“Apa ini?” tanya Surya bingung.
“Kakak yang buat aku ketemu temannya yang namanya Anton, kan?” Surya menganggukkan kepalanya “Bill, dia belum bayar. Memang kakak nggak dekat sama Anton?” Surya mengerutkan keningnya “Dia itu gay?” Lily memilih berbisik di telinga Surya yang langsung membelalakkan matanya “Jadi kemarin setelah selesai makan siang dia dihubungi dan ternyata sudah ditunggu depan, pas aku lihat langsung pelukan gitu.”“Saudaranya mungkin,” ucap Surya santai.“Kakak pelukan juga sama Mas Danu? Nggak, kan?” Surya seketika terdiam mendengar nada suara Lily yang tidak terima “Minta sama Anton buat bayar pesanan dia, aku tunggu transferan dari dia.”“Kalian nggak tukar nomer hp?” tanya Surya penasaran.“Untungnya nggak karena udah ilfil!” Lily menatap tajam Surya “Aku pergi dulu.”“Kemana?” tanya Surya yang menghentikan langkah Lily.“Agency, latihan sama Bella dan Larissa.” Lily beranjak dari tempatnya “Jangan lupa suruh Anton transfer.”Lily meninggalkan kakaknya masih setia menatap bill restoran yang baru diberikan, belum memberitahukan pada mamanya tentang pria yang bernama Anton itu. Kapanpun tidak akan mau bertemu dengan pria itu, bukan masalah gay walaupun tetap jadi masalah, tapi masalahnya adalah dia tidak membayar tagihan. Alasan yang tidak perlu Lily ketahui karena memang tidak terlalu penting baginya, setidaknya untuk saat ini tidak akan ada lagi perkenalan dengan pria lagi.Moodnya yang sedang tidak enak, mengingat pertemuannya dengan Anton masih membuatnya kesal. Merry, managernya yang datang ke rumah tidak mendapatkan senyuman sama sekali. Jadwalnya hari ini memang bermain di agency bersama kedua adik tersayangnya, adik yang dengan kurang ajar sudah memiliki pasangan.“Kamu buat lagu sama Gracia? Buat siapa?” tanya Merry menatap penuh selidik.“Belum tahu, Jobang juga belum ada tanda-tanda keluarin lagu. Memang kenapa? Apa mungkin bagusnya duet kaya sebelumnya?”“Kalau itu tanya agency aja, lagian dua adikmu bakal setuju kalian duet?” tanya Merry penasaran.“Mbak nggak lupa kalau kita saling dukung? Larissa sendiri juga sibuk urus anaknya yang masih kecil, Bella sibuk sama persiapan pernikahannya. Aku yang nggak terlalu sibuk otomatis mencari kesibukan.” Lily berkata dengan nada malas dan kesalnya sambil mengerucutkan bibirnya.Suasana menjadi hening, Lily memilih membuka ponselnya dengan berkirim pesan pada teman-temannya. Menghembuskan napas panjang saat melihat teman-temannya pamer pasangan atau anak mereka, terkadang rasa iri selalu hadir tapi bisa dihindari dengan kesibukannya.“Punya anak itu nggak semuanya enak, nikmatin aja masa sekarang.” Merry mengatakan dengan menatap Lily sekilas “Jangan menjadikan beban tentang pernikahan, kebahagiaan masing-masing orang itu berbeda. Lebih baik telat menikah daripada menikah karena tekanan orang lain, lebih baik nikmatin aja.”Lily menatap sedih pada Merry yang gagal berumah tangga, suaminya bukan pria baik-baik dan mulai terlihat aslinya setelah mereka menikah selama dua tahun. Anak mereka berdua bersama orang tua Merry, sedangkan suaminya sudah tidak peduli dengan mereka.“Haduh...pakai macet segala.” Merry menatap kesal kondisi jalanan “Kita nggak diburu apa-apa, kan?” menatap Lily sekilas.“Nggak sih, Mbak. Aku hubungi Bella sama Larissa buat nunggu secara kita hanya latihan tarian dulu, Bella bilang biar sinkron.” Lily membuka ponselnya dan langsung mengirim pesan pada Bella juga Larissa.Keadaan jalan tidak bergerak sama sekali, hembusan napas panjang keluar dari Merry. Ekspresinya sudah terlihat cemas, Lily yang melihat kondisi Merry menjadi tidak tega dan mencoba mencari cafe terdekat. Meminta supir untuk mengantarkan mereka ke cafe yang tidak jauh dari lokasi mereka berdua, Merry sempat menolak tapi Lily bisa membujuk dengan tatapan memohonnya.“Mbak disini aja,” ucap Lily setelah memesankan minuman dan makanan untuk Merry “Aku naik kendaraan online aja.” Merry seketika menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju “Lebih cepat pakai ojek online daripada mobil, Mbak. Kita ketemu di agency, ini makanan dan minuman buat kalian berdua.”Lily keluar tanpa mendengarkan nada protes dari kedua orang tersebut, langkahnya terhenti ketika seseorang memegang atau lebih tepatnya menarik tangan Lily yang membuatnya terkejut. Suara barang jatuh terdengar sangat jelas, Lily hanya tahu berada didalam pelukan seseorang yang tidak tahu siapa.“Mbaknya nggak papa?” suara seseorang yang membuat Lily menatap kearahnya “Mbak nggak papa?”“LILY!”Teriakan Merry menyadarkan Lily dengan sedikit mundur dari pria yang tadi memeluknya, tatapannya mengarah sekitar dan seketika membelalakkan matanya saat melihat tiang yang jatuh dan kemungkinan tadi mengenai dirinya. Merry menarik Lily melihat keadaannya, tapi tatapan Lily masih tertuju pada tiang yang jatuh itu.“Kamu nggak papa?” tanya Merry yang kembali menyadarkan Lily.“Mbak kayaknya kita mending langsung ke agency aja, keadaan sudah nggak kondusif.” Merry menganggukkan kepalanya “Aku siapin mobilnya.”“Nggak usah, itu ojek aku udah datang. Kita makin lama sampai agency, Mbak Merry kabarin yang lain aja kalau aku mau sampai sana.” Lily menghentikan gerakan mereka, tatapannya tertuju pada pria yang tadi membantunya “Terima kasih, Mas.” Lily tersenyum lebar pada pria yang ada dihadapannya menggunakan seragam merah.“Mbaknya benar nggak papa? Kalau memang masih shock kita bisa bantu bawa ke rumah sakit.”Lily seketika menggelengkan kepalanya “Saya nggak papa, Mas. Terima kasih banyak.”“Saya antar ke tempat ojeknya sebagai bentuk memastikan keadaan korban.” Pria itu kembali mengajukan diri.Lily tidak bisa membantah, bahkan kedua orang yang bersamanya hanya bisa diam. Melangkah bersama kearah supir ojek, pria tersebut memastikan Lily baik-baik saja dengan berbicara pada supir ojek. Lily memilih diam dan tidak tahu harus mengatakan apa atau bereaksi seperti apa, menganggukkan kepalanya mungkin bisa sebagai bentuk jawaban yang diharapkan.“Itu tadi pacarnya ya, Mbak? Perhatian sekali,” ucap supir ojek yang menyadarkan Lily, memilih tidak menjawab dan tersenyum.Motor, sarana yang bisa membawa Lily ke tempat agency atau perusahaannya dengan sangat cepat. Kedatangannya langsung disambut Bella dan Larissa yang berjalan cepat kearahnya dengan tatapan khawatir, melihat itu membuat Lily terharu dan menjadi tidak enak.“Nggak ada yang luka, Kak?” tanya Larissa pertama kali melihat keadaan Lily.“Aman ini, nggak ada yang luka. Mbak Merry bilang kalau Kak Lily diam aja, kenapa?” tanya Bella memberikan tatapan penuh selidik “Shock atau terpesona sama yang nolong?” Bella menaik turunkan alisnya yang mendapatkan pukulan di lengannya “Aku kan benar, Ris? Kak Lily harus buka hati sama pria lain.” Bella menatap Larissa kesal “Terus kemarin gimana, Kak? Ketemu temannya Mas Surya?”Lily hanya menghembuskan napas panjang mendengar suara Bella, siapapun yang mengenal Bella pastinya tidak akan setuju jika gadis disampingnya ini pendiam, Bella lebih cerewet dibandingkan Fransiska, tidak lain kakak tertua mereka. Memilih tidak mendengarkan pertanyaan Bella dan tetap melangkah menuju ruangan dimana mereka biasa menghabiskan waktu untuk latihan.“Jadi gimana sama cowok itu?” tanya Bella ketika pintu ditutup dan hanya ada mereka bertiga.“Cakep dan bodynya bagus, gay.”Memberikan jawaban ambigu membawa Lily berhadapan dengan ketiga orang lainnya, mulut ember Bella membuat semuanya tahu. Lily menceritakan semuanya pada mereka berlima di saat mereka bertemu di cafe yang dimiliki keluarga dari suaminya Fransiska, tempat private akan selalu ada untuk mereka berenam.“Kok bisa Mas Surya punya teman gay?” Yena bergidik ngeri setelah Lily selesai bercerita “Mas Surya memang nggak tahu?” Lily hanya mengangkat bahunya “Uangmu gimana?”“Menanti, mau lihat aja dia bayar nggak. Lagian juga nggak berharap dia bayar, model begitu nggak akan bayar.” Lily mengatakan dengan nada pasti dan penuh keyakinan “Kenapa anak kalian nggak diajak?” “Bapaknya mau quality time.” Fransiska menjawab santai “Lagian kalau kita ketemu pasti banyak yang dibahas, Mas Leo nggak mau anak kita terkontaminasi sama kalian.”“Anjir! Apaan itu bahasanya? Emang kita ngapain?” Bella menatap tidak terima dengan perkataan Fransiska yang memilih mengangkat bahunya tanda tidak tahu “Mas Leo nggak
“Haduh...mata kamu infeksi lagi?” Rahayu menatap Lily yang matanya sedikit bengkak “Kemarin lupa lepas atau gimana?”“Udah lepas, Ma. Nggak tahu ini kenapa.” Lily menutup matanya dengan kacamata waktu keluar kamar “Aku nanti ke rumah sakit sama Mbak Merry.”“Kegiatan kalian bagaimana?” tanya Rahayu sedikit khawatir.“Nggak ada kegiatan, duo bocil paling lagi latihan dance. Vokal juga udah diambil, lagian juga nggak ada undangan buat tampil jadi agak santai.” Lily menjawab sambil menata penampilannya “Kegiatan shooting buat majalah baru minggu depan, semoga aja sudah baikan.”“Harus baikan, istirahat yang banyak. Cuman periksa aja? Nggak sampai nginap kaya dulu?” Rahayu menatap Lily khawatir “Mama temani?”Lily menggelengkan kepalanya “Aku pulang kalau sudah selesai, Ma. Aku berangkat, Mbak Merry udah di depan.”Mencium punggung tangan mamanya dan langsung menuju mobil yang ada didepan pargar, kali ini Merry menyetir sendiri tanpa supir. Kegiatan mereka yang tidak banyak membuat supir
“Ketemu berkali-kali?” tanya Fransiska memastikan yang diangguki Lily “Aku dulu sama Mas Leo juga sama, nggak sengaja beberapa kali. Siapa tahu kalian memang jodoh.” Lily menggelengkan kepalanya “Memang kenapa? Nggak cakep?” “Bukan itu,” jawab Lily cepat sambil memukul lengan Fransiska.“Terus apa? Kamu nggak yakin dia ini pria baik-baik?” tanya Fransiska memastikan dengan nada gemasnya “Dia nggak minta jawaban ya, tapi minta kamu jawab entah itu ya atau nggak. Aku menyimpulkan dari cerita kamu begitu, terus apa yang membuat kamu ragu?” Lily mengangkat bahunya, Fransiska memberikan tatapan penuh selidik “Latar belakang? Memang dia kerja apa?”“Aku nggak peduli sama itu, Kak.” Lily menyahuti langsung “Entahlah.” Lily seketika mengangkat bahunya.“Kenapa malah pusing? Jangan bilang kamu udah suka? Cinta pada pandangan pertama.” Fransiaka memberikan tatapan menggoda.“Bukan!” Lily teriak frustasi dengan wajah kesalnya.“Ya, terus apa? Kamu nggak kasih tahu yang jelas.” Fransiska sudah s
“Lily, kamu nggak papa?” suara Gema menyadarkannya dan seketika menganggukkan kepalanya “MONA!” Lily hampir saja mundur ke belakang mendengar teriakan Gema, tangan pria itu masih berada di pinggangnya agar tidak membuatnya jatuh “Kamu bawa ke mobil, tampaknya dia shock.” Lily masih diam menatap Gema yang berbicara dengan seseorang “Li, kamu sama Mona dulu. Aku masih ada yang harus dikerjakan.” Gema memberikan tatapan khawatir yang hanya diangguki Lily.Hembusan napas lega dikeluarkan Lily saat tangan Gema sudah lepas dari pinggangnya, tapi tangan seseorang memegang lengannya yang hampir membuatnya jatuh. Lily baru menyadari jika ada rekan kerja Gema, dirinya lupa nama wanita yang ada dihadapannya tapi seketika melihat nama yang ada di pakaian.“Kita ke mobil dulu, Mbak. Mas Gema bisa marah kalau nanti ada yang mengganggu kerjanya.” Mona mengantarkan Lily menuju mobil ambulance.“Memang ada apa?” tanya Lily penasaran.“Kucing kampung ngerus
Pertemuan dengan Gema sudah terjadi sejak satu minggu yang lalu, sampai sekarang tidak ada bertemu secara tidak sengaja. Lily juga setidaknya bersyukur tidak perlu memberikan jawaban pada pria yang memang baru ditemuinya juga pria yang beberapa kali menolongnya, tapi bukan berarti percaya diri jika yang dimaksud adalah dirinya.“Mbak, memang kita nggak istirahat?” tanya Bella pada Merry yang langsung menggelengkan kepalanya “Masa langsung rekaman dan hafalin gerakan tari?”“Kenapa? Memang kamu sudah tua? Protes aja dari sebelum balik.” Merry menatap malas pada Bella yang langsung mengerucutkan bibirnya “Kamu habis ini menikah, sebelum menikah mau dibuat sibuk dulu sama bos. Kejar setoran, habis nikah kamu juga honeymoon. Larissa dulu juga gitu, nggak protes.”Bella semakin mengerucutkan bibirnya “Larissa pasangannya orang hiburan juga jadi paham, aku beda. Mas Ruli kasihan kalau aku sibuk terus, kita jarang ketemu belum lagi nggak ada waktu membahas
Masih teringat jelas malunya Lily saat meminta nomer hp Mona, saat itu tidak ada alasan dirinya meminta nomer Mona dan terjadi begitu saja, tapi sudut hatinya mengatakan ingin mendapatkan nomernya walaupun sampai sekarang belum menghubungi sama sekali. Menatap nomer Mona dengan tatapan tanda tanya yang masih ada didalam kepalanya, menggelengkan kepala pelan jika apa yang ada dalam pikirannya tidak benar.“Capek.” Bella memejamkan matanya saat sudah berada di sofa “Seminggu lagi.”“Li, kamu diundang untuk ikutan olahraga panah.” Merry mendekati Lily dan tidak peduli dengan rengekan Bella “Permintaannya Lily atau Larissa, tapi Larissa sudah nolak.”“Harus, Mbak? Mbak tahu kalau aku malas ikut begituan.” Lily memastikan dengan harapan tidak terjadi.“Masalahnya yang ajak langsung orang paling penting.” Merry memberikan alasan “Aku nggak tahu bisa nolak atau nggak.”“Mending tanyakan dulu, Mbak. Kak Lily nggak akan mau lakuin begitu
Masih teringat jelas malunya Lily saat meminta nomer hp Mona, saat itu tidak ada alasan dirinya meminta nomer Mona dan terjadi begitu saja, tapi sudut hatinya mengatakan ingin mendapatkan nomernya walaupun sampai sekarang belum menghubungi sama sekali. Menatap nomer Mona dengan tatapan tanda tanya yang masih ada didalam kepalanya, menggelengkan kepala pelan jika apa yang ada dalam pikirannya tidak benar.“Capek.” Bella memejamkan matanya saat sudah berada di sofa “Seminggu lagi.”“Li, kamu diundang untuk ikutan olahraga panah.” Merry mendekati Lily dan tidak peduli dengan rengekan Bella “Permintaannya Lily atau Larissa, tapi Larissa sudah nolak.”“Harus, Mbak? Mbak tahu kalau aku malas ikut begituan.” Lily memastikan dengan harapan tidak terjadi.“Masalahnya yang ajak langsung orang paling penting.” Merry memberikan alasan “Aku nggak tahu bisa nolak atau nggak.”“Mending tanyakan dulu, Mbak. Kak Lily nggak akan mau lakuin begitu
Lagu covernya keluar jam sepuluh pagi, semalam selama satu jam Lily menghabiskan waktu dengan live bersama fansnya. Lily juga sudah memberitahukan kalau nanti akan ada kejutan dan fansnya sudah menebak kalau ada cover lagu, tapi mereka tidak tahu lagunya apa. Sekarang yang dilakukan adalah menunggu keluar dan melihat reaksi fansnya, tapi sebenarnya Lily hanya satu yang ditunggu yaitu reaksi Gema dan daritadi menatap ponsel menunggu orang tersebut menghubunginya.“Acara apa nanti?” tanya Rahayu saat melihat Lily keluar dari kamar.“Mama kapan datang?” Lily menatap Rahayu yang sudah duduk manis di sofa, bertanya tanpa berniat menjawab pertanyaan “Mama bawa apaan?”“Makanan kesukaan kamu,” jawab Rahayu yang menatap Lily dari tempatnya “Kue dari teman kamu.” Lily mengerutkan keningnya melihat kotak kue di lemari es “Cowok.”Lily menatap bingung, melihat ucapan yang tertempel di kotak dengan segera membacanya dan seketika membelalakkan matanya.