Mata Karina terbuka, ia melihat sekitar yang sepi. Ia sendirian berada di dalam kamarnya. Ia kemudian mencoba mengingat-ingat bagaimana cara ia kembali ke kamar semalam.
“Kemarin aku ada di kolam dan— dan, ah, apa aku ketiduran saat berciuman dengan tuan?”
Karina mencoba menerka-nerka apa yang telah terjadi kemarin malam. Karena jujur saja Karina tidak mengingatnya. Ia mempunyai ingatan yang buruk.
“Ah, terserahlah.” Karina akhirnya menyerah.
Karina bangkit dari kasurnya, berjalan pelan menuju jendela kamar yang masih tertutup gorden. Ia membuka kain penutup jendela itu. Cahaya matahari pun langsung menyapanya dengan ramah.
“Indah sekali.” Karina tersenyum tipis, merasa sangat senang masih bisa melihat indahnya pagi.
Setelah puas memandangi indahnya pagi dari balik jendela ia pun berjalan keluar dari kamar. Ia tiba-tiba saja ingin keluar dan berjalan-jalan di taman. Taman itu sudah lama ia perhatikan, namun belum ada kesempatan untuk menginjakkan kaki di sana.
“Woah, bunganya banyak sekali.” Karina sangat bersemangat ketika melihat bunga-bunga itu tumbuh dengan baik.
Ia berjalan-jalan sambil melihat sekitar. Bunga-bunga yang di tanam sangat indah tersusun di sepanjang jalan setapak yang ia lalui.
Saat kakinya ingin berjalan lebih jauh, Karina terhenti karena seseorang berada di depannya menghalangi jalan. Joshua berdiri di sana dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana berbahan kain berwana cokelat gelap.
“Selamat pagi.” Pria itu menyapa dengan sangat ramah.
“Selamat pagi, Tuan.” Karina tidak kalah ramah menyapa tuannya itu
“Apa tidurmu nyenyak semalam?” Joshua berjalan mendekati Karina sampai ia berada tepat di hadapannya.
Karina menggaruk kepalanya pelan lalu menjawab, “Iya, saya tidur dengan nyenyak.” Ia tersenyum sangat segar di pagi hari ini.
Karina masih mencoba mengingat-ingat kejadian kemarin. Ia tidak mengingat bagian saat ia masuk kedalam kamar.
“Bagaimana dengan Tuan?” lanjutnya bertanya.
Joshua tersenyum tipis mendengar pertanyaan dari Karina yang polos bukan main itu. Tangannya mengusap lembut kepala Karina. Wanita itu tampak masih takut-takut dengannya, kelihatan saat Karina ingin di pegang kepalanya wanita itu seperti tertunduk takut.
Joshua menyadari itu, ia lalu menurunkan tangannya dan kembali memasukkannya ke dalam saku celana.
“Tidurku juga baik.” Lalu ia menjawab pertanyaan Karina.
Karina tersenyum lalu mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Joshua. Ia juga tersenyum kepada pria itu, sangat manis untuk di pandang.
“Ah, bagaimana saya kembali ke kamar semalam? Saya tidak ingat sama sekali.” Karina mengusap tengkuknya, canggung sekali.
“Saya yang membawamu ke kamar. Semalam kau tertidur saat berciuman.” Joshua tersenyum tipis diakhir ucapannya.
Pipi Karina bersemu merah. Tebakannya tepat sasaran, apa yang ia pikirkan ternyata benar.
Buat malu saja. Batin karina.
“Kau suka bunga?” Joshua mengalihkan pembicaraan, melihat seluruh bunga yang ada di taman belakang gedung mansionnya.
Karina mengangguk pelan, ia suka sangat suka bunga. Saat masih tinggal di rumah tantenya, ia mengurus banyak bunga milik tantenya di sana.
“Bunganya sangat indah.” Karina tidak bisa berhenti tersenyum ketika melihat bunga-bunga itu, masih mencoba melupakan pikiran memalukan itu.
“Mau berkeliling melihat bunga?” ajak Joshua, ia juga mengulurkan tangannya kepada Karina.
Wanita itu mengangguk lagi dan menyambut uluran tangan Joshua dengan senang hati. Walau masih ada rasa takut pada pria itu, ia mencoba untuk bersikap biasa saja agar tidak menimbulkan masalah.
Tangan Karina digenggam erat oleh Joshua. Keduanya berjalan di tengah-tengah kebun bunga yang sangat indah. Karina tidak bisa berhenti tersenyum, ia sangat menyukainya semua yang ada di hadapannya saat ini.
“Apa kau masih takut dengan saya?” Pertanyaan itu keluar dari mulut Joshua setelah beberapa saat mereka diam memandangi kebun bunga.
Karina tidak langsung menjawab, ia melirik Joshua terlebih dahulu. Seperti menimang kata-kata yang baik untuk ia ucapkan, takut nanti Joshua akan tersinggung karena ucapannya.
“Katakan saja! Aku tidak akan marah, Nona Elizabeth.”
Joshua menghentikan langkahnya dan berdiri di hadapan Karina. Ia melihat wajah wanitanya itu sangat polos dan lucu. Joshua hampir saja kelepasan untuk mencubit pipi Karina.
“Sebenarnya saya masih takut pada Tuan. Saya takut Tuan marah pada saya, seperti waktu itu.” Karina menundukkan kepala dan menekankan suaranya diakhir kalimat.
Joshua mengangguk pelan, ternyata pemikirannya benar. Karina masih takut padanya.
“Jangan takut pada saya, aku tidak akan menyiksamu lagi seperti kemarin. Kemarin itu saya terlalu emosi sampai-sampai melampiaskannya padamu. Maafkan saya.” Joshua berucap dengan nada yang lembut dan manis, ia juga tersenyum.
“Tapi Tuan,”
“Panggil aku Joshua saja, aku tidak terlalu suka di panggil tuan.” Joshua memotong ucapan Karina.
Joshua membungkuk sedikit dan berbisik di telinga Karina, “Kecuali saat di atas ranjang.” Ia lalu tersenyum penuh arti saat perlahan mundur dan melihat wajah Karina yang menegang karena ucapannya barusan.
“A-A-Ahh, begitu.” Karina tiba-tiba merasakan jantungnya berdegup sangat cepat.
“Panggil aku Joshua, dan aku akan memanggilmu Karina, bagaimana?”
Karina mengangguk mengerti, ia tersenyum tipis kepada tuannya itu lalu kembali menunduk. Rasanya masih belum terbiasa dengan perlakuan Joshua yang cukup manis ini. Ia masih terngiang kejadian saat di dalam ruangan pria itu.
Joshua menyadari hal itu, ia tau Karina tidak akan membuka hatinya dalam waktu singkat. Ia harus perlahan-lahan meyakinkan wanita itu kalau bersamanya akan terasa sangat aman dari apapun.
“Kau sudah sarapan?” tanya Joshua
“Belum, Tuan.” Karina menggeleng
“Joshua, jangan panggil aku Tuan!” Tegas Joshua.
Karina mengangguk cepat, “Baiklah, Joshua.”
“Good kitten.” Joshua mengusap kepala Karina lembut, ia tersenyum senang melihat kepatuhan wanitanya kepada dirinya.
Ia merasa bangga karena bisa dengan mudah menaklukan hati seorang wanita. Ia hanya perlu bersikap manis dan melakukan hal-hal kecil yang membuat para wanita jatuh ke dalam perangkapnya.
“Kau ingin makan apa nona manis?” tanya Joshua, ia sedikit membungkuk agar bisa melihat wajah Karina lebih dekat.
“Apa saja, saya tidak pilih-pilih makanan, kok.” Karina menjawab dengan suara yang sedikit bergetar, ia nampak gugup saat Joshua melihat wajahnya seperti itu.
“Kalau begitu, kita ke dapur utama. Kau pasti sudah lapar, kan?” Joshua menggenggam tangan Karina lebih erat lagi lalu menariknya pergi.
Karina hanya mengikuti langkah kaki Joshua yang lumayan besar. Untuk wanita berukuran seperti dirinya, ia sedikit sulit untuk mengimbangi langkah kaki sang tuaan.
Merasa langkah Karina tidak bisa mengimbanginya, Joshua pun dengan sigap langsung menggendong tubuh mungil itu tanpa persetujuan sama sekali dan membawanya ke dapur yang ia maksud.
Sesampainya di sana, Karina sedikit terkerjut karena sudah banyak maid dan juga kepala pelayan yang bersiap untuk menyambut kedatangan mereka berdua.
Karina sedikit malu karena ia sedang berada di dalam gendongan Joshua. Memang semua maid dan kepala pelayan tidak memperhatikan mereka, tetapi tetap saja Karina merasa sangat malu.
“Kita sudah sampai.” Joshua lalu mendudukkan Karina di sebuah kursi yang dekat dengannya.
Dengan senyum yang lebar Joshua mulai menyuruh para maid untuk melayani mereka. Semua orang langsung menyebar dan melakukan kegiatan menjamu mereka. Karina selalu dibikin terkejut, karena ia tidak terbiasa dengan semua ini. Lalu, setelah makan dihidangkan di atas meja. Joshua menyuruh mereka semua pergi karena menyadari ketidak nyamanan Karina.
“Kalian boleh pergi.”
Lalu semua orang langsung pergi dengan barisan yang rapi. Karina lagi-lagi di buat kagum. Adegan ini persis seperti adegan di drama-drama berlatar belakang anak orang kaya yang selalu di layani dengan para maidnya. Seperti adegan sekarang ini.
“Sekarang kau bisa makan dengan nyaman.” Joshua memulai kegiatan makannya dan diikuti oleh Karina.
“Baik, selamat makan.” Karina tersenyum tipis, berusaha sebaik mungkin untuk menampilkan sisi baiknya pada Joshua.
Kegiatan makan mereka sangat hening, Karina sangat fokus dengan makanannya dan Joshua fokus memperhatikan Karina dari samping. Ia terus tersenyum diam-diam, ia suka melihat Karina yang makan dengan penuh hati-hati dan menghayati setiap makanan yang masuk ke dalam mulutnya.
“Ada yang menempel.” Tiba-tiba Joshua mengulurkan tangannya dan mengusap sudut bibir Karina dengan lembut.
Karina terkejut, mulutnya masih penuh dengan makanannya. Ia terhenti dan langsung menoleh ke arah Joshua dengan mata yang terbelalak.
“Bibirmu, ada saus yang menempel,” ucap Joshua sambil tersenyum.
“Kau mengejutkanku, Josh.” Karina mengedipkan matanya berulang kali.
“Maaf, kau bisa lanjut makan lagi.”
Karina dengan tubuh yang masih kaku mencoba kembali fokus dengan makanannya, namun otaknya sudah sepenuhnya rusak karena sikap manis yang Joshua berikan padanya, hilang sudah image jahat Joshua dikepalanya.
Sementara itu, Joshua masih memperhatikan Karina. Tiba-tiba saja ia memilliki hasrat untuk menyentuh wanita itu. Ia tidak bisa menahan dirinya lebih lama. Karina sangat menggoda di matanya. Walau ia memakai pakaian yang tertup, itu tidak menghilangkan fantasi gila dalam otak Joshua. Ia malah lebih bergairah dengan wanitanya ini.
Joshua menurunkan alat makannya dan mulai meraba paha Karina. Sontak Karina terkejut dan kembali melihat ke arah Joshua. Kali ini mulutnya sudah tidak penuh dengan makan.
“Josh,”
Baru Karina ingin melayangkan sebuah protes, Joshua sudah lebih dulu membungkam mulutnya dengan sebuah ciuman panas.
Karina terdiam dengan mata yang melotot. Tangan Joshua mulai mengusap pipi wanitanya dengan sangat lembut.
Karina dibuat mabuk oleh sentuhan Joshua, sampai-sampai ia dengan suka rela mengalungkan tangannya ke leher lelaki itu.
“Aku suka dengan kenakalanmu, Nona manis.” Joshua tersenyum tipis, mengamati setiap inci wajah Karina.
“Maafkan aku, Joshua.” Karina mengalihkan pandangannya ke sebelah kanan, merasa sangat malu.
Joshua menggeleng pelan, “Tidak perlu minta maaf, aku suka.”
Bibir Joshua bersiap untuk mencium Karina lagi, namun derap langkah cepat itu mengganggu pendengarannya. Joshua langsung melihat ke arah kanan dan mendapati tuan tangan kanan dengan tergesa-gesa menghampirinya.
“Maaf menggangu, Tuan.”
“Ada apa?” Joshua menjauh dari Karina perlahan, wanita itu langsung menutup mulutnya dengan telapak tangan, merasa sangat malu.
“Ada sedikit masalah di pabrik.”
“Masalah apa?”
“Mr.Hong, membuat keributan di sana.”
Tangan Joshua mengepal seketika. Sebenarnya Joshua tidak suka diganggu, namun ini adalah masalah yang penting jadi ia harus segera berdiri dan pergi.
“Maafkan aku, aku harus pergi.” Joshua mengusap kepala Karina.
“Hmm, baiklah, Josh.” Karina menganggukkan kepalanya, masih menutup mulut dengan telapak tangannya.
“Maaf meninggalkanmu makan sendirian di sini,” lanjutnya.
Karina mengangguk pelan sebagai jawaban, sesungguhnya ia masih terkejut dengan ciuman dadakan yang Joshua lakukan padanya. Hal itu tidak pernah ia prediksi sebelumnya.
“Aku pergi dulu.”
Setelah berpamitan, Joshua pun pergi meninggalkan Karina di ruang makan sendirian dengan jantung yang hampir copot karena kegiatan singkat namun panas itu.
“Di mana Boss kalian? Kembalikan semua uangku, kembalikan!” Seorang pria paruh baya tengah mengamuk di tengah-tengah keramaian, ia mengancam dengan pisau dan juga jerigen 30 liter berisi bensin yang ia pegang di tangan kirinya. Ia berteriak tanpa henti seperti orang yang terkena gangguan jiwa. “Carrington, tunjukkan mukamu! Bajingan sialan, kembalikan semua uangku! Kau penipu, Carrington.” Orang-orang mencoba melerainya tetapi satu pun tidak ada yang berhasil. Pria paruh baya itu terus berteriak marah sambil mengayunkan pisaunya dan jerigen bensin berukuran 30 liter yang ia pegang. Beberapa orang dari divisi keamaan juga mencoba melerai, namun selalu saja gagal karena pria tua itu menyiram mereka dengan bensin dan mengancam akan membakar mereka jika berani mendekat. “Waah, kau membuat keributan di sini dan membuat karyawan-karyawanku tidak bisa bekerja, tuan Hong.” Sebuah suara terdengar dari lantai dua. Dari balik batas teralis besi itu Joshua menampilkan dirinya. Matanya mengge
“Seret dia ke ruang mainku, sekarang!” Titah Joshua“Baik, Tuan.”Elliot membungkuk lalu segera pergi dari hadapan Joshua. Niat hati ingin beristirahat punah sudah, ada hal yang lebih menyenangkan untuk Joshua lakukan malam ini. Hidangan penutup untuk makan malamnnya.Sepertinya akan seru, Joshua berjalan keluar dari bangunan tempat Karina tinggal. Berjalan cukup jauh ke ujung jalan setapak, sebuah bangunan berukuran sedang yang sekilas terlihat seperti banguna rumah biasa, namun isi dalam rumah itu sangat menengangkan. Siapapun tidak akan bisa membayangkan, sudah barapa nyawa yang minta di ampuni di dalam ruangan itu.Bibir Joshua bersiul santai, kakinya menapak di ruangan. Pintu yang menjulang tinggi itu tertutup rapat setelah Joshua masuk ke dalam, pintu itu di jaga oleh dua orang algojo bertubuh besar. Tidak sembarang orang boleh datang. Tempat ini sama seperti penjara yang Joshua buat untuk menghabisi para tawanannya.Tempat ini hanya di peruntukkan para penghiatan di dalam mansi
Air hangat sudah tidak lagi menjadi obat untuk menenangkan diri. Semakin air itu mengenai permukaan kulit yang penuh guratan luka, sakit yang luar biasa langsung menyerbu ke sejujur tubuh. Tubuh ringkih itu bergetar, penuh amarah dan denam di dalamnya. “Segitu hinanya kah aku, sampai-sampai harus diperlakukan seperti ini?” Karina menatap langit-langit kamar mandi. Kepalanya ia sandarkan pada ujung bathtub dan tubuhnya sengaja ia tenggelam di dalam air hangat. “Akhh.” Kadang luka-luka itu terasa sangat perih ketika terkena sapuan gelombang kecil yang diakibatkan oleh pergerakannya. Di tangan kanannya ia menggenggam sebuah tusuk konde berwarna emas yang memiliki ujung yang tajam. Sudah berulang kali ia memikirkan hal ini, berulang kali juga ia meyakinkan diri. Jika bukan jalan ini, jalan seperti apa yang harus ia tempuh untuk mendapastkan keadilan. “Ma, Pah, tunggu Karin, ya.” *** Di lorong panjang menuju kamar Karina sangat ricuh. Para maid berbondong-bondong berlari menuju kama
Karina terbangun dari tidurnya. Wajahnya sangat pucat dan penuh dengan peluh. Kali ini mimpinya menjadi lebih buruk dari hari-hari sebelumnya. Bukan hanya tentang kecelakaan di masa lalu, ia juga melihat sosok yang tak asing di dalam mimpinya.“Lelah sekali.”Gia mengusap dahinya dengan punggung tangan. Ia melihat ke sekitar yang masih sepi. Langit juga belum terlalu terang. Ia melihat lengannya yang masih terpasang jaum infus. Dengan kasar ia mencabutnya dan membiarkan darah di tangannya menetes.Perlahan ia turun dari kasur, kakinya melangkah perlahan keluar dari dalam kamar. Kakinya menyusuri lorong panjang yang masih sangat sepi dari aktifitas orang-orang.“Nona?”Langkah Karina terhenti ketika mendengar suara tuan tangan kanan. Ia menoleh ke sumber suara. Elliot sedang duduk di sofa ruang tengah, ia sepertinya berjaga semalaman.Laki-laki itu berdiri, melangkah ringan ke arah Karina, raut wajahnya menggambarkan kekhawatiran yang besar. Elliot memperhatikan wajah Karina, tatapan w
Mari kita tarik undur dulu sebentar ke kejadian beberapa hari lalu saat Karina ditinggal begitu saja oleh Joshua setelah menghancurkannya untuk yang kesekian kalinya. Karina sungguh putus asa dengan hidupnya. Sekeras apapun ia mencoba untuk melawan, pada akhirnya ia akan dijatuhkan lagi oleh Joshua.Tidak mudah untuk mengumpulkan keberanian untuk melakukan hal itu. Melawan, bukanlah hal yang bisa Karina lakukan. Ia selalu hidup dalam tekanan dan selalu di tuntut untuk selalu menuruti perintah.Namun, kemalangan itu bukanlah akhir dari segalanya. Disaat Karina hampir putus asa dengan perjalanan hidunya. Secercah cahaya muncul dari kegelapan. Sebuah tangan mengulur kearahnya untuk memberikan pertolongan. Sebuah suara familiar menusuk indera pendengarannya dan membuat kepalanya mendongak ke atas.“Izinkan saya untuk patuh kepada Nona, saya berjanji akan menolong Nona dari segala macam penderitaan. Tolong izinan saya untuk patuh pada anda, Nona.”Apa yang sedang manusia gila ini bicaraka
“Aku ingin penampilanku jadi sorotan, aku akan menunjukkan kepada tuan sombong itu kalau aku ini sangat cantik dan penuh karisma.”Wanita bergaun indah itu memutar dirinya beberapa kali untuk melihat penampilan sempurnanya di depan cermin. Wajah cantik yang riasan yang sedikit mencolok, gaun panjang berwarna merah menyala dengan bagian dada yang sedikit terbuka mampu membuat dirinya puas.“Nona sangat menawan, mau pakai apapun Nona tetap jadi juaranya.” Sang kepala pelayan berucap dengan percaya diri, ia melihat sang majikan yang terus memandang dirinya yang sempurna di depan cermin besar.“Benar, aku selalu menawan, aku adalah putri tuan tuan Barnard yang paling cantik.”Rebecca Barnard adalah putri bungsu dari pengusaha ternama bernama Wiliams Barnard. Seorang putri yang selalu menjadi pusat perhatian dan rebutan kaum adam pada abad ini. Namun, walaupun begitu, ia sudah memantapkan hatinya untuk satu pria, Joshua Rionard Carrington.“Oh, ya, Tuan Carrington akan datang ke pesta mala
“AARRRGGHHH…!” Benda berbahan dasar kaca itu hancur lebur ketika menghantam dinding. Semua perabotan yang ada di ruangan itu dilempar ke sembarangan tempat. Hancur lembur tidak berbentuk. Para pelayanan hanya bisa menundukkan kepala, takut. Tidak ada yang berani melerai kemarahan dari sang majikan. “Arrghh! Joshua sialan. Akan ku bunuh dia.” Tangan Rebecca menggenggam kuat beling dari pecahan gelas. Ia menggenggamnya kuat sampai tidak sadar tangannya berlumuran darah. “Huh, bagaimana bisa dia melakukan ini padaku? Memangnya aku kurang apa? Aku lebih cantik dan mepesona dari wanita rendahan itu—Arrgh, sialan!” Rebecca kembali melempar benda-benda rawan pecah itu ke dinding dan lantai. Ia melampiaskan kemarahannya dengan sangat brutal. Sampai-sampai melukai dirinya sendiri. Rebecca diselimuti api kemarahan yang besar, ia tida segan menghancurkan apapun yang ada di hadapannya saat ini.“Tunggu saja, kau akan menjadi milikku, apapun yang terjadi. Kau harus jadi milikku, Joshua.” Re
Kaki jenjang Joshua melangkah menyusuri koridor rumah sakit di tengah malam. Langkah kakinya yang santai itu terlihat seolah ia tidak mengkhawatirkan apapun kondisi yang akan menantinya di hadapan.Sampai pada di mana ia tiba di sebuah kamar VVIP yang sudah di hadiri banyak orang yang tengah berduka. Orang-orang tampak bersedih, mereka menangis dan saling berpelukan untuk menguatkan satu sama lain.Namun, Joshua bisa melihat kalau tangisan itu adalah tangisan palsu. Tidak ada yang tulus mencintainya, mengingat perilakunya semasa hidup sangatlah buruk. Tidak ada kesan baik yang ia tinggalkan kecuali hartanya yang melimpah ruah.“Kau sudah datang?” Seseorang menepuk pundak Joshua pelan. Seorang laki-laki memakai setelan jas hitam, berwajah lonjong dengan mata sedikit sipit, kalau tidak salah dia adalah kakak Joshua dari ibu yang bebeda.Joshua menoleh sinis, ia tidak suka di sentuh oleh siapapun kecuali oleh orang yang ia cintai. Tangan itu pun menjauh, merasa tidak nyaman dengan tatapa