Share

Bab 3

"Saya beneran boleh kerja di sini, mas?"

Mungkin pertanyaan barusan sudah ditanyakan untuk ke enam kalinya sejak kepergian mama dari rumah. Tadi mama Alpha datang, mendiskusikan perihal Saras. Katanya Alpha tidak bisa hidup berdua dengan Gani. Anak kecil itu butuh teman bermain, teman bercerita sedangkan Alpha sibuk bekerja dan sering pulang larut malam. Gani juga butuh perhatian. Harus ada satu orang yang memperhatikan jadwal Gani. Dimulai dari bangun hingga bangun lagi di keesokan harinya.

Alpha meminta mama saja yang menjaga Gani, tapi wanita itu menolak. Ia juga sibuk, tour ke sana kemari bersama komunitas travelingnya. Ya, semenjak ditinggal papa, mama tidak pernah betah duduk di rumah. Paling hanya empat hari, lalu esoknya pergi lagi.

Alhasil, dengan sangat amat terpaksa, Alpha menerima Saras menjadi pembantu di rumahnya. Tentu saja tidak cuma-cuma. Alpha memberikan beberapa syarat yang harus Saras sanggupi jika memang ingin bekerja di rumah ini.

"Jangan bikin saya berubah pikiran."

Saras menundukkan kepalanya. "Maaf."

"Kamu ingat kan dengan syarat yang sudah saya sampaikan?" Alpha menatap Saras.

"Ingat," sahut Saras. "Pertama, harus bangun pagi dan menyiapkan sarapan untuk Gani. Kedua, membersihkan rumah dengan baik dan benar, tidak boleh merusak barang. Ketiga, menyiapkan makan siang sebelum pukul satu. Keempat, tidak boleh masuk kamar mas Alpha. Itu adalah area terlarang. Kelima, tidak boleh keluyuran. Keenam, berlaku baik dan sopan. Ketujuh, makan malam harus selesai menjelang pukul tujuh. Kedelapan, jangan ribut di malam hari." Saras melafalkan syarat yang mendadak tertanam dengan baik di benaknya.

"Kamu melupakan satu hal," ujar Alpha.

"Apa?" Saras mencoba mengingat-ingat lagi syarat yang tadi Alpha sebutkan. Perasaan cuma ada delapan. "Nggak ada yang lupa kok."

"Semuanya harus tidur di bawah jam sebelas malam. Di atas jam sepuluh, saya tidak ingin mendengar suara apapun lagi," tegas Alpha.

Oh, itu. Saras menganggukkan kepalanya. Biasanya Saras tidur jam sepuluh malam. Jadi syarat yang terakhir adalah hal yang paling mudah Saras lakukan.

"Kamar kamu ada di samping tangga. Silahkan rapikan." Alpha menatap kamar yang berada di dekat tangga.

Saras mengangguk lagi. Iyakan saja dulu. "Makasih, mas."

Alpha menatap Saras tanpa ekspresi. Kemudian berlalu begitu saja. Waktu berharga Alpha sudah terbuang secara sia-sia hanya karena meladeni perempuan aneh itu. Bisa-bisanya mama menerima perempuan itu dengan mudah. Alpha curiga kalau Saras betulan punya ilmu hitam. Mustahil rasanya Gani dan mama luluh dengan mudah. Mereka jelas tidak mengenal Saras.

"Cih, kaku bener," gumam Saras menatap Alpha yang berlalu menaiki tangga.

Setelah kepergian Alpha, Saras juga berlalu menuju kamarnya. Akhirnya Saras bisa tidur di kasur usai tidur beralaskan kardus di pinggir jalan. Dua hari yang amat menyiksa.

Saras akan kembali berusaha, membangkitkan perusahaannya. Ia akan mengumpulkan modal dari gaji yang diberikan Alpha. Kalau bisa, Saras akan bekerja lagi di luar, terserah jadi apa. Ia benar-benar tidak rela perusahaan yang ia bangun dengan susah payah hancur begitu saja. Saras akan kembali bangkit dan membalas perbuatan keluarga Bastian padanya.

Tidak ingin memikirkan perihal Bastian lagi, Saras memutuskan untuk merapikan kamarnya. Tidak terlalu berantakan, tapi cukup berdebu. Ada satu ranjang berukuran besar, satu meja kecil di samping ranjang, satu lemari besar dan satu meja rias serta ada tumpukan kardus di samping lemari. Untuk ukuran sebuah kamar yang ditempati satu orang, ini terlalu besar. Mungkin dulunya kamar ini adalah kamar orang tua Alpha. Saras tidak ingin peduli.

"Sial! Aku kan nggak bawa baju." Saras menepuk keningnya kala teringat tidak punya pakaian. Hanya baju yang melekat di tubuhnya, itupun sudah sangat kotor. Kalau dicuci, Saras tentu butuh baju ganti. Saat kabur Saras tak sempat mengemasi pakaiannya. Aduh, bagaimana sekarang? Saras tidak punya uang untuk  membeli pakaian.

"Tante!"

Pintu kamar Saras dibuka. Gani muncul dari sana. Anak kecil itu tampak berbunga-bunga. "Tante lagi ngapain?"

Saras tersenyum. Anak ini terlalu ramah. Saras tidak menyangka Gani se-welcome itu pada orang baru. Tidak ada takut-takutnya sama sekali.

"Gani butuh sesuatu?" tanya Saras. Di mata Gani, perempuan ini betulan terlihat seperti bidadari.

Kening Gani berkerut. Ia tidak butuh sesuatu, hanya ingin melihat Saras. "Nggak ada."

"Hm?"

"Gani cuma mau liat tante," jawabnya tersenyum malu.

Lucu sekali. Saras tidak tahan untuk tidak mencubit pipi Gani. "Kamu ini, nggak takut sama tante?"

"Kenapa takut? Tante kan orang baik."

Saras tersenyum tidak percaya. "Masa? Tau darimana tante orang baik?"

"Hati Gani yang bilang," jawabnya.

Saras tersenyum gemas seraya mengacak puncak kepala bocah laki-laki itu. Bisa saja memberikan jawaban. "Papa kamu mana?"

"Di kamar."

"Tolong bilangin ke papa kamu, tante nggak punya baju," pinta Saras.

"Tante nggak punya baju?" tanya Gani terkejut. "Kasian banget."

Saras tersenyum sumir. Dalam hati membenarkan ucapan Gani. Saras memang patut dikasihani. Ia sangat menyedihkan.

"Tante tunggu di sini ya. Gani mau ketemu papa."

"Oke."

***

Alpha memijat pelipisnya kala pusing kembali menyerang. Di depannya, laptop terbuka memperlihatkan berkas-berkas yang harus ia baca dan selesaikan hari ini juga. Tidak ada waktu untuk beristirahat bagi Alpha, hari Minggu sekalipun. Siang ini seharusnya Alpha menemani Gani bermain, tapi tak bisa karena dikejar deadline.

"Papa.."

Alpha memutar kursinya, menghadap Gani. "Kenapa? Lapar?"

Gani menggelengkan kepalanya. Ia berjalan, mendekati Alpha. Lalu mengulurkan tangan, minta digendong. Alpha tersenyum singkat seraya membawa Gani ke dalam gendongannya.

"Gani capek, pa," keluhnya meletakkan kepalanya di bahu Alpha. Padahal tadi niat Gani menemui Alpha untuk meminta pakaian, tapi sekarang malah mengeluh.

Alpha terkekeh pelan. "Capek kenapa? Ada yang jahat sama Gani?"

Usia Gani baru menginjak 4 tahun. Masih sangat muda untuk lelah pada urusan dunia. Tidak ada aktivitas berat yang membuat Gani capek. Kerjaan anak itu hanya main dengan anak tetangga. Main di taman. Keluyuran di rumah bu Warni dan melamun di teras depan.

"Gani pengen punya mama, pa." Suara lirih itu berhasil menghilangkan kerut di wajah Alpha.

"Gani mau foto keluarga. Ada papa dan ada mama juga," sambungnya.

"Gani," panggil Alpha.

Anak itu menatap Alpha. "Gani mau mama, pa.."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status