Sore itu, Yura pulang berjalan kaki sendirian. Youngjo dan Sua tidak mampir ke tempatnya bekerja karena hari itu Sua libur, jadi Youngjo langsung menuju rumah Sua sepulang ia bekerja. Yura berjalan menyusuri trotoar yang cukup ramai, tapi pikirannya tidak berada di sana. Ia masih saja memikirkan lelaki tua tadi. Menurutnya hal yang dialaminya hari itu benar-benar aneh.
Mungkinkah itu hanya kebetulan? Ah... sudahlah. Aku bisa benar-benar gila memikirkan banyak hal sekaligus, batinnya.
Saat ia mengembalikan fokusnya ke jalanan, saat itu pulalah ia berpapasan dengan seorang lelaki muda berbadan tinggi dan tegap. Ia hanya sekilas saja melihat wajah lelaki itu dan terus melanjutkan langkahnya. Tapi tiba-tiba ia berhenti melangkah dan sejenak berpikir. Sepintas wajah lelaki yang baru saja berpapasan dengannya itu terasa tak asing, apa ia mengenalnya? Ia memang tak melihat wajah lelaki tadi dengan jelas, tapi entah mengapa ia merasa seperti mengenalnya. Ia pun berbalik badan
Malam itu, dengan keikhlasan hatinya Yura pun memutuskan untuk pasrah mengikuti apapun yang akan terjadi padanya. Ia akan mengikuti ke mana alur membawanya di dunia novel sesuai dengan takdir yang ditentukan oleh sang Penulis. Ia tidak ingin berpikir terlalu keras karena kehidupannya sendiri sudah sangatlah berat. Mulai malam itu, ia berniat melakukan "pelarian" dari dunia nyata dan mulai menikmatinya setiap malamnya.Setelah mandi dan berganti pakaian, ia beranjak ke atas tempat tidurnya dengan novel ajaib itu ada di tangannya. Ia pun memandangi sampul novel itu dalam posisinya yang sedang berbaring. Dirabanya gambar mahkota di sampul novel itu, memikirkan seandainya semua yang ia miliki di dalam dunia novel juga bisa ia miliki di dunia nyata.Ia meletakkan novel itu di atas bantal sebelah kepalanya. Badannya dimiringkan ke arah kanan, di mana novel tersebut diletakkan, lalu ia pun perlahan-lahan menutup matanya. Tak butuh waktu lama, ia pun tertidur...Jam 12.
Jenderal Wonjin dan Jenderal Philsung menunggangi kuda mereka menuju ke arah perkemahan militer yang terletak di dekat tembok gerbang Ibukota Seorabeol. Sesampainya di sana, mereka langsung masuk ke sebuah kemah terbesar di situ. Di dalamnya sudah ada para Jenderal, seorang Pungwolju (sebutan untuk pemimpin utama para Hwarang), serta beberapa Hwarang senior sedang berdiri mengelilingi berbaris dengan dipimpin oleh Jenderal Besar Yushin yang berdiri di depan. Jenderal Wonjin dan Jenderal Philsung segera bergabung bersama mereka."Pasukan Baekje menyerang perbatasan Barat. Jumlahnya sekitar 100 orang. Mereka menuju ke benteng Gajam tapi mata-mata kita di sana sudah mengetahuinya terlebih dahulu dan melaporkannya pada Wonsanghwa regional Barat," terang Jenderal Besar Yushin membuka pertemuan mereka siang itu. Wonsanghwa adalah sebutan untuk Hwarang senior, yang di bawahnya terdapat para Hwarang dan pasukan Hwarang yang disebut Nangdo."Berapakah jumlah pasukan kita di san
Surga. Begitulah kiranya kata yang bisa menggambarkan suasana di sini. Indahnya padang rumput yang hijau dan langit biru yang cerah, disertai dengan bunga-bunga bermekaran bak permadani berwarna-warni. Kuning, merah, dan ungu, semuanya berbaris rapi sesuai dengan warnanya masing-masing. Di tengah potret indahnya tempat ini terlihat seorang pemuda berpakaian tradisional Korea (Hanbok) berdiri menghadap ke belakang, dengan dua tangannya diletakkan di belakang pinggangnya. Pakaian yang dikenakannya berupa kemeja panjang (Sokgui) berlengan lebar bewarna biru muda dilapisi dengan rompi (Jeogori) berwarna biru tua yang dihiasi dengan berbagai macam corak nan indah, dilengkapi dengan celana panjang (Baji) berwarna abu-abu. Jahitannya sangat rapi dan kainnya terlihat sangat halus dan mengkilap, seperti terbuat dari kain sutera. Tubuhnya tegap dan tinggi dengan perawakan yang tidak terlalu besar. Terlihat rambutnya yang hitam panjang, sangat indah menjuntai sampai ke
Yura mengenakan rompi hijau dengan logo GS27 di dada kirinya. Rompinya tidak jelek, hanya saja ia merasa muak tiap kali melihat rompi itu. Ia teringat akan kehidupannya yang hanya begitu-begitu saja. Ia berjalan menuju ke konter kasir. Di sana ada teman kerjanya yang lebih muda dan bertubuh agak gemuk, Jinguk, baru saja menyelesaikan gilira kerja malamnya dan masih mengenakan rompi. "Kak Yura, tadi malam ada orang yang memberiku tip. Uangnya aku belikan roti dan aku membelikanmu juga. Aku letakkan di laci untuk makan siangmu nanti ya." Jinguk tersenyum sambil meletakkan roti di laci meja kasir. Wajah bulatnya yang selalu tersenyum dan dihiasi dengan poni mangkok seakan menjadi vitamin bagi Yura untuk memulai hari kerjanya. Di tengah pekerjaan yang tidak disenanginya, ia masih bersyukur memiliki teman kerja yang sangat baik seperti Jinguk. "Wah... terima kasih Jinguk. Kau selalu mengingatku." Yura tersenyum untuk pertama kalinya hari itu.
Yura, Youngjo, dan Sua berjalan bersama. Memang sudah menjadi kebiasaan, Youngjo menjemput Sua yang bekerja tidak jauh dari tempat Yura bekerja. Youngjo adalah seorang polisi muda, biasanya ia pulang di sore hari setelah selesai bertugas. Sesekali Youngjo akan mampir ke minimarket sambil menunggu Sua pulang. Tak jarang pula Sua hanya pulang berdua dengan Yura jika Youngjo mendapat giliran bekerja malam. Tapi jika Youngjo dan Sua bertemu di minimarket, mau tidak mau Yura harus pulang bersama mereka. "Yura, apa yang akan kau lakukan setelah ini?" tanya Sua. "Mmm... Tidak ada. Mungkin hanya menonton televisi dan tidur. Bagaimana dengan kalian?" "Kami akan makan di kedai sup yang baru buka di daerah Sinchon. Sepertinya ulasannya bagus. Apa kau mau ikut?" Sua menatap Yura dengan wajah berharap. "Mmm... Tidak. Lain kali saja. Aku harus membantu ibuku menyiapkan makan malam." Yura beralasan. Ia merasa tidak enak hati tapi ia hanya tidak mau melanjutk
"Lepaskan!" teriak Yura kepada pria itu, sambil berusaha menarik kembali tangannya. Namun pria berambut keriting itu tidak mau melepaskan tangannya, sementara pria yang satunya lagi hanya tertawa sambil melihat perilaku tak pantas temannya itu. Tiba-tiba terlihat seseorang memegang lengan pria itu. Yura melihat ke arah orang tersebut. Youngjo! Ia datang tepat waktu! "Paman, tolong lepaskan tangan Nona ini!" pintanya dengan nada tegas. Kedua pria itu memandangi Youngjo dari atas sampai ke bawah. "Kau siapa?" tanya pria bertopi dengan nada meremehkan. Youngjo menggunakan tangannya yang satunya lagi untuk mengambil tanda pengenal kepolisiannya dari sakunya, dan menunjukkannya kepada mereka. Ia tidak bisa dengan mudahnya menunjukkan bahwa ia seorang polisi karena ia mengenakan pakaian biasa pada saat itu. "Lepaskan!" perintah Youngjo sambil menarik tangan pria itu. Kedua pria itu pun ketakutan dan langsung bergegas keluar dari minimarket.
"Aku pulang!" Yura memasuki rumahnya membawa bungkusan buku yang tadi dibelinya. "Apakah kau sudah makan?" tanya ibunya dari dapur sambil membereskan sisa makanan di atas meja. "Tadi aku sudah makan, Bu. Youngjo dan Sua mengajakku makan di kedai dekat minimarket," jawab Yura sambil melepas sepatunya. "Ya sudah kalau begitu. Cepat ganti bajumu dan mandi!" perintah ibunya. Ia pun naik ke lantai atas menuju kamarnya. Diletakkannya kantong plastik berisi buku-buku yang dibelinya tadi di atas meja, lalu berganti pakaian dan segera mandi sebelum hari semakin malam. Selesai mandi, ia langsung merebahkan dirinya di atas kasur. Badannya terasa letih sekali. Hari itu terasa sangatlah panjang. Kemudian ia mengambil telepon selulernya dan membuka foto-foto dalam albumnya. Dilihatnya foto-foto yang menunjukkan dirinya sedang berpose bertiga bersama Youngjo dan Sua. Di dalam foto-foto itu, ia tampak sangat bahagia. "Hei Yura, sampai kapan kau ak
Yura masih tertidur pulas sementara novel di atas mejanya menunjukkan suatu aktifitas yang sangat tidak biasa. Jam 12.00 malam itu, di dalam tidur nyenyaknya, Yura mulai bermimpi. Mimpi ataupun bukan, yang pasti semua itu terjadi saat ia sedang tertidur... Yura membuka matanya perlahan. Ia melihat pemandangan yang sangat asing di depan matanya. Ia melihat dirinya duduk di depan sebuah cermin besar. Pada awalnya ia mengira bahwa bayangan di dalam cermin itu bukanlah dirinya karena terlihat sangat cantik, tak nampak seperti dirinya yang biasanya. Tetapi setelah ia memperhatikannya sekali lagi, ternyata benar itu adalah dirinya. Di dalam cermin, terlihat ia sedang duduk mengenakan pakaian tradisional Korea (Hanbok) yang sangat indah, terdiri dari sehelai kemeja panjang (Sokgui) berlengan lebar dengan warna merah muda dilapisi dengan rompi (Jeogori) berwarna ungu dengan berbagai macam corak berwarna emas, dan rok (Chima) berwarna ungu muda. Kainnya mengkilap dan sangat h