggal tekan lama di bagian paragraf yang dimau)Enjoy!-----Sebuah Cadillac Escalade hitam melaju mulus di tengah jalanan kota Madison. Sinar terik matahari telah perlahan redup, demi menyambut langit senja yang siap menjadi pengiring mobil tersebut.Di dalam kabin belakang mobil berinterior mewah serta berdominasi warna cream itu tengah duduk Liora dan wanita muda lain yang bertugas menjadi babysitter. Liora duduk dengan menjelujurkan kakinya pada penyangga kaki di bagian bawah kursi.Senyum di wajah Liora terlukis lembut nan hangat bersama mata peraknya yang berkilau pada sang bayi di gendongannya. Sebuah senyuman yang hanya akan ditemui kala Liora sedang bersama bayinya atau dengan keluar
Sesuai janji, bab ini meluncur! :*Ramein bab ini juga dengan taburan komenmu di paragraf yaa(Cara komen di paragraf tinggal tekan lama di bagian paragraf yang dimau)Enjoy!-----Gavriel dapat dengan jelas melihat bagaimana pupil di mata perak itu melebar ketika ia menyebutkan namanya. Menyingkap sinar mata yang sejak tadi tanpa sadar telah Gavriel nikmati.Sebagai seorang pria, Gavriel tak akan bisa melarikan pandangannya dengan mudah dari sosok CEO muda yang tak pernah Gavriel perkirakan akan sememesona ini. Gavriel pikir, Daniel hanya membual ketika menceritakan tentang kecantikan yang dimiliki seorang Liora. Namun, rupanya Liora jauh di atas bayangan Gavriel.Meski wanita itu memberikan ia tatapan dingin. Tidak, sejak kedatangan wanita itu, Gavriel melihat Liora menaburkan wajah dingin pada seluruh pria di sini. Tatapan dingin itu membuat jiwa Gavriel terusik. Ia
Enjoy!-----Seluruh orang berpakaian serba hitam memenuhi area sebuah pemakaman keluarga milik Arvezio di sudut kota Madison. Isak tangis menjadi pengiring suara seorang pemuka agama yang tengah memimpin doa di depan sebuah batu nisan besar bertuliskan ‘Dario Arvezio’.Tak jauh dari area pemakanan, beberapa orang berjaga ketat dengan megang senapan. Pandangan mereka begitu awas, demi menjaga kehikmatan prosesi pemakaman underboss Prospero tersebut dari segala macam gangguan.Sementara itu, mata Gavriel mengamati satu persatu orang yang hadir di sana. Mencari wajah-wajah pengkhianat yang mungkin saja tampak dari kematian saudara sepupunya.Matanya kemudian bertabrakan beberapa saat pada anggota keluarga Crossleight yang turut hadir. Mereka mengangguk dan dibalas hal serupa oleh Gavriel, menghargai kedatangan mereka. Bersama dengan itu, tangan Gavriel tak lelah mengusap punggung wanita yang seda
Makasi untuk antusiasnya di bab 4 :* Ti amo!Enjoy!-----Langkah kaki berbalut sepatu scarpin hitam milik Liora seketika terhenti ketika ia baru saja tiba di ruang tengah penthouse-nya. Vierra yang berada di gendongan sang ibu segera memekik menggemaskan, mengetahui kedatangan pria dewasa yang sedang berdiri di tengah ruangan tersebut.Pria dewasa dengan gurat keriput di wajahnya itu pun mengembangkan senyum pada Vierra. Dengan pakaian jas biru gelapnya, ia berjalan menghampiri Liora.Mata Liora melirik pada sebuah amplop di tangan pria itu. Lalu ia berdecak.“Kapan Dydy sampai kemari?” tanya Liora sekadar basa-basi pada sang ayah.Hubungan keduanya yang tak begitu bagus membuat Liora tak tertarik dengan kunjungan ayahnya kemari. Meski ia tahu sang ayah datang jauh-jauh dari Manhattan.“Sekretarismu berkata kau bertemu dengan Gavriel Arvezio beberapa hari la
Enjoy!-----Denver, Colorado-USALiora melangkah dengan dagu terangkat memasuki suasana pesta di salah satu mansion milik Arvezio. Pandangannya lurus membelah keramaian, meski ekor mata perak itu tak bisa lari dari pemandangan menjijikkan para tamu yang hadir.Ia tak terkejut dan tidak pula berharap ini seperti layaknya pesta elegan pada umumnya yang biasa ia datangi. Meski pada awalnya ia sempat terkecoh dengan suasana berkelas dan musik opera, tetapi ketika ia memasuki mansion ini lebih dalam, pesta sesungguhnya baru terlihat. Ini lebih tepat dikatakan sebagai pesta seks.Sepanjang langkah Liora, sepanjang itu pula ia melihat para tamu yang saling bercinta tanpa mengenal tempat. Di tengah mereka yang berpakaian gaun dan tuxedo mahal, beberapa di antaranya ada yang mengenakan seragam berpangkat dan beberapa yang lainnya juga Liora kenal sebagai politisi terkenal.Pemandangan itu s
Enjoy!-----Liora menyandarkan punggungnya pada kursi tinggi. Kedua tangan itu saling tertaut dengan siku bertumpu pada armrest. “Terdengar seperti seseorang yang baru saja bersusah payah mencari tahu informasi tentang CEO Quinton Resource Corp,” ujarnya datar. Ia mengendalikan diri dengan cepat.“Sayangnya aku tak perlu bersusah payah.” Seringai di bibir Gavriel kembali berubah menjadi senyum lembut. Berbanding terbalik dengan nada bicaranya yang justru terdengar sombong bagi Liora.Gavrial memutar armrest kursi Liora hingga tubuh itu menghadap padanya. Lalu tangan Gavriel bertumpu pada kedua armrest itu. Ia membawa wajahnya semakin dekat dengan wanita cantik bergaun merah tersebut.“Kau selalu membawa kejutan Liora,” ujar Gavriel penuh makna dengan matanya yang jatuh pada bibir bawah Liora yang sedang wanita itu gigit, menahan gejolak emosi.Meski demi
Enjoy!-----Gavriel dan Daniel hanya menatap lurus pada Liora dan akhirnya membuat wanita itu kembali memaksakan diri untuk menatap foto dalam map itu. Liora menggeleng beberapa kali.“Ini bukan dirinya,” gumamnya gusar.Di dalam foto itu tampak sebuah tubuh di dalam galian liang lahat dengan wajah yang telah sukar dikenali karena termakan binatang tanah. Namun, jaket dan kaus yang dikenakan oleh mayat pria di dalam foto itu terasa begitu familiar. Meski pun tanah membuat pakaian itu tampak begitu lusuh.Namun, bukankah orang lain juga bisa saja mengenakan pakaian yang sama? Pabrik pakaian membuat potongan yang sama begitu banyak. Liora menjejalkan otaknya dengan segala kemungkinan.“Mayat ini bukan Alex, bukan Alex,” gumamnya lagi.Namun, gumaman itu seketika menghilang ditelan keterkejutan kala ia melihat mayat itu tak memiliki kelingking kiri. Liora akhirnya tak bisa lagi m
Enjoy!-----“Sayang apakah kau baik-baik saja? Mommy dari kemarin tak bisa berhenti memikirkanmu,” ujar Vello, ibu Liora di sambungan telepon. Suaranya begitu gusar sejak panggilan itu terangkat.“Aku baik-baik saja, Mom. Jangan khawatir,” jawab Liora dengan helaan napas kasar.“Liora Brylee Quinton!” sentak Vello yang seketika membuat Liora memejamkan mata. Jika sang ibu sudah menyebut nama lengkap yang jarang diketahui orang seperti ini, itu berarti ibunya sedang benar-benar marah. “Jangan coba-coba membohongi Mommy.”Liora kembali mendesah, kali ini pelan, lalu menyandarkan punggungnya pada kursi. Ia menoleh pada jendela kaca mobil yang sedang melaju. Berandai ia dapat melarikan diri dari kenyataan pahit.“Alex telah meninggal, Mom,” terang Liora akhirnya.“Apa? Dari mana kau tahu?” Vello yang sedang