Share

BAB 4

Sera sontak mengalihkan pandangannya.

'Dia ... tidak boleh berbicara denganku.'

Sera harus melakukan apa pun untuk membuat dirinya selamat dari pandangan tajam pria yang sudah menghancurkan dirinya itu. Sudah cukup penderitaan yang dia alami sampai saat ini. Dia tidak akan pernah menambah masalah. Semuanya akan dia tutup dengan rapat!

Hanya saja, lamunan Sera teralihkan saat lelaki di sebelah suaminya mendadak mendekat.

"Kedua matanya indah sekali. Sangat bening, seperti air sungai mengalir. Bahkan, aku bisa melihat diriku seolah-olah berada di dalam kedua mata itu," ucap Willem, sahabat Anggoro dari Belanda.

Mereka sudah berteman sejak Anggoro berkuliah di Negara kincir angin itu dan terus berlanjut. Willem bahkan sempat bekerja dua tahun di Indonesia untuk mempelajari bahasa sang sahabat dan membangun bisnis di sini.

"Belum pernah aku melihat ini pada wanita mana pun," lanjut lelaki itu tak mengalihkan pandangannya sama sekali.

Sementara itu, Sera tampak bingung. Terlebih, Willem mengulurkan tangan mendadak padanya. “A–aku …”

"Dia istri Mas Anggoro," sela Bima tiba-tiba, "sebagai sahabat, kau tidak boleh menyentuhnya, Willem."

Dengan tak tahu malu, pria itu mendadak mendekat. Menyentuh telapak tangan kanan Sera.

Hal ini membuat yang lain kebingungan. Ada apa antara para pria itu dan Sera?

Menyadari tensi tinggi yang mendadak, Anggoro spontan menepis tangan Bima.

"Ya, dia istriku," ucap pria itu tegas sambil menatap kedua lelaki yang masih saja menatap Sera. Dirangkulnya pinggang Sera erat, seolah menunjukkan teritorinya.

"Bima, kembali ke tempat dudukmu," titahnya lagi dengan pandangan tajam.

Namun, Bima malah terkekeh pelan sebelum duduk kembali di kursinya. Melihat itu, Anggoro mengepalkan tangan–emosi.

Untungnya, Simbah menarik lengannya dan mengisyaratkan Anggoro agar mengendalikan diri.

Jadi, suami Sera itu terpaksa menyunggingkan senyum, seolah semua baik-baik saja.

"Willem, kau akan datang di acara pelantikanku, ‘kan?" tanya Anggoro kemudian duduk dan meninggalkan istrinya yang masih berdiri kaku.

Alih-alih menjawab, Willem justru menatap Sera. "Duduklah, Nyonya Sera. Kau terlihat sangat lelah," ucap pria tampan itu mengarahkan tangannya ke kursi sofa.

Sera sontak melirik Anggoro yang hanya menatapnya tajam.

"Istriku, kemarilah," ucapnya lalu sembari menepuk sofa tepat di sebelahnya.

Dengan gemetar, Sera melangkah pelan.

Dia ketakutan pada sikap Anggoro yang cukup aneh.

Terlebih, Bima masih saja memperhatikan dari jauh dan Willem menatapnya dengan pandangan sulit diartikan.

"Apakah kau malas membalas pertanyaanku?" Anggoro tersenyum ke arah Willem. Dia kali ini berbicara dengan bahasa Belanda dan membuat Willem tersadar dari lamunan.

"Istrimu sangat cantik dan kedua matanya itu sangat indah," balas Willem masih memandang Sera.

Entah mengapa, Anggoro mengeraskan wajahnya. "Bersikaplah yang sopan, Willem," sinisnya.

"Kakak," sela Bima juga menggunakan bahasa Belanda karena pernah berkuliah di sana sebelumnya.

Anggoro dan Willem sontak menatap bingung pria itu.

"Aku sepertinya mengenal istrimu ini. Apakah kau tidak melihat asal-usulnya?" lanjutnya.

Mendengar itu, Sera sontak menegang. Dia khawatir Bima mengatakan macam-macam, bahkan membongkar perihal kesuciannya ….

"Siapapun istriku, tidak ada hubungannya denganmu," ucap Anggoro dengan pandangan dipenuhi amarah.

Willem sontak berdiri dan mendekati Anggoro yang sudah memerah. "Hei, tenanglah. Dia memang sangat cantik. Itu sudah resikomu sebagai suaminya, tapi—"

"Berhenti!" teriak Sera dalam bahasa Belanda.

Simbah yang akan melerai anaknya, bahkan mendadak terdiam, tak percaya.

Bima bahkan melotot tajam. Selama ini, dia mengenal Sera sebagai gadis polos yang tidak memiliki keahlian apa pun.

"Aku istri Tuan Anggoro Wicaksono. Hargai aku, sebagai istrinya." Sera berbicara sambil menatap tajam Willem.

Bukannya takut, pria Belanda itu malah tersenyum tanpa sungkan. Terlebih kala melihat Sera meninggalkan ruangan.

"Luar biasa. Dia bisa berbahasa Belanda dengan sempurna?" Willem masih menatap pintu yang dilewati Sera saat keluar ruangan.

Dalam pikirannya, masih saja berisi sosok wanita yang pertama kali membuat konglomerat itu jatuh cinta.

"Anggoro, sepertinya kau tidak menyukai istrimu. Jika iya, berikan saja dia kepadaku," ucap Willem asal.

PLAK!

Anggoro yang sedari tadi diam, akhirnya melayangkan pukulan keras. Tubuh Willem seketika tersungkur ke lantai.

"Mulai sekarang, persahabatan kita berakhir! Tidak ada kerja sama apa pun!" teriak Anggoro kemudian keluar ruangan. Entah mengapa, dia merasa marah dengan tindakan sahabatnya itu pada Sera.

Hal ini membuat Simbah mendekati Willem yang masih berada di lantai. "Jangan pernah merendahkan dirimu karena wanita, Willem," ucapnya, lalu meninggalkan ruangan bersama semua pelayan.

Meski teman Anggoro ini bisa membawa peruntungan untuk bisnis mereka, tapi sikapnya sangat tidak sopan. Kali ini, Simbah setuju pada tindakan putranya dan Sera.

Sementara itu, beberapa pasang mata masih menatap tajam semua drama yang berada di hadapan mereka.

Ayah Bima yang biasa dipanggil Juragan Broto bahkan mendengar istrinya sedang menghubungi seseorang.

"Cari tahu istri Anggoro yang sepertinya Bima kenal. Aku ingin tahu siapa dia," ucap Ibu Bima dengan wajah muram saat menutup ponselnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status