Mengalami kekerasan dalam rumah tangga, dihina mertua, hingga dilecehkan oleh adik iparnya sendiri, membuat Saras akhirnya menyerah. Dia pun tak punya tempat tinggal ataupun uang. Suatu ketika, ada seseorang menawarkan pekerjaan padanya untuk menjadi pembantu di sebuah rumah di perkomplekan elit. Saras pun setuju. Namun ternyata, hidup Saras berubah 180 derjat setelah tau siapa pemilik dari rumah megah tersebut: mantannya yang kini juga jadi duda?!
View More"Kamu cantik," puji Bastian kala Saras melangkah menuruni tangga. Mengenakan dress selutut berwarna putih gading dengan rambut di sanggul dan anting yang menggantung di kedua telinga perempuan itu membuatnya terlihat seperti bintang di mata Bastian. Saras menatap Bastian yang menunggunya di ujung tangga. Pria itu mengenakan jas hitam dengan printilan senada. Rambut di tata rapi dengan sisa helaian yang jatuh di dahinya. Bastian tampak tampan. Ya, dia akan terlihat tampan jika tidak banyak tingkah. Bastian mengulurkan tangan kala Saras tiba di ujung tangga. Berlagak seperti pangeran. Saras menerima uluran tangan Bastian, lalu mereka melangkah bergandengan menuju pintu utama. Bastian berkali-kali menoleh untuk menatap wajah Saras. Berkali-kali juga tersenyum, membuat jantung Saras berdetak cepat tanpa seizinnya. Sejujurnya, Saras masih mencintai Bastian. Bahkan ketika Bastian membencinya dan berkali-kali memberikan luka di tubuh dan hatinya, Saras masih tidak bisa melupakan pria itu.
Saras bergabung di meja makan untuk sarapan bersama. Disusul Bastian yang datang terakhir. Mama dan Aderion sudah lebih dulu di sana, menyantap sarapan mereka tanpa peduli dengan kedatangan Saras. Toh wanita itu tidak pernah menyukainya sejak semua harta Saras habis. Wanita yang dulu mengaku sebagai fans beratnya itu mendadak berubah menjadi musuh yang menginginkan dirinya mati. Ya, banyak hal buruk yang Saras alami sejak perusahaannya gugur. Semua kesalahan dilimpahkan padanya. Hidup mama sial karena Saras. Papa meninggalkan mereka juga karena Saras. Bahkan ketika Aderion terkena kasus kekerasan, Saras juga yang jadi penyebabnya. Padahal Saras tidak melakukan apapun. Dia hanya diam, menerima segala pukulan dan cacian dari mereka.Bastian memberikan piring berisi nasi goreng pada Saras usai mengambil untuk dirinya sendiri. Tersenyum. Bastian menyuruh Saras sarapan. Saras menurut dan menikmati sarapan dalam kesunyian meja makan. "Bang, gue minta uang buat beli vespa baru ya? 10 juta a
Alpha tersentak kala ponsel di sakunya berdering. Malam ini Alpha menjaga Gani sendirian. Derma sudah pamit pulang beberapa jam yang lalu. Katanya ada kerjaan dan deadline besok pagi. Sedangkan mama baru bisa datang besok pagi karena malam ini masih terjebak macet sehabis menghadiri acara di rumah temannya. Sekarang Gani hanya punya Alpha. Bocah kecil itu sudah cukup membaik. Sudah bisa diajak bicara, meski kala tidur masih mengigau. Kini anak itu terlelap setelah menangis karena tiba-tiba ingin bertemu dengan mamanya yang entah berada di mana. Ponsel Alpha berdering lagi. Alpha sengaja tidak menjawab panggilan tersebut karena berasal dari nomor tidak di kenal. Panggilan kedua masih Alpha abaikan. Panggilan ketiga tetap tak Alpha hiraukan. Hingga pada panggilan keempat, kesabaran Alpha habis. Gani bisa terbangun jika ponsel itu dibiarkan terus berdering nyaring."Apa di rumah anda tidak ada jam? Ini waktunya istirahat. Tidak sopan menelvon pada jam istirahat!" Tanpa basa-basi, Alpha
Gani ternyata demam. Padahal sepulang sekolah anak itu masih baik-baik saja. Masih bisa tersenyum dan tertawa meski tak seriang biasanya karena masih sedih atas kepergian Saras. Namun pada malam itu, suhu tubuh Gani naik drastis. Tubuhnya panas, pipinya memerah dan anak itu mengigau, memanggil "mama."Alpha langsung membawa Gani ke rumah sakit saat itu juga. Derma juga ikut menjadi sopir. Malam itu tidak ada yang Alpha khawatirkan selain Gani yang tak kunjung sadar kala Alpha panggil. Dia terus menyerukan kata mama dengan suara nyaris berbisik.Setibanya di rumah sakit, Gani langsung di bawa ke unit gawat darurat untuk diperiksa oleh dokter. Sedangkan Alpha dan Derma menunggu dengan cemas di depan ruangan. "Anak bapak mengalami alergi parah. Sebelumnya apakah bapak tau apa yang putra bapak makan?" ucap dokter yang memeriksa Gani.Seharian Gani berada di taman kanak-kanak, tidak berada di bawah pengawasan Alpha. Dia jelas menggelengkan kepala karena tidak tau apa yang putranya makan s
Kehadiran Saras di rumah Bastian tidak dinantikan dan tidak diinginkan. Saras dapat melihat dari wajah masam mama dan senyum sinis adik iparnya kala Bastian membawa Saras makan bersama di ruang makan. Mereka terlihat sangat membenci Saras. Namun dengan alasan yang tidak bisa dimengerti, mereka mati-matian mencari Saras ketika dia pergi meninggalkan rumah ini. Saras tidak akan melaporkan kejahatan mereka jika itu yang ditakutkan. Seharusnya mereka berdamai dan melupakan semuanya. Masalah selesai dan Saras bisa hidup dengan tenang.Namun sayangnya, manusia dengan mata tajam itu tak pernah mau menyudahi. Mereka tetap ingin menjadi iblis yang menyiksa Saras sampai mati. Begitulah sekiranya janji mereka terhadap Saras. Aneh. Saras yang hancur, Saras yang kehilangan semua masa jayanya dan Saras pula yang disalahkan. Entahlah, ingin mengeluh bahwa dunia tidak adil, tapi Saras masih diberi napas untuk bisa membalas mereka. Itu adalah salah satu bentuk keadilan yang tidak ingin Saras terima.
Alpha menatap Gani yang duduk di sebelahnya. Begitu pula dengan Gani, menatap papanya sembari menikmati es krim yang mereka beli sewaktu Alpha menjemput Gani ke sekolah. Ini sebetulnya belum jam pulang Gani. Namun entah kenapa Alpha merasa tidak tenang dan khawatir hingga memutuskan untuk menjemput Gani lebih cepat. "Tante Saras udah sampai di rumahnya pa?" tanya Gani setelah diam-diaman dengan Alpha yang belum juga mengalihkan tatapannya dari Gani.Alpha mengedikkan bahunya. "Nggak tau.""Emangnya nggak papa telvon?" tanya Gani pula."Nggak diangkat," jawab Alpha seraya memalingkan wajahnya dari Gani. Kini tatapannya tertuju pada layar laptop yang menampilkan rekaman cctv pagi tadi. Alpha diam sejenak. Dia betulan telah menelvon Saras. Lima kali, tapi tak diangkat. Pada panggilan keenam, nomor Saras tiba-tiba tidak bisa dihubungi. Alpha tidak ingin langsung menduga-duga. Mungkin saja tidak ada sinyal di kampung Saras, makanya telvon dari Alpha tidak dijawab. Untuk saat ini Alpha ti
Alpha mendadak merasa gelisah. Tidak tau apa sebabnya, Alpha tidak bisa fokus bekerja. Beberapa kali Alpha salah memasukkan data dan berkali-kali pula dia menjawab pertanyaan Derma dengan jawaban yang melenceng. Dia teringat dengan Saras yang tak kunjung memberikan kabar mengenai perjalanan pulangnya. Empat jam telah berlalu dari jam keberangkatan dan belum ada kabar dari Saras."Alpha!! Ini Saras siapa?" Derma menatap Alpha frustasi. Kepalanya pusing membaca data yang telah diinput oleh Alpha. Tidak ada yang benar.Alpha mengusap wajahnya. Dia benar-benar kehilangan fokus karena Saras. Dia tidak khawatir, hanya saja Alpha merasa tidak fokus. Mengingat ucapan Derma perihal orang yang memata-matai rumahnya, Alpha jadi semakin tidak tenang. Alpha takut orang-orang itu adalah bagian dari Bastian. Alpha tidak ingin perempuan itu kembali jatuh di genggaman manusia kejam seperti Bastian. Alpha hanya tidak ingin Saras kembali merasa sakit."Lo kenapa sih, Alpha? Sakit? Lagi jatuh cinta lo sa
Saras turun dari taxi sembari menyeret koper yang isinya tak seberapa. Sembari terus mempertahankan topengnya, Saras membawa kopernya menaiki bus umum yang sudah menunggu di halte. Kebetulan jam keberangkatannya sebentar lagi. Saras hanya perlu duduk sebentar, lalu bus akan meninggalkan terminal. Terminal pagi itu cukup ramai. Bus juga penuh. Mungkin memang banyak yang ingin pulang kampung. Saras duduk di dekat jendela. Sedangkan di sebelahnya masih kosong. Mungkin pemiliknya belum datang. Saras tidak terlalu peduli selama tidak ada yang mengganggunya."Ini kursi 35 ya?"Saras menoleh, menatap seorang pria yang berdiri di sebelah kursi kosong tersebut. Saras terdiam, lalu mengangguk. "Iya."Pria tersebut tersenyum kecil seraya duduk di kursi kosong tersebut. "Saya duduk di sini ya."Saras merespon dengan anggukkan dan senyuman tipis. Kemudian kembali mengarahkan kepalanya pada kaca jendela mobil. Dia menyenderkan kepalanya di sana dan pikirannya mulai melayang pada Alpha dan Gani. Ap
Saras benar-benar akan meninggalkan rumah Alpha. Meski hanya beberapa hari, Alpha merasa tidak rela ditinggal pergi oleh pembantu yang serba salah di matanya itu. Ingin menahan Saras agar tidak pergi, nanti perempuan itu besar kepala karena tau Alpha tidak ingin ditinggal. Yasudah, Alpha diam saja dengan rasa gengsinya. Menatap Saras yang sedang menata sarapan untuk terakhir kalinya di rumah ini. "Pak Alpha kok masih pakai baju tidur?" tanya Saras menatap Alpha. Pria itu bangun satu jam yang lalu. Duduk di meja makan dengan wajah kusut, khas bangun tidur. Memperhatikan Saras yang menyiapkan sarapan, lalu sesekali menegur Saras kala ada kesalahan yang tampak di mata Alpha. "Kenapa?" nadanya langsung sewot.Saras menyipitkan mata. Bukan Alpha namanya kalau tidak membuat Saras kesal. Padahal Saras bertanya baik-baik. "Nggak ke kantor?""Perlu saya jawab?"Saras menghela napas, lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Nggak usah."Alpha meraih satu lembar roti tawar. Melirik jam dinding, te
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.