Share

Bab 0002

Belle menyeka air matanya. Dia gagal mendapatkan perlindungan dari adik angkat Ibunya, dan kini dia harus kembali kerumah Ayah serta Ibu tiri yang begitu tidak nyaman. Dia, berjalan menuju pintu utama dengan langkah kakinya yang berat. Air matanya yang terus jatuh bergelimangan itu dia biarkan saja tanpa dia seka.

Kembali kesana, apakah artinya dia akan tetap dinikahkan dengan si tua mata keranjang itu?

Kesedihan Belle seketika berkali lipat rasanya saat kembali membayangkan hal itu.

Belle membuka pintu rumah, dan dia benar-benar merutuki dirinya sendiri karena harus melihat pria sialan yang baru saja dia batinkan ada disana, tengah mengobrol dengan Ayahnya.

"Belle, sudah datang? Ayo sini, Sapa calon suamimu!" ucap Ayahnya Belle ramah.

Pria itu melambaikan tangan, dan menunjuk pria yang akan dinikahkan dengan Belle.

Jangan tanya kenapa bisa Belle akan dinikahkan dengan pria tua hidung belang yang kini tengah menatapnya dari ujung kaki hingga ke ujung kepala. Pria tua itu menawarkan uang mahar yang cukup banyak, juga berjanji akan menjalin kerja sama dengan baik kepada Ayahnya Belle. Tentu saja Ayahnya Belle tergiur, makanya itu dia menjemput Belle untuk tinggal bersama dengannya dan menjodohkan Belle dengan pria itu. Yah, tentu saja dia tidak akan menyudutkan saudari tirinya yang bernama Jenie karena anak itu di anggap sangat berharga bukan?

Belle terdiam di tempatnya, jangankan untuk menyapa pria tua yang bahkan semua rambutnya sudah beruban, sekedar untuk melihat ke arahnya saja sangat malas rasanya.

"Belle, kau tidak dengar Ayah bilang apa?" tanya Ayahnya Belle dengan sorot matanya yang terlihat begitu mengancam.

Belle menarik nafasnya dalam-dalam, membuangnya dengan cepat. Dia berjalan masuk, lalu tersenyum sembari menatap pria tua yang akan dinikahkan dengannya lalu berkata,"Senang bertemu dengan anda lagi, Kek. Senang juga karena ternyata, anda dalam keadaan yang sehat."

Pria itu membulatkan matanya dengan tatapan terkejut, begitu juga Ayahnya Belle.

"Apa-apaan ini, Bram?" Tanya pria itu kepada Ayahnya Belle.

"Ah, sebentar saya akan berbicara dengan Belle. Mohon tunggu sebentar, Tuan." Ucap Ayahnya Belle dengan mimik wajahnya yang terlihat tidak enak, dia juga merasa bersalah kepada pria itu.

Tuan Bram bangkit dari posisinya, segera dia meraih tangan Belle, menariknya untuk ikut dengannya masuk kedalam kamar.

Bruk! Tuan Bram menghempaskan tubuh Belle ke lantai cukup kuat, tidak perduli akan menyakiti Belle atau tidak. Dia kesal, sungguh dia kesal sekali dengan anak pertamanya yang sangat susah di atur dan selalu saja bersikap buruk, membangkang tidak tahu aturan.

Belle mendesis, memekik kesakitan. Tapi, jangankan merasa kasihan, dia bahkan seperti ingin menendang wajah Belle sampai hancur. Untung saja dia Ingat benar bahwa rekan bisnisnya menyukai wajah Belle, maka dari itu dia menahan diri untuk tidak melukai wajah Elle.

"Dasar tidak tau aturan! Dia itu calon suamimu, kenapa kau memanggil namanya dengan kakek?! Kau kan bisa memanggilnya dengan, kak, Tuan, atau apapun selain kakek!" ucapnya sembari terus menahan kepalan tangannya agar tak melayang ke wajah Belle.

Belle menahan tangisnya, sungguh rasanya sakit sekali bagian bokong dan punggungnya karena membentur lantai. Tapi, kenapa Ayahnya tidak perduli sama sekali?

"Ingat, kalau kau bersikap kurang ajar seperti ini lagi, hari pernikahanmu dengan Tuan Feto akan di majukan jauh lebih cepat dari rencana!" Ancam Tuan Bram.

Belle mendongak, menatap Ayahnya dengan tatapan tak percaya juga kecewa. Kenapa bisa Ayahnya sangat kejam? Rasanya dia ingin berlari ke dapur, mengambil pisau dan menusukkan pisau itu ke dada Ayahnya. Tapi, Belle juga tidak ingin Ayahnya mati dengan begitu mudah setelah apa yang dia lakukan kepada dia, dan juga Ibunya.

Belle mencoba untuk menatap kedua bola mata ayahnya dengan tatapan yang terlihat berani dan juga yakin lalu berkata, "Aku sudah bilang, aku tidak mau menikah! Kalau Ayah memang mau menikahkan putri Ayah, maka nikahkan saja kakek tua itu dengan Jenie!" Protes Belle yang sudah tidak bisa menahan diri lagi untuk diam.

Tuan Bram membuang nafas kasarnya, sungguh dia kesal!

Jenie? Yah, kalau saja Jenie bukanlah anak dari wanita yang dia cintai, dan sedang dalam kondisi baik, tentu saja dia sudah menyodorkan Jenie. Tapi, wajah Belle jauh lebih baik, dia mirip dengan Ibunya yang menyebalkan. Jadi, akan lebih baik kalau Belle saja yang akan dia nikahkan dengan Tuan Feto, toh, dia juga akan mendapatkan keuntungan besar nantinya.

"Kau berani protes? Kau tidak memiliki Pilihan selain mengikuti perintahku! Kalau kau ingin sertifikat rumah Ibumu dikembalikan, tentu saja kau harus melakukan apa yang aku katakan! Ingat, rumah itu akan melayang saat kau menolak perintahku!"

Belle menggigit bibir bawahnya menahan pilu. Kenapa hidupnya jadi semenderita ini? Padahal, dia dan Ibunya sudah mencoba untuk menerima keputusan Ayahnya yang lebih memilih untuk pergi bersama selingkuhannya. Ibunya juga tidak pernah mengusik kehidupan mereka semua tapi kenapa? Kenapa Ayah serta Ibu tirinya seolah tak ada lelahnya membuat hidup mereka menderita? Sekarang, Ibunya sudah tidak ada. Sekarang, Belle harus menderita seorag diri, dan tidak akan ada yang perduli padanya sama sekali. Bahkan, jika Belle mati, maka tidak akan ada yang kehilangan dan mencari keberadaannya bukan?

Sungguh memilukan!

Tapi, Belle juga tidak akan tinggal diam! Dia tidak akan membiarkan kesengsaraan dari Ayahnya datang padanya. Ini sudah cukup, Ibunya sudah cukup menderita dan pasti, Ibunya juga tidak ingin kalau Belle merasakan apa yang dirasakan oleh Ibunya.

"Gantilah bajumu, perbaiki riasan wajahmu!

Lalu, turun lagi kebawah untuk menemui Tuan Feto!" Titah Tuan Bram dengan tatapan mengancam.

Setelah mengatakan itu, Tuan Bram keluar dari kamar Belle untuk kembali menemui Tuan Feto di ruang tamu.

Belle menyeka air matanya, dia bersumpah kepada dirinya sendiri bahwa, dia tidak akan kehilangan apapun termasuk, rumah yang penuh kebahagiaan, kenangan bersama dengan ibunya. Terlebih, dia tidak akan pernah membiarkan dirinya kehilangan harga diri di hadapan Ayahnya. Dia akan tetap mencari cara untuk menyerang balik dan memberikan pelajaran kepada Tuan Bram yang begitu gatal dan tidak sabaran ingin menjual putrinya sendiri.

"Ckckck.... Kasihan, sepertinya sebentar lagi kau harus sering mondar-mandir kerumah sakit menemani kakek Feto berobat deh!"

Ledek Jenie yang entah sejak kapan berada di ambang pintu, menatap Belle dan berucap dengan ekspresi menghina seperti biasanya.

Belle tersenyum miring, kalaupun dia akan menikah dengan pria matang, tentu saja tidak mungkin dia menikahi pria yang terlalu matang, bahkan busuk karena berlebihan matang.

"Masih belum terjadi, Jenie. Terlalu cepat untuk banyak omong. Lebih baik, kita lihat saja nanti! Apakah aku akan mondar-mandir ke rumah sakit untuk menemani kakek tua itu berobat, atau aku hanya lelah mondar mandir ke pusat belanja untuk menghabiskan uang!" Ucap Belle dengan tatapan penuh keyakinan.

Setelah mengatakan itu, Belle bangkit dari posisinya, berjalan mendekati pintu dan menutupnya dengan kasar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status