Alpha tersentak kala ponsel di sakunya berdering. Malam ini Alpha menjaga Gani sendirian. Derma sudah pamit pulang beberapa jam yang lalu. Katanya ada kerjaan dan deadline besok pagi. Sedangkan mama baru bisa datang besok pagi karena malam ini masih terjebak macet sehabis menghadiri acara di rumah temannya. Sekarang Gani hanya punya Alpha. Bocah kecil itu sudah cukup membaik. Sudah bisa diajak bicara, meski kala tidur masih mengigau. Kini anak itu terlelap setelah menangis karena tiba-tiba ingin bertemu dengan mamanya yang entah berada di mana. Ponsel Alpha berdering lagi. Alpha sengaja tidak menjawab panggilan tersebut karena berasal dari nomor tidak di kenal. Panggilan kedua masih Alpha abaikan. Panggilan ketiga tetap tak Alpha hiraukan. Hingga pada panggilan keempat, kesabaran Alpha habis. Gani bisa terbangun jika ponsel itu dibiarkan terus berdering nyaring."Apa di rumah anda tidak ada jam? Ini waktunya istirahat. Tidak sopan menelvon pada jam istirahat!" Tanpa basa-basi, Alpha
Saras bergabung di meja makan untuk sarapan bersama. Disusul Bastian yang datang terakhir. Mama dan Aderion sudah lebih dulu di sana, menyantap sarapan mereka tanpa peduli dengan kedatangan Saras. Toh wanita itu tidak pernah menyukainya sejak semua harta Saras habis. Wanita yang dulu mengaku sebagai fans beratnya itu mendadak berubah menjadi musuh yang menginginkan dirinya mati. Ya, banyak hal buruk yang Saras alami sejak perusahaannya gugur. Semua kesalahan dilimpahkan padanya. Hidup mama sial karena Saras. Papa meninggalkan mereka juga karena Saras. Bahkan ketika Aderion terkena kasus kekerasan, Saras juga yang jadi penyebabnya. Padahal Saras tidak melakukan apapun. Dia hanya diam, menerima segala pukulan dan cacian dari mereka.Bastian memberikan piring berisi nasi goreng pada Saras usai mengambil untuk dirinya sendiri. Tersenyum. Bastian menyuruh Saras sarapan. Saras menurut dan menikmati sarapan dalam kesunyian meja makan. "Bang, gue minta uang buat beli vespa baru ya? 10 juta a
"Kamu cantik," puji Bastian kala Saras melangkah menuruni tangga. Mengenakan dress selutut berwarna putih gading dengan rambut di sanggul dan anting yang menggantung di kedua telinga perempuan itu membuatnya terlihat seperti bintang di mata Bastian. Saras menatap Bastian yang menunggunya di ujung tangga. Pria itu mengenakan jas hitam dengan printilan senada. Rambut di tata rapi dengan sisa helaian yang jatuh di dahinya. Bastian tampak tampan. Ya, dia akan terlihat tampan jika tidak banyak tingkah. Bastian mengulurkan tangan kala Saras tiba di ujung tangga. Berlagak seperti pangeran. Saras menerima uluran tangan Bastian, lalu mereka melangkah bergandengan menuju pintu utama. Bastian berkali-kali menoleh untuk menatap wajah Saras. Berkali-kali juga tersenyum, membuat jantung Saras berdetak cepat tanpa seizinnya. Sejujurnya, Saras masih mencintai Bastian. Bahkan ketika Bastian membencinya dan berkali-kali memberikan luka di tubuh dan hatinya, Saras masih tidak bisa melupakan pria itu.
Suami saya.Alpha yang tak sengaja menyaksikan konferensi pers itu melalui layar kaca hanya bisa terdiam. Lalu terkekeh miris, merasa hina karena telah dibohongi oleh perempuan itu. Katanya dia sedang berada di kampungnya, bersama ibunya. Namun nyatanya dia kembali ke rumah Bastian. Berdiri di atas podium dengan senyum lebar seakan ia benar-benar pulang ke tempat yang tepat.Alpha merasa kecewa. Dia berusaha melindungi Saras agar tidak kembali jatuh pada lubang yang sama. Namun naasnya, perempuan itu malah berdiri di sebelah Bastian dengan senyum lebar. Dia tampak menikmati suara riuh dari wartawan. Dia juga tampak tak masalah ketika kamera membawanya tampil di layar kaca. Alpha jadi heran, apa sebenarnya yang terjadi pada perempuan itu. Apa dia benar-benar mengalami kekerasan dalam rumah tangga? Atau itu hanya sebuah permainan yang digunakan untuk menjebak orang-orang? Entahlah, Alpha tidak bisa berpikir jernih sekarang. Dadanya sesak melihat Bastian dan Saras kembali bersama.Lantas
"Papa kenapa di sini?" Alpha menoleh, menemukan Gani berjalan mendekat. Alpha pikir Gani sudah tidur, makanya dibiarkan anak itu berada di dalam rumah sendirian. Namun nyatanya, mata Gani masih segar. Malam ini Alpha mendadak buntu. Dia tidak bisa menyelesaikan pekerjaannya. Membaca berkas serta file-file yang menumpuk di laptopnya hanya membuat kepala Alpha semakin pusing. Biasanya kalau sudah pusing dan tidak tau harus memulai dari mana, Alpha duduk di pinggir kolam berenang. Melihat air tak beriak serta pantulan cahaya bulan. Rasanya menenangkan. Sepi, hanya ada Alpha sendiri. Tapi kini dia tak lagi sendiri. Di sebelahnya ada Gani yang turut mencelupkan kakinya di kolam. "Kenapa ke sini? Nanti Gani masuk angin." Alpha mengusap rambut Gani yang berantakan. Gani menatap kolam. "Gani nggak bisa tidur kalau sendirian. Papa nggak mau bacain Gani dongeng?" Alpha terdiam. Semenjak Saras tidak ada, Gani kekurangan perhatian. Alpha hanya sebatas mengantar anak itu ke taman kana
Rutinitas Saras selama berada di rumah Bastian tak ada bedanya saat berada di rumah Alpha. Pada pagi hari, Saras akan sibuk di dapur, menyiapkan sarapan dan berbagai makanan yang biasa keluarga ini makan saat sarapan. Usai memasak, makanan tersebut Saras tata di meja makan. Ada nasi goreng, susu untuk mama dan Aderion, buah sebagai pencuci mulut dan teh hangat untuk Bastian. Ketika semua pekerjaan selesai, Saras kembali ke dapur. Merapikan peralatan masak yang berantakan, membersihkan kotoran yang menempel di kompor dan lainnya. Intinya, Saras tidak ikut sarapan bersama mereka. Lebih tepatnya kala Bastian tidak ikut sarapan di meja makan. Pagi ini pria itu bangun sedikit terlambat. Saras tidak tega membangunkannya. Biarkan dia bangun sendiri."Kamu kenapa nggak bangunin saya?" tanya Bastian yang tengah melangkah menuruni tangga. Wajahnya kusut, rambutnya acak-acakan, mengucek mata lalu menguap. Saras menatap Bastian yang sudah berdiri di hadapannya. "Aku nggak tega bangunin kamu."Ba
Interaksi Alpha dan Saras saat berada di lift terekam oleh kamera cctv. Bastian menonton rekaman tersebut melalui layar komputer di ruangannya. Tangan Bastian mengepal melihat keakraban kedua manusia itu. Terlebih lagi Saras seperti merasa bersalah karena telah meninggalkan Alpha , seolah-olah kembali pada Bastian adalah keputusan yang paling buruk. Rasanya posisi Bastian tergeser oleh kehadiran Alpha dan Bastian tidak menyukainya. Karyawan rendahan yang bekerja di industri kreatif itu tidak ada apa-apanya dibanding dirinya. Bastian tidak ingin kalah dari orang di bawahnya. Lagipula ada perlu apa Alpha mengunjungi kantornya? Alpha bukan bagian dari perusahaan ini."Tamu-tamu kita sudah menunggu di ruangan meeting, pak," ucap Fiona.Alpha menatap perempuan itu. Fiona. Susah lama Bastian tak menyapanya. "Dimana Saras?" tanya Bastian melangkah mendekati Fiona."Sudah berada di ruangan meeting, pak. Dia datang bersama pak Rafi," jawab Fiona menundukkan kepalanya kala Bastian berdiri di
"Kamu sudah tidak punya apa-apa! Jangan belagu! Anak saya juga sudah tak menginginkan kamu!""Ayolah, Bastian nggak bakal tau kalau kita tidur berdua.""Dasar jalang! Bisa-bisanya kamu memfitnah adik saya! Dia tidak mungkin berbuat demikian kalau bukan kamu yang memancing!"Plak!Buagh!"Jangan coba-coba kabur!""Hahahah! Nggak bakal ada yang percaya sama kamu, kak.""Mati saja kamu! Saya tidak akan membiarkan kamu meninggalkan rumah ini dalam keadaan bernyawa! Dasar manantu sialan! Suami saya mati juga karena kamu kan?! Dasar tidak tau diri!"Mimpi itu lagi. Saras terjaga, menatap sekeliling toko yang sudah ramai oleh orang lalu lalang. Ia lagi-lagi ketiduran di tempat ini. Di sebuah toko, di depan jalanan umum. Saras segera beranjak, melangkah pergi. Ia bisa tertangkap jika terus-terusan berada di tempat ramai. Melangkah secepat mungkin tanpa tau kemana arahnya.Dua hari sudah Saras menjadi gelandangan. Ia memutuskan kabur dari rumah. Ibu mertua, adik ipar bahkan suaminya tidak bisa