Pengakuan Istriku (Setelah siasat liciknya terbongkar)

Pengakuan Istriku (Setelah siasat liciknya terbongkar)

By:  Iyustine  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
28Chapters
265views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Setelah membongkar siasat licik Delia, ada fakta baru yang membuat Firman menjadi lebih syok. Septi, mantan istrinya berkata jika Faisya bukan anak kandung Firman. Selama ini Septi sengaja menyembunyikan fakta itu untuk menyakiti hati Firman di saat yang tepat. Ternyata bukan soal ayah kandung Faisya saja yang menjadi rahasia Septi. Masih ada pengakuan yang membuat Firman hampir gila. Pengakuan apa lagi ya? Lalu bagaimana kelanjutan pernikahan Delia dan Firman?

View More
Pengakuan Istriku (Setelah siasat liciknya terbongkar) Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
28 Chapters
Rencana Jahat
“Pokoknya Mas harus pulang minggu ini!” tukas Delia setengah menjerit.Dalam layar telepon genggam Delia, Firman tampak tersenyum-senyum. Berbanding terbalik dengan wajah Delia yang cemberut. Bola mata Delia menatap ke arah lain, tidak mau memandang Firman.Memang begitu setiap kali Delia punya keinginan, tetapi Firman senang membiarkan hal itu lebih lama dengan terus menggoda. Baginya Delia bertambah cantik kalau sedang merajuk, lagi pula lelaki itu tahu jika istrinya hanya sedang berpura-pura marah.“Iya deh, Mas usahain pulang minggu ini ya.” Akhirnya Firman mengucapkan kalimat yang sedari tadi diminta Delia.Seketika senyum Delia merekah, mata bulatnya berbinar menatap gambar Firman. “Bener loh ya, jangan bohong. Pokoknya kalau bohong, aku marah.”“Iya, besok Mas kabari kamu, Sayang. Mas izin dulu ke—”“Ah … pokoknya pulang, Mas. Apa Mas enggak kasihan sama aku?” Delia menukas, tetapi nadanya dibuat manja. “Udah enggak kuat nahan kangen, Mas ….”“Iya, iya, Sayang. Udah larut malam
Read more
Pulang
“Bapak ….”Suara lengkingan Faisya membuat telinga Firman sejuk seketika. Apalagi ditambah senyuman yang rekah, lalu langkah kecil Faisya berlari menyambut dirinya, seakan si bocah sudah tidak sabar untuk berada dalam pelukan sang bapak.“Bapak, Fa kangen sama Bapak,” tuturnya centil. Tangan Faisya yang halus melingkari leher Firman. “Bapak udah lama enggak pulang, apa Bapak enggak kangen sama Fa?”“Aduh, manjanya … padahal kalau enggak ada Bapak, Fa itu pinter apa-apa sendiri loh, Pak,” celetuk Delia. Wajahnya yang memang manis, dia pasang lebih manis lagi. “Fa itu anak pintar dan mandiri.”Si bocah sembilan tahun itu tertawa. Senang dipuji Delia, ibu tirinya.“Pak, mau Fa kasih tau satu rahasia Ibu Delia enggak?”Deg.Delia tiba-tiba tegang. Melihat Faisya menarik leher Firman, kemudian mendekatkan mulut kecilnya ke telinga Firman. Satu telapak tangannya tergelar membentuk kipas, khas orang sedang membisikkan suatu rahasia.“Ibu Delia kangen sama Bapak juga.” Suara Faisya lebih miri
Read more
Tanda Gagal
“Hancur semua, Bang. Berantakan … gagal total, padahal tinggal selangkah lagi,” racau Delia. Air matanya bercucuran deras sehingga terlihat begitu menyedihkan. “Aku enggak tau kenapa, tiba-tiba Mas Firman mengeluh sakit kepala pas keluar dari kamar mandi, setelah itu bolak balik ke toilet, katanya perut dia juga sakit.”“Jangan-jangan keracunan,” ceplos Galang. Dia memandang kepada Astuti, ibu kandungnya, yang duduk dekat Delia.“Tapi aku dan Faisya kan makan makanan yang sama, masa cuma Mas Firman aja yang keracunan,” tukas Delia.“Sabarlah, Del, kan masih ada malam ini. Kata kamu kemarin Firman cuti tiga hari kan?” tutur Astuti. “Lebih baik sekarang kamu pulang, rawat Firman, kasih dia perhatian yang penuh biar cepat sembuh. Jadi rencana kita berhasil.”Galang ikut mengangguk dengan usul sang ibu. Sejujurnya dia juga sama kuatirnya dengan Delia. Jika rencana mereka gagal malam ini, mereka harus menunggu jadwal kepulangan Firman yang berikutnya. Itu berarti paling cepat dua bulan lag
Read more
Berubah
“Mas, udah sembuh?” Delia membeliakkan matanya dengan indah. Mulutnya ternganga beberapa detik, setelah itu membentuk senyum lebar. Perempuan berwajah manis itu pun menubruk suaminya.Hati Delia senang bukan kepalang ketika keesokan harinya, menemukan Firman sudah segar. Rambut lelakinya basah, dan dari tubuh Firman menguar aroma sampo dan sabun mandi.Firman tertawa berurai. Membiarkan Delia melingkarkan tangan di sekeliling pinggangnya. Namun ketika Delia bermaksud menempelkan bibirnya, Firman sengaja menjatuhkan sisir, dan segera menunduk untuk melindungi wajahnya dari bibir sang istri.“Alhamdulillah pagi ini aku udah agak enakan, jadi aku bisa balik ke Jakarta.”“Balik ke Jakarta?” Delia melepas pelukan, lalu mundur. “Sekarang?”“Iya,” jawab Firman. Tawa Firman lepas sempurna manakala melihat Delia membeliakkan matanya lagi, tentu saja kali ini hanya melotot saja tanpa senyum.Otak Firman terus berpikir semalaman, menghubung-hubungkan antara Delia yang tiba-tiba memaksanya pulang
Read more
Usul Galang
“Del, aku bilang juga apa, Firman cepat sembuh kan? Tadi dia ke sini sama Faisya, beli jajan. Keliatan segar bugar kok,” cerocos Astuti, dia menyambut kedatangan Delia, tak lama setelah Firman pergi dari toko kecilnya.Delia mencebik, kemudian menyelonong masuk ke dalam rumah. Bukan duduk di teras seperti biasa.“Eh, malah duduk di sini. Udah sana pulang, rayu suami kamu. Bisalah mumpung kalian hanya berdua di rumah,” tutur Astuti. Dia ikut duduk di samping Delia.“Mas Firman itu dari nganter Faisya langsung ke stasiun, Bi,” sahutnya dengan nada kesal.“Loh berarti dia tadi itu langsung balik Jakarta dari sini?”Delia melirik, masih dengan aura kekecewaan, lalu mengangguk.“Terus kamu belum gituan sama dia?”“Ya belum, Bi. Semalam udah aku pijitin, udah aku kerikin, sambil aku rayu-rayu. Tapi kayaknya memang Mas Firman sakit beneran. Dia kayak lemes gitu, Bi. Sampai capek sendiri aku ngerayunya.”Tepat saat itu Galang masuk. Dia yang mendengar ucapan Delia, langsung memandang ibunya
Read more
Ketemuan
“Oh, kamu. Ada apa?” Septi bertanya dengan wajah dan nada yang sama-sama dingin.Delia meresponnya dengan meringis malu-malu.Setelah dia berpikir semalaman, akhirnya dia memutuskan untuk melakukan usulan Galang. Jadi di sinilah dia, mengetuk pintu rumah Septi di siang hari. Delia tahu jika ibu kandung Faisya ini bekerja menjadi buruh pemetik di kebun seorang juragan di desanya. Jadi pagi dan sore hari Septi ada di kebun untuk bekerja.“Aku mau bicara soal Faisya, Mbak,” kata Delia.Septi menghela napas. Dia masih berdiri di ambang pintu, sementara Delia dibiarkan berdiri di sisi luar. Tidak ada tanda-tanda dia ingin mempersilakan istri dari mantan suaminya ini masuk.“Kenapa sama Faisya? Kamu capek mengurusnya ya?” ujar Septi. Tawa bernada mengejek memercik dari mulutnya. “Memang dikira membesarkan anak itu gampang?”Delia menelan ludahnya. Perempuan itu menjadi galau. Haruskah dia teruskan niatnya ini?“Kalau kamu mau serahin Faisya ke aku, ya silakan, karena aku memang ibu kandung
Read more
Telepon Faisya
“Fa, Ibu ada rencana mau ke Jakarta. Mau kasih surprise ke Bapak, jadi Fa jangan kasih tau Bapak soal ini ya.”“Asyik, kita berangkat kapan, Bu?” Faisya menjadi sangat antusias.Delia tersenyum. Dia membelai kepala Faisya, lalu membawa ke dalam pelukannya. “Tapi sayangnya, kali ini Fa enggak bisa ikut dulu—““Loh, kenapa?” Suara bocah sembilan tahun itu berubah sendu. Saat Delia mengambil wajahnya menggunakan kedua tangannya, mata anak tirinya itu sudah penuh air mata.“Ibu cuma sebentar kok. Fa kan sekolah, dan sebentar lagi UTS, nanti Bapak marah ke Ibu kalau Fa jadi terganggu belajarnya.”Faisya sudah mulai menangis. Tangannya dia gunakan untuk memeluk pinggang Delia erat-erat. “Tapi Fa mau ikut ….”“Kali ini Fa di rumah aja ya, tapi Ibu janji bulan depannya lagi kita berdua ke Jakarta bareng-bareng.”Tangis Faisya meledak.Delia butuh waktu hampir dua jam untuk menenangkan Faisya. Membujuk ini itu dan pada akhirnya Faisya mengangguk.“Fa sama Ibu Septi, tapi Ibu Septi yang nginep
Read more
Galau
“Kamu kenapa, Man? Pusing aku ngeliat kamu mondar mandir gitu,” celetuk Abdul. Dia adalah OB di kantor bos Firman. “Apa kamu enggak pusing? Tanah yang kamu injak udah sampai benyek gitu.”Reflek Firman melihat ke bawah. Ke tanah kebun kantor, tempat dia biasa duduk-duduk menunggu bos membutuhkan tenaganya. Ya, memang tanah bekas tapak sepatunya membuat jejak, menjadi lebih cekung dibanding tanah di sekitarnya.Firman duduk. “Kalau aku ijin pulang lagi, apa dikasih ya?” ceplosnya dengan tatapan nanar.“Loh, bukannya kamu baru balik dua hari lalu dari kampung?”“I-ini anakku barusan telpon, istriku muntah-muntah.”“Hah? Baru dipakai kemarin udah hamil? Tokcer juga kamu, Man.”Firman melenguh sebal. Biasanya candaan semacam itu akan membuatnya melepaskan tawa panjang, tetapi sekarang terdengar menjadi begitu menyesakkan. Sesak dada, sesak napas, sebab memang betul istrinya muntah-muntah karena hamil. Masalahnya Delia hamil bukan dengan dirinya. Firman mengelap keringatnya yang bermuncul
Read more
Aku Pasrah
“Jadi Faisya udah kasih tau Bapak kalau Ibu mau ke Jakarta?” Delia membelalakkan matanya.Faisya yang kaget dengan reaksi Delia menjadi ciut. Kaki kecilnya mundur dua langkah, dan mulai bergetar. “Ibu jangan marah, Fa cuma takut Ibu kenapa-napa di jalan. Kan Ibu sakit.” Delia menghela napas, lalu menghembuskan kuat-kuat. “Astafirulloh, maaf Fa, maafin Ibu … Ibu cuma kaget aja.”“Ibu enggak marah?” Mata Faisya menjadi lebih menyala. Delia menggeleng. Gadis cilik itu segera menghambur ke dalam pelukan Delia. “Ibu cepet sembuh ya. Nanti kalau udah sembuh, baru boleh ke Jakarta.”Delia sekali lagi mengangguk. “Terima kasih tehnya ya, Fa memang anak pintar. Sekarang Ibu mau istirahat dulu boleh?”“Iya, Bu. Ini baju-baju Ibu yang di koper Fa masukin ke lemari lagi ya?”“Nanti aja, enggak apa-apa dibiarin di situ dulu.”“Tapi Ibu jangan ke Jakarta ya.”“Iya, Sayang. Sini peluk lagi, Fa mandi dulu, kan bentar lagi waktunya ngaji.”“Fa pengen nungguin Ibu, jadi boleh enggak kalau Fa bolos men
Read more
Fakta Baru
“Mas.” Delia tercekat mendapati Firman ada di depan pintu rumahnya pada pagi hari. Lelaki itu pasti segera berburu tiket kereta api selepas mereka bertelepon.“Aku enggak mau basa basi, Del. Segera kemasi barang-barangmu dan pergi dari sini,” kata Firman. Dia memalingkan muka, sama sekali tidak ingin melihat wajah istrinya.“Tapi aku harus kemana, Mas?”“Bukan urusanku.”“Nanti Faisya bagaimana? Siapa yang akan mengurus dia?”Firman tertawa tanpa minat. “Jangan sok perhatian. Sudah cepat, waktu berjalan terus. Kalau kamu melambat-lambatkan, aku terpaksa mengusir kamu dengan paksa.”Delia menunduk. Air matanya jatuh satu per satu. Dengan gontai dia kembali ke kamar, koper yang sudah sempat dia rapikan semalam, dia buka kembali. Dilesakkan beberapa baju hingga koper itu penuh. Tidak mungkin dia bisa membawa semua bajunya, jumlah barang itu terlalu banyak untuk koper sekecil itu.“Ibu, mau kemana? Kan Bapak udah di rumah?” Faisya yang baru keluar dari kamarnya segera memburu sosok Delia.
Read more
DMCA.com Protection Status