Derap langkah terdengar jelas di lorong sepi bagunan yang dindingnya menjulang tinggi. Kaki jenjang berbalut sepatu berwarna hitam mengkilap itu melangkah dengan irama pelan. Kaki itu berhenti ketika ia sampai di depan pintu besar berbahan besi yang terbuka dengan sendirinya.
“Anda sudah tiba, Tuan?” Seorang pria bertubuh kekar dengan tato di lengan sebelah kanannya membungkuk singkat.
“Bagaimana kabarnya?” Pria itu menyeringai saat bertanya.
“Tidak terlalu baik, Tuan.”
Pria itu mengangguk pelan sebagai jawaban. Laku ia kembali melangkah masuk dan langsung disambut oleh seorang wanita dalam keadaan berlutut di lantai dengan rantai yang membelenggu kaki dan tangannya.
“Tuan, Carrington.” Wanita itu langsung merangkak menghampiri pria yang baru saja tiba di hadapannya.
“Oh, anda masih terlihat sangat baik, Nyonya Soraya.” Sebuah seringaian terukir di bibir sang pria, ia menatap seperti ia sedang mengutuk wanita yang ada di hadapannya ini.
“Tuan, saya mohon lepaskan saya. Saya berjanji tidak akan memperlakukannya dengan buruk, tuan tolong saya.”
Joshua mencengkram dagu wanita itu kuat sampai rasanya dagu wanita itu hampir lepas, tersirat amarah yang besar di mata Joshua, matanya yang hitam itu menggelap seperti sedang melihat mangsa empuk untuk di habisi.
“Aku muak dengan janji-janji busukmu itu nyona Soraya. Kau sudah melanggar kontrak.” Joshua menghempaskan wajah wanita itu sangat kasar.
“M-M-Maafkan saya, saya janji akan memperlakukannya dengan baik.” Wanita itu merangkak bahkan hampir mencium kaki sang tuan.
Soraya mengucapkan kedua telapak tangannya kuat, memohon untuk belas kasihan manusia berhati dingin itu.
Namun Joshua tidak akan terpengaruh. Ia malah semakin marah dengan Soraya yang terus mengemis seperti manusia rendahan.
“Dia sudah bersama dengan saya, saya sudah tidak butuh anda untuk menjaganya.” Tatapan Joshua sangat dingin dan menusuk, ia siap untuk melenyapkan mangsanya.
“Tuan saya mohon, saya masih ada putri yang harus saya urus. Tuan, saya mohon, kasihanilah saya dan keluarga saya.” Soraya masih memohon, merendahkan dirinya serendah mungkin agar mendapat pengampunan dari sang penguasaan.
“Aa, putrimu, saya sudah urus dia. Karena saya masih punya empati, saya mengirimnya jauh ke luar negeri untuk tinggal di persaingan.” Joshua tersenyum pada Soraya, namun senyumannya itu seperti sinyal buruk untuk sang mangsa.
“Tuan Joshua, saya sudah mengurusnya selama ini. Seharusnya Tuan bisa beri saya kelonggaran.” Soraya masih berusaha membela diri.
Mata Joshua menggelap, tanpa rasa kasihan Joshua menampar pipi wanita itu kuat, wajah babak belur itu semakin buruk ketika Joshua membubuhkan tamparan di sana.
“Lidahmu harus dipotong sepertinya.” Joshua mengeram.
Ia benci dengan orang yang selalu punya pembelaan diri atas apa yang sudah ia lakukan.
“Tuan, saya mohon.” Soraya meraung-raung, terus memohon untuk di bebaskan.
Joshua kemudian bangkit dari posisinya, ia berjalan menjauh dari wanita itu. Ia memakai sarung tangan hitam lalu tangannya meraih pistol yang memang sengaja di letakkan di situ. Ia mengecek peluru yang ada di dalam, setelah itu ia kembali memasang dan memantapkan pistol itu untuk di pakai.
“Kau tau nyonya?” Joshua berbalik dan melihat mangsanya itu dengan tatapan senang, ia tersenyum penuh kelicikan lalu mengarahkan pistol itu ke arah wanita itu.
“Aku paling benci dengan seorang pembohong. Karena itu mengingatkan ku kepada ayahku. Kau sangat mirip dengannya, seorang pembohong besar.”
“Jangan tembak saya tuan, ampuni saya, ampuni saya tuan.” Wanita itu berteriak histeris, meminta nyawanya untuk diampuni.
Namun Joshua tidak menerima yang namanya pengampunan, ia lebih suka menyingkirkan ngegat dari pada harus merawatnya. Ia tersenyum licik, tangannya menarik pelatuk kemudian dengan sekali tembakan.
“Aaaaarrgghh.”
Suara teriakan melengking memenuhi ruangan bersamaan dengan suara tembakan peluru panas dari pistol yang Joshua pegang.
“Pembohong akan tetap selamanya menjadi pembohong.” Joshua melemparkan pistolnya ke meja.
Ia menghela napas pelan, merasa lega karena sudah melakukan hal yang paling ia gemari. Ia kemudian berjongkok di hadapan Soraya, ia menjabak rambut wanita itu sampai wajahnya bisa Joshua lihat dengan jelas.
“Aku sangat jarang mengampuni seseorang, kau tau? Kau satu-satunya yang aku ampuni.” Joshua mendorong kepala Soraya sampai kepalanya membentur lantai.
Tidak ada yang bisa Soraya lakukan selain menahan berapa sakitnya di punggungnya yang terkena tembakan peluru panas Joshua.
Joshua pun berjalan keluar dari ruangan tersebut sembari melepas sarung tangan hitam yang ia pakai. Tidak lupa untuk membuangnya ke tong sampah sebelum ia pergi.
“Bereskan dia!” perintah Joshua kepada seorang pria bertato itu, perintahnya langsung mendapat respon sebuah anggukan dari sang bawahan.
Joshua pun pergi meninggalkan tempat itu, tempat yang tidak akan pernah bisa dijamah siapapun. Ia bisa jamin, hanya orang-orang beruntung yang bisa mengunjungi penjara buatannya itu.
Joshua masuk ke dalam mobilnya. Ia melihat langit yang sudah gelap. Hari ini cukup panjang untuknya, yang tadi itu adalah kegiatan penutupnya hari ini.
Selanjutnya ia akan kembali ke mansionnya. Tidak biasa Joshua kembali ke rumah setelah melakukan hal mengerikan seperti ini.
Tetapi, ia merasa memiliki kewajiban untuk kembali karena ia sangat merindukan mainan barunya.
Sesampainya di rumah ia langsung menuju gedung belakang mansionnya, ia ingin mengunjungi seseorang di sana.
Beruntung sekali mainan barunya itu belum tidur. Ia melihat Karina sedang duduk di pinggir kolam renang yang ada di bagian belakang gedung. Tanpa tunggu lagi Joshua langsung menghampirinya.
“Kenapa belum tidur? Ini sudah lewat tengah malam.” Joshua bergabung duduk di sebelah Karina.
Wanita itu sedikit terkejut dan bergeser sedikit menjauh dari Joshua. Pria itu tersenyum tipis, ternyata sifat polos Karina tidak buruk juga. Ia merasa tertarik melihat Karina selalu bersikap awas setiap berada di sekitarnya.
“Belum mengantuk.” Karina membalas dengan suara yang lembut, sungguh membuat telinga Joshua meleleh, ia sangat suka suara lembut itu.
“Begitu, ya.” Mata Joshua melihat bibir Karina yang sedikit kering.
Ada niatan untuk membasahinya di benak Joshua. Ia pun menahan lengan Karina, ia bergerak maju dan langsung mencium bibir wanita itu tanpa permisi. Ia suka sensasi bibir Karina, ia suka saat bibirnya mendominasi bibir Karina. Ia sangat mencintai bibir mainan barunya ini.
Karina mulai terbiasa, ia pun mulai berani membuka mulutnya. Memberikan akses untuk Joshua masuk dan mengacak-acak isinya. Joshua tersenyum di dalam ciumannya, ia sangat suka melihat kepatuhan Karina. Ia suka gadis itu menuruti setiap keingiannya.
“Kau menyukainya, Hnmm?”
Karina mengangguk, ia tidak bisa bilang tidak, Karina takut dihukum oleh tuannya itu.
“Good kitten.”
Joshua tersenyum senang, ia kembali mencium bibir Karina penuh gairah.
Joshua sudah tidak bisa menahan dirinya lagi. Tangannya meraba tubuh Karina. Ia memegang benda yang paling ia suka, dada Karina.
Karina mendorong dada Joshua menjauh, “T-T-T-Tuan, maaf. Saya kesulitan untuk bernapas,” ucap Karina spontan saat dadanya terasa sesak dengan ciuman penuh gairah ini.
“Oh, maaf.” Joshua mengusap pipi Karina lembut.
Joshua kemudian tersenyum tipis, ia mengusap rambut Karina lembut, lalu ia berkata, “Mulai sekarang kau tidak akan menderita lagi nona Elizabeth. Selama bersama denganku, dan maaf atas sikap kasar ku kemarin.”
Karina tampak bingung dengan ucapan Joshua barusan, ia tidak bisa mencerna setiap kata yang keluar dari dalam mulut pria itu. Terdengar cukup rumit dan sulit untuk di pahami. Seperti ada sesuatu yang Joshua sembunyikan di balik sorot mata tajam dan ekspresi dingin itu, tapi Karina tidak tau apa.
“Aku ingin menciummu lagi, bolehkah?” pinta Joshua
“Tentu, Tuan.”
Lalu Joshua kembali menempelkan bibirnya ke bibir Karina. Ia melumat bibir gadis itu penuh gairah, ia sangat suka dan ingin hal yang lebih.
Mata Karina terbuka, ia melihat sekitar yang sepi. Ia sendirian berada di dalam kamarnya. Ia kemudian mencoba mengingat-ingat bagaimana cara ia kembali ke kamar semalam.“Kemarin aku ada di kolam dan— dan, ah, apa aku ketiduran saat berciuman dengan tuan?”Karina mencoba menerka-nerka apa yang telah terjadi kemarin malam. Karena jujur saja Karina tidak mengingatnya. Ia mempunyai ingatan yang buruk.“Ah, terserahlah.” Karina akhirnya menyerah.Karina bangkit dari kasurnya, berjalan pelan menuju jendela kamar yang masih tertutup gorden. Ia membuka kain penutup jendela itu. Cahaya matahari pun langsung menyapanya dengan ramah.“Indah sekali.” Karina tersenyum tipis, merasa sangat senang masih bisa melihat indahnya pagi.Setelah puas memandangi indahnya pagi dari balik jendela ia pun berjalan keluar dari kamar. Ia tiba-tiba saja ingin keluar dan berjalan-jalan di taman. Taman itu sudah lama ia perhatikan, namun belum ada kesempatan untuk menginjakkan kaki di sana.“Woah, bunganya banyak s
“Di mana Boss kalian? Kembalikan semua uangku, kembalikan!” Seorang pria paruh baya tengah mengamuk di tengah-tengah keramaian, ia mengancam dengan pisau dan juga jerigen 30 liter berisi bensin yang ia pegang di tangan kirinya. Ia berteriak tanpa henti seperti orang yang terkena gangguan jiwa. “Carrington, tunjukkan mukamu! Bajingan sialan, kembalikan semua uangku! Kau penipu, Carrington.” Orang-orang mencoba melerainya tetapi satu pun tidak ada yang berhasil. Pria paruh baya itu terus berteriak marah sambil mengayunkan pisaunya dan jerigen bensin berukuran 30 liter yang ia pegang. Beberapa orang dari divisi keamaan juga mencoba melerai, namun selalu saja gagal karena pria tua itu menyiram mereka dengan bensin dan mengancam akan membakar mereka jika berani mendekat. “Waah, kau membuat keributan di sini dan membuat karyawan-karyawanku tidak bisa bekerja, tuan Hong.” Sebuah suara terdengar dari lantai dua. Dari balik batas teralis besi itu Joshua menampilkan dirinya. Matanya mengge
“Seret dia ke ruang mainku, sekarang!” Titah Joshua“Baik, Tuan.”Elliot membungkuk lalu segera pergi dari hadapan Joshua. Niat hati ingin beristirahat punah sudah, ada hal yang lebih menyenangkan untuk Joshua lakukan malam ini. Hidangan penutup untuk makan malamnnya.Sepertinya akan seru, Joshua berjalan keluar dari bangunan tempat Karina tinggal. Berjalan cukup jauh ke ujung jalan setapak, sebuah bangunan berukuran sedang yang sekilas terlihat seperti banguna rumah biasa, namun isi dalam rumah itu sangat menengangkan. Siapapun tidak akan bisa membayangkan, sudah barapa nyawa yang minta di ampuni di dalam ruangan itu.Bibir Joshua bersiul santai, kakinya menapak di ruangan. Pintu yang menjulang tinggi itu tertutup rapat setelah Joshua masuk ke dalam, pintu itu di jaga oleh dua orang algojo bertubuh besar. Tidak sembarang orang boleh datang. Tempat ini sama seperti penjara yang Joshua buat untuk menghabisi para tawanannya.Tempat ini hanya di peruntukkan para penghiatan di dalam mansi
Air hangat sudah tidak lagi menjadi obat untuk menenangkan diri. Semakin air itu mengenai permukaan kulit yang penuh guratan luka, sakit yang luar biasa langsung menyerbu ke sejujur tubuh. Tubuh ringkih itu bergetar, penuh amarah dan denam di dalamnya. “Segitu hinanya kah aku, sampai-sampai harus diperlakukan seperti ini?” Karina menatap langit-langit kamar mandi. Kepalanya ia sandarkan pada ujung bathtub dan tubuhnya sengaja ia tenggelam di dalam air hangat. “Akhh.” Kadang luka-luka itu terasa sangat perih ketika terkena sapuan gelombang kecil yang diakibatkan oleh pergerakannya. Di tangan kanannya ia menggenggam sebuah tusuk konde berwarna emas yang memiliki ujung yang tajam. Sudah berulang kali ia memikirkan hal ini, berulang kali juga ia meyakinkan diri. Jika bukan jalan ini, jalan seperti apa yang harus ia tempuh untuk mendapastkan keadilan. “Ma, Pah, tunggu Karin, ya.” *** Di lorong panjang menuju kamar Karina sangat ricuh. Para maid berbondong-bondong berlari menuju kama
Karina terbangun dari tidurnya. Wajahnya sangat pucat dan penuh dengan peluh. Kali ini mimpinya menjadi lebih buruk dari hari-hari sebelumnya. Bukan hanya tentang kecelakaan di masa lalu, ia juga melihat sosok yang tak asing di dalam mimpinya.“Lelah sekali.”Gia mengusap dahinya dengan punggung tangan. Ia melihat ke sekitar yang masih sepi. Langit juga belum terlalu terang. Ia melihat lengannya yang masih terpasang jaum infus. Dengan kasar ia mencabutnya dan membiarkan darah di tangannya menetes.Perlahan ia turun dari kasur, kakinya melangkah perlahan keluar dari dalam kamar. Kakinya menyusuri lorong panjang yang masih sangat sepi dari aktifitas orang-orang.“Nona?”Langkah Karina terhenti ketika mendengar suara tuan tangan kanan. Ia menoleh ke sumber suara. Elliot sedang duduk di sofa ruang tengah, ia sepertinya berjaga semalaman.Laki-laki itu berdiri, melangkah ringan ke arah Karina, raut wajahnya menggambarkan kekhawatiran yang besar. Elliot memperhatikan wajah Karina, tatapan w
Mari kita tarik undur dulu sebentar ke kejadian beberapa hari lalu saat Karina ditinggal begitu saja oleh Joshua setelah menghancurkannya untuk yang kesekian kalinya. Karina sungguh putus asa dengan hidupnya. Sekeras apapun ia mencoba untuk melawan, pada akhirnya ia akan dijatuhkan lagi oleh Joshua.Tidak mudah untuk mengumpulkan keberanian untuk melakukan hal itu. Melawan, bukanlah hal yang bisa Karina lakukan. Ia selalu hidup dalam tekanan dan selalu di tuntut untuk selalu menuruti perintah.Namun, kemalangan itu bukanlah akhir dari segalanya. Disaat Karina hampir putus asa dengan perjalanan hidunya. Secercah cahaya muncul dari kegelapan. Sebuah tangan mengulur kearahnya untuk memberikan pertolongan. Sebuah suara familiar menusuk indera pendengarannya dan membuat kepalanya mendongak ke atas.“Izinkan saya untuk patuh kepada Nona, saya berjanji akan menolong Nona dari segala macam penderitaan. Tolong izinan saya untuk patuh pada anda, Nona.”Apa yang sedang manusia gila ini bicaraka
“Aku ingin penampilanku jadi sorotan, aku akan menunjukkan kepada tuan sombong itu kalau aku ini sangat cantik dan penuh karisma.”Wanita bergaun indah itu memutar dirinya beberapa kali untuk melihat penampilan sempurnanya di depan cermin. Wajah cantik yang riasan yang sedikit mencolok, gaun panjang berwarna merah menyala dengan bagian dada yang sedikit terbuka mampu membuat dirinya puas.“Nona sangat menawan, mau pakai apapun Nona tetap jadi juaranya.” Sang kepala pelayan berucap dengan percaya diri, ia melihat sang majikan yang terus memandang dirinya yang sempurna di depan cermin besar.“Benar, aku selalu menawan, aku adalah putri tuan tuan Barnard yang paling cantik.”Rebecca Barnard adalah putri bungsu dari pengusaha ternama bernama Wiliams Barnard. Seorang putri yang selalu menjadi pusat perhatian dan rebutan kaum adam pada abad ini. Namun, walaupun begitu, ia sudah memantapkan hatinya untuk satu pria, Joshua Rionard Carrington.“Oh, ya, Tuan Carrington akan datang ke pesta mala
“AARRRGGHHH…!” Benda berbahan dasar kaca itu hancur lebur ketika menghantam dinding. Semua perabotan yang ada di ruangan itu dilempar ke sembarangan tempat. Hancur lembur tidak berbentuk. Para pelayanan hanya bisa menundukkan kepala, takut. Tidak ada yang berani melerai kemarahan dari sang majikan. “Arrghh! Joshua sialan. Akan ku bunuh dia.” Tangan Rebecca menggenggam kuat beling dari pecahan gelas. Ia menggenggamnya kuat sampai tidak sadar tangannya berlumuran darah. “Huh, bagaimana bisa dia melakukan ini padaku? Memangnya aku kurang apa? Aku lebih cantik dan mepesona dari wanita rendahan itu—Arrgh, sialan!” Rebecca kembali melempar benda-benda rawan pecah itu ke dinding dan lantai. Ia melampiaskan kemarahannya dengan sangat brutal. Sampai-sampai melukai dirinya sendiri. Rebecca diselimuti api kemarahan yang besar, ia tida segan menghancurkan apapun yang ada di hadapannya saat ini.“Tunggu saja, kau akan menjadi milikku, apapun yang terjadi. Kau harus jadi milikku, Joshua.” Re