Sihir adalah kekuatan untuk memanipulasi energi alam dan mengendalikan energi tersebut untuk menghasilkan elemen-elemen seperti api, air, angin dan tanah. Dalam beberapa kasus ada juga yang bisa memanipulasi energi alam untuk metode penyembuhan. setiap orang setidaknya memiliki dan hanya bisa mengendalikan satu jenis energi alam untuk menghasilkan elemen tertentu.
Petualangan dimulai ketika Lucy memperkenalkan dunia sihir pada Aldar. Meskipun tanpa bakat alam, Aldar dengan cepat menyerap pengetahuan yang disampaikan Lucy. Penjelasan ringkasnya membuka mata Aldar pada esensi sejati sihir. Tantangan sesungguhnya adalah menerapkan teori yang baru dipelajari.
Namun, apa yang terjadi melampaui perkiraan Lucy. Aldar tidak sampai mengulang tiga kali, setelah percobaan pertama gagal dilanjutkan dengan percobaan kedua. Dengan segera, api membara keluar dari tangan kanannya, dan tak lama kemudian, aliran lainnya berkobar dari telapak tangan kirinya. Mata Lucy membelalak kaget dan heran melihatnya.
Aldar merasakan denyut jantungnya berpacu kencang dalam kegembiraan yang meluap-luap di dadanya. Sorot mata yang bersinar penuh kebahagiaan memenuhi wajahnya, namun dengan cepat, getaran hebat menyerang tubuhnya.
Rasanya seperti seluruh energi dalam dirinya bertabrakan dalam kekacauan, membuatnya hampir tidak bisa bernapas. Akhirnya, tubuhnya tak mampu menahan beban itu, dan ia roboh tak sadarkan diri.
Dua hari berlalu seolah dalam sekejap bagi Aldar sebelum ia akhirnya terbangun dari pingsannya. Matahari pagi menyinari, namun Aldar merasakan kelelahan yang melanda seluruh tubuhnya. Dengan hati-hati, ia mengangkat tubuhnya dari tanah.
“Kamu kehilangan kendali atas energimu, Aldar,” jelas Lucy,
"Aldar," Lucy berkata dengan suara serius, matanya penuh perhatian.
"Kamu kehilangan kendali atas energimu. Yang terpenting, kamu perlu memahami bahwa energi alam yang telah kamu kumpulkan harus disimpan dengan hati-hati. Energi itu akan menjadi bagian dari dirimu. Jika kau terlalu berlebihan dalam menggunakannya, itu akan menguras stamina dan kekuatanmu. Kita harus belajar mengendalikannya bersama, Aldar."
Aldar kembali melanjutkan latihannya, sekarang dia lebih bisa mengontrol energinya. Aldar mencoba untuk memukul pohon yang ada di depannya dengan sekuat tenaga. diluar dugaan pohon tersebut tumbang setelah mengenai serangan Aldar.
Rupanya energi yang sudah disalurkan memperkuat kemampuan fisik hingga mampu menumbangkan sebuah pohon hanya dengan satu pukulan.
Aldar terdiam, matanya memandang kedua telapak tangannya dengan takjub. Tidak pernah terbayangkan bisa melakukannya. Aldar yang dulunya adalah anak lemah yang diganggu oleh anak bangsawan, sekarang mampu menumbangkan sebuah pohon dengan sihir yang dipelajarinya dari Lucy.
Di bawah bimbingan Lucy, setiap hari Aldar belajar sihir dan meningkatkan kemampuannya. Aldar berbeda dengan penyihir-penyihir lainnya, yang sudah memiliki bakat sihir sebelumnya karena keturunan.
Perjalanan Aldar dan Lucy tidak selalu mudah, seringkali mereka dihadang oleh penyihir bandit yang berusaha merampok mereka. Momen-momen seperti itu dijadikan sebagai ajang latihan bagi Aldar, sementara Lucy hanya duduk diam, menonton Aldar bertarung dengan para bandit.
“Apa sampai sebatas itu kemampuanmu, Aldar? Bahkan hanya beberapa bandit saja, kamu tidak mampu mengalahkan mereka?” Teriak Lucy kepada Aldar yang tergeletak di tanah setelah menerima serangan keras dari para bandit. Aldar mencoba bangkit kembali, mengumpulkan energi alam dan memanipulasinya menjadi elemen api.
Serangan Aldar kali ini berhasil mengalahkan dan membuat para bandit kabur. Api yang dikeluarkan dari kedua tangannya menambah kekuatan dalam pukulan Aldar.
"Aku berhasil, Lucy!" Aldar berseru dengan semangat, matanya bersinar penuh kelegaan. "Setelah perjuangan yang panjang, kali ini aku menang. Ini adalah kemenangan pertamaku!"
Melangkah menuju desa berikutnya, hati Aldar masih berbunga dengan rasa kemenangan yang baru saja dirasakannya. Namun, ketika mereka tiba, pandangan mereka disambut dengan pemandangan yang mengejutkan.
Tidak seorang pun yang terlihat di desa itu, dan suasana sepi menggantung di udara, seolah-olah waktu telah berhenti di sana. Meskipun kandang-kandang penuh dengan hewan, seperti sapi yang tidak mungkin berada di sana tanpa pemiliknya, mereka masih belum menemukan tanda-tanda kehidupan manusia. Dengan hati-hati, Aldar dan Lucy terus berjalan, mengamati setiap sudut desa dengan penuh kecurigaan.
“Mungkinkah desa ini sudah ditinggalkan?” tanya Aldar kepada Lucy.
Lucy menjawab sambil tetap waspada, “Tidak, aku masih merasakan kehadiran selain kamu, Aldar.” Lucy meminta Aldar untuk tetap waspada, “Jangan biarkan dirimu lengah, Aldar.”
Aldar menganggukkan kepala, mengerti apa yang dimaksudkan oleh Lucy. Tiba-tiba, Lucy berteriak dengan lantang, “Keluarlah, wahai penduduk! Kami hanyalah pengelana yang kebetulan lewat.”
Tidak ada yang menjawab teriakan Lucy. Mereka terus berjalan mendekati pusat desa, di mana terdapat bangunan-bangunan utama seperti pasar dan rumah-rumah besar. Namun, semuanya tampak sunyi tanpa tanda-tanda kehidupan.
“Apa yang terjadi di sini?” gumam Aldar, tatapan penuh kebingungan.
Tiba-tiba, dari balik salah satu rumah, muncullah seorang wanita paruh baya. Dia mengenakan pakaian sederhana dan wajahnya tampak lelah. “Siapa kalian?” tanyanya dengan suara yang terdengar ragu.
Kedua pengembara itu mendekatinya dengan hati-hati. “Kami adalah pengembara, sedang dalam perjalanan menuju ke arah timur,” jawab Aldar.
Wanita itu mengangguk, “Saya Erisa, penduduk desa ini. Maaf, kami agak terkejut dengan kedatangan kalian. Kami pikir desa kami telah ditinggalkan selamanya.”
“Kenapa desa ini sepi begini?” tanya Lucy.
Erisa menggelengkan kepala, “Beberapa waktu yang lalu, datanglah Malice si penyihir jahat ke desa kami. Dia mengancam untuk menghancurkan desa kami jika kami tidak memberikan segala harta yang kami miliki. Kami tidak punya pilihan selain menyerah.
Beberapa saat kemudian, para warga keluar dari rumah masing-masing setelah mengetahui bahwa yang datang bukanlah Malice yang akan menghancurkan desa mereka. Aldar memperhatikan wajah mereka yang dipenuhi ketakutan, seolah-olah dapat merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Erisa dan penduduk desa.
Dengan penuh tekad, Aldar mengepalkan jemarinya.
"Kami akan membantu kalian mengusir si penyihir jahat dari desa." Ucapan Aldar membuat Erisa dan penduduk desa terdiam sejenak, tercengang dengan tawaran bantuan tersebut. Lucy juga memandang Aldar, tanpa terkejut atas kata-katanya, mengisyaratkan ia sudah mengetahui bahwa Aldar akan menyatakan hal tersebut kepada Erisa.
Setelah Aldar mengucapkan kata-kata itu, Erisa dan penduduk desa mulai merasa lega. Mereka merasa ada harapan untuk melawan ancaman yang mengintai desa mereka. Erisa yang semula penuh kekhawatiran, kini merasa lebih percaya diri dengan dukungan dari Aldar dan Lucy."Erisa, kita tidak sendiri. Kita memiliki Aldar dan Lucy bersama kita," kata salah seorang penduduk desa dengan penuh semangat.Erisa mengangguk, menguatkan hatinya. "Kalian benar. Kita akan melawan bersama-sama.""Bagaimana kita bisa membayar mereka, sedangkan hampir separuh uang kita sudah dirampas oleh Malice?" Erisa kembali menunduk setelah mendengar ucapan tersebut.Aldar menatap langit dengan tatapan yang dalam, hatinya dipenuhi kemarahan, "Kalian hidup dengan damai, itulah bayaran kami," ucap Aldar sekali lagi, meskipun suaranya gemetar, menaruh harapan besar kepada mereka.Aldar dan Lucy berdiri menunggu di alun-alun desa yang hening. Senja mulai merambat di langit, memberikan sentuhan oranye lembut pada langit yang
Aldar bangun dengan kepala yang terasa berat, dunia berputar di sekitarnya, dan setiap hembusan napas terasa seperti usaha yang menghabiskan tenaga. Dia meraih kepalanya yang masih pusing, mencoba memusatkan pikirannya, namun segalanya terasa samar dan kabur."Kepalaku sakit, ada dimana aku." Tanya Aldar kepada nenek tua itu sambil memegang kepala yang masih pusing."Kamu berada dirumah Erisa, kamu pingsan karena telah berjuang menolong kami." Balas nenek tua sembari membantu Aldar bangun dari tempat tidur.Aldar tidak menjawab ucapan terima kasih dari nenek tua tersebut, karena masih belum paham yang sedang terjadi. lalu, ia mencoba untuk keluar dari rumah Erisa untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.Tak berpeduli dengan luka-lukanya, Aldar mencoba turun dari tempat tidur. “Bagaimana dengan si penyihir jahat?” tanya Aldar kepada Lucy yang duduk bersama Erisa.“Terima kasih, Aldar. Kau telah menyelamatkan kami dari penyihir jahat,” jawab Erisa sambil bangun dari kursinya.“Sepe
Aldar dan Lucy tiba di pondok kecil, di mana Kilan adalah kakek dari Lucy tinggal. Ketika mereka bertemu dengan Kilan, Aldar terkejut mengetahui bahwa kakek itu juga memiliki kemampuan untuk memanipulasi api, sama seperti dirinya. Rasa antusiasme pun menyelinap ke dalam dirinya, karena ia menyadari bahwa dia akan belajar langsung dari seseorang yang memiliki kemampuan yang sama dengannya.Lucy menceritakan kepada Aldar tentang kakeknya. Kilan adalah sosok yang baik hati, namun pernah mengalami kekecewaan besar ketika muridnya yang terakhir mengkhianatinya. Murid itu, dengan kesombongan dan keangkuhannya, menyebabkan kerusakan besar dan bahkan menghancurkan rumah-rumah warga.Kekuatan yang dia peroleh digunakan untuk menindas yang lemah. Akhirnya, Kilan terpaksa mengakhiri kehidupan muridnya dengan tangannya sendiri, sebuah pengalaman yang meninggalkan luka mendalam dalam hatinya.Meskipun terkesan dengan cerita tentang Kilan, Aldar yakin bahwa menjadi murid kakek itu adalah langkah ya
Kilan bercerita kepada Lucy, dia mendapat kabar yang aneh dari penduduk desa. Beberapa anak muda tiba-tiba menghilang tanpa jejak, awalnya mereka berjalan dimalam hari. Setelah itu mereka menghilang entah kemana. Beberapa saat yang lalu penduduk menemukan mayat mereka tewas dengan sangat mengenaskan, tubuh mereka seperti dicabik dan dibakar. Entah apa yang terjadi Kilan juga tidak tahu persis, lalu dia meminta Lucy dan Aldar untuk menyelidiki.Setelah mendengar cerita dari Kilan, Lucy teringat satu mantra yang pernah dia baca di buku kuno penyihir. Saat itu Lucy berada di Perpustakaan kota untuk belajar beberapa sihir. Lalu dia menemukan mantra untuk menghidupkan orang mati. Namun kekuatan tersebut harus memiliki seorang tumbal hidup. Jika kekuatan yang menjadi tumbal lebih lemah, dia akan akan tewas. Tapi justru sebaliknya, jika dia tepat maka jiwa yang sudah mati itu akan berpindah.Sebenarnya mantra tersebut bukan menghidupkan orang mati, lebih tepatnya pemindahan jiwa. Itu adalah
Lucy menghampiri kakeknya dengan langkah yang kebingungan, wajahnya mencerminkan keraguan yang mendalam. Aldar, sementara itu, hanya mengikuti di belakangnya, wajahnya masih terlihat membingungkan.“Kakek, dia masih hidup,” ucap Lucy dengan suara yang bergetar.“Siapa maksudmu?” tanya kakek Lucy dengan rasa ingin tahu yang jelas terpancar dari matanya.“Eldrick dialah yang memimpin organisasi tersebut, dialah dalang dari banyak anak muda yang menghilang,” jelas Lucy dengan nada serius.Kakek Lucy hanya terdiam, tatapannya kosong, dan genggamannya melemah sehingga gelas yang dipegangnya terjatuh dengan suara yang gemuruh.“Bagaimana mungkin itu bisa terjadi, dia tidak mungkin bisa selamat dari serangan napas naga,” Kilan berusaha mencari jawaban atas kejadian yang menggemparkan itu.“Apakah kakek melihatnya mayatnya?” tanya Kilan lagi, mencoba mencerna situasi yang begitu mengejutkan."Tidak mungkin bisa meninggalkan jasad dengan api sebesar itu,” Kilan melanjutkan, ekspresinya mencerm
Matanya beradu dengan Gary, mengisyaratkan akan terjadi pertempuran di antara keduanya. "Tatapanmu semakin tajam, Aldar," kata Gary, mendekati Aldar yang memancarkan aura kebencian. “Orang lemah sepertimu tidak pantas berada di sini, sebaiknya kamu menghilang seperti ibu dan adikmu,” bisik Gary dengan nada meremehkan kepada Aldar. Aldar menahan amarahnya, namun api kemarahan tampak membara di matanya. Aldar merasa marah mendengar perkataan Gary, hendak mengeluarkan sihirnya, namun tangan Lucy yang tiba-tiba menahannya. Aldar berjuang untuk menahan diri, menyadari bahwa kekuatan sihirnya bisa memicu bencana di tempat itu. “Maafkan pengikutku tuan karena telah menabrakmu,” ucap Lucy, tetapi ada ketegangan yang terabaikan di balik senyumnya. “Lucy? Bukankah kamu Lucy, penyihir yang terkenal itu,” ucap salah satu teman Gary, kebingungan. Ekspresi wajahnya mengisyaratkan ketidakpercayaan. “Kalian terlalu berlebihan, aku tidak sehebat dan seterkenal itu,” balas Lucy merendah. Gary
"Hidupmu adalah keputusanmu, aku tidak berhak mencampurinya," ucap Lucy dengan suara lembut, tetapi penuh dengan kebijaksanaan yang dalam.Aldar mengangguk perlahan, ekspresinya mencerminkan keraguan dan kegelisahan. "Aku mengerti, hanya saja...""Kamu tenang saja, kamu akan tetap menjadi muridku, Aldar," tambah Lucy, tangannya menepuk lembut bahu Aldar, memberikan dukungan yang tulus."Terima kasih untuk segalanya, Lucy. Tapi aku masih butuh bantuanmu, aku tidak tahu guild mana yang harus ku masuki," Aldar berkata dengan suara terbata-bata. “Darian Swift adalah teman lamaku, dia master di guild Arden Tall. Aku rasa kamu akan nyaman disana," ujar Lucy, matanya bersinar dengan keyakinan yang mendalam.“Arden Tall...," gumam Aldar, merenung sejenak, ekspresinya berubah menjadi lebih terbuka dan optimis. "Terdengar bersahabat. Aku mengikuti saranmu, Lucy.""Baiklah, besok kita akan kesana," kata Lucy, senyumnya hangat, membawa kedamaian pada Aldar yang gelisah.***Mereka tiba di Arden
Darian dan Lucy, dua pengembara yang tidak pernah lelah menjelajahi dunia demi mencari tingkat sihir yang sejati. Namun, bagi Darian, esensi sejati dari sihir adalah kebersamaan dengan keluarganya. "Kekuatan sejati terletak pada perlindungan yang diberikan kepada orang-orang tercinta, karena itulah yang menghasilkan kekuatan sihir yang sejati," ucapnya tulus kepada Lucy. Akhirnya, setelah serangkaian petualangan, Darian membuat keputusan besar untuk bergabung dengan Guild, tempat di mana ia berharap menemukan arah yang lebih jelas bagi dirinya. Sementara itu, Lucy tetap setia pada panggilan petualangannya yang belum selesai, mencari makna yang belum ditemukan di luar sana. Dan kini, setelah perjalanan panjang, Darian telah mencapai puncaknya sebagai Master Arden Tall. Kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh para pemimpin sebelumnya tidak sia-sia, karena jiwa Arden yang kuat telah membimbingnya melalui setiap langkah perjalanan hidupnya.”Darian menyambut Lucy dengan senyuman hanga