Share

Bab 3- Hasil Pemeriksaan Dokter

Happy Reading Semuanya!

Lehernya terasa sangat berat, kemudian terasa kaku juga dan pandangannya seakan berputar. Irene pusing mendengarkan takdir untuknya saat ini, setelah kemarin sore ribut di rumahnya dan keputusan gila sang kakak.  Irene tidak bisa tidur dengan nyenyak dan makan dengan layak karena berita ini.

Orang di sekitarnya membuatnya stress bukan kepalang. Dua keluarga bahkan merelakan waktu mereka untuk mengecek kondisi rahim dari sang kakak dan kemungkinan buruk lainnya.

“Apakah menurut kakak aku sepakat? Sudah aku bilang kalau aku enggak setuju dengan ide gila kakak.  Sekalipun itu terjadi...”

“Kamu bisa tutup mulut kamu?” potong Mira.

“Ya enggak lah! Kenapa aku harus tutup mulut kalau posisinya disini aku adalah korban? Lagian memangnya mas Rangga enggak bosan lihat aku setiap hari di kehidupan Mas selama 24 jam? Di rumah, di kantor, ruang baca kantor, kafe, restoran. Memang mas enggak bosan? Ayolah bukankah mas sejak awal ada di pihak saya? Menolak hal konyol ini?!”

“irene!” bentak Mira.

“Apa?! Ini semua karena kakak! Aku sudah stress sama tugas kantor dan kehidupan romantika aku. Tugas dari Mas Erlangga di kantor saja kadang mau saya buang ke sungai Ciliwung karena terlalu berat dan sekarang? Ini gila dan sukar buat dipercayain.” Nada suara marah terdengar dari bibir Irene.

Tatapan mata Irene sendu bercampur marah, “Sekali saja buat aku senang bisa enggak sih! Jangan beban mulu yang kalian kasih! Selama ini cuman itu yang kalian lakukan!” kesal Irene sembari menatap Rangga sang Kakak ipar yang hanya fokus  menatap jalanan di depannya.

Keadaan benar-benar sunyi dan tidak ada sepatah kata apapun yang keluar dari bibir keduanya, memang pasangan aneh. Selamanya akan menjadi couple ugly. Rahang Irene mengeras.

Irene berdecak pelan, ia tidak bisa hanya diam saja.

“Mas dengar saya lagi bicara enggak sih?! Dari tadi saya bicara sama tembok? Kak Mira juga! Kenapa bawa-bawa Irene ke dunia Kakak sih?  Ada banyak bahkan jutaan perempuan di dunia, yang lebih bagus juga ada. Kenapa enggak coba cari adik madu yang lain saja? Kenapa harus aku?” Mira hanya memejamkan matanya mendengar penuturan dari sang adik saat ini.

Suaa adiknya sudah cukup untuk menjadi background suara perjalanan mereka menuju rumah sakit sesuai dengan janji temu yang sudah di buat.

“Kak Mira tahu kalau aku sama Mas Rangga itu enggak pernah akur. Bukankah sama saja dan enggak ada perubahan selain memperparah?”cerocos Irene sembari menatap tidak percaya sang Kakak.

Mira tampak memijat pangkal hidungnya untuk menetralkan perasannya saat ini. suara adiknya benar-benar tidak bisa di jadikan backround suara.

“Irene coba kamu diam sebentar! Kakak pusing. Bisa enggak sih kamu selama perjalanan ke rumah sakit ini berdoa biar diagnosis dari dokter sebelumnya salah? Kamu pikir Kakak mau keadaannya begini? Kakak pilih kamu karena kakak percaya.” Irene memasang wajah sedih melihat wajah sang kakak yang selalu ceria kini menahan beban.

Irene terdiam dan mengigit bibirnya, tidak ada yang berada di pihaknya dan membuatnya sedih seperti ini. Pandangannya berdalih kearah lain, jalanan terlihat tidak menarik karena keadannya yang seperti saat ini.

“Kakak pilih kamu sebagai adik madu kakak karena...” ucapan Mira tampak menggantung.

“Kakak adalah salah satu bukti bagaimana kamu hidup. Dengar Irene! Kakak bukan jahat sama kamu, tapi hanya kamu yang bisa kakak percaya untuk di minta pertolongan, kakak lihat kamu dari masih bayi merah sampai menjadi anak pembangkang seperti ini. Kamu anak baik yang lebih pantas sama Mas Rangga di bandingkan orang lain,”

Wajah Irene juga tidak kalah jauh dari Mira yang merasa frustasi. “Tapi Irene punya pacar Kak, masa Irene harus putus sama dia. Irene itu cintanya sama Mas Risky bukan Mas Rangga,” ucap Irene sembari menatap sang kakak di depannya itu.

“Kamu bisa putus sama Mas Risky, demi permintaan kakak.” Irene menatap tidak percaya sang kakak di depannya itu.

“Kenapa aku harus putus? Aku pacaran sama Mas Risky dari aku kelas 1 sma dan sekarang sudah hampir 5 tahun Kak, masa putus gitu saja. Aku cintanya pakai double banget sama Mas Risky, pasti ada cara lain. Aku enggak mau nikah sama Mas Rangga yang sudah tua!” rengekkan dari Irene membuat Mira menutup mulut sang adik.

“Kakak mohon sekali ini saja,” pinta Mira

Langkahnya berjalan mengikuti keluarga besarnya menuju ruang dokter kandungan yang sudah di atur oleh keluarga Rangga dalam waktu secepat kilat. Rasanya kaki Irene melemah  dan tidak mau lagi untuk berjalan lebih jauh, bagaimana ini bisa terjadi pada dirinya.

Bagaimana ia mengatakan pada kekasihnya? Ini bukan bagian bab dari cerita yang sering ia baca. Kenapa hidupnya drama sekali? Menyedihkan sekali menjadi Irene.

“Irene ayo masuk!” titah Rangga membuat Irene menabrak kesal lelaki di depannya itu.

Iris matanya memperhatikan sang kakak berada di ranjang pemeriksakaan dengan perut terbuka serta dokter tengah memeriksa keadaan dari Mira  yang kini memejamkan matanya berharap tidak mendapatkan berita buruk nantinya.

“Seperti yang Bapak dan Ibu lihat, kalau rahim milik Nyonya Mira  memiliki kelainan bentuk rahim yang sering di bilang Unicornuate uterus. Kondisi ini terjadi ketika rahim hanya berukuran setengah dari ukuran rahim normal pada uumunya, saluran tuba falopi yang mengalami kelainan ini ada dua, tetapi hanya satu yang bisa terhubung ke rahim.”

Seisi ruangan tampak terkejut mendengar penuturan dari dokter barusan, tatapan mata Irene sama sekali tidak bisa lepas dari sang kakak yang kini menangis di depannya. Irene tidak ingin menjadi orang jahat yang malah menikah dengan suami kakaknya sendiri,

“Apakah istri saya bisa hamil Dok?” Pertanyaan dari Rangga barusan membuat Arumi menatap sang kakak ipar tampak penuh harapan di sana.

Helaan nafas dari dokter di depannya membuat kedua orang tua Irene menjadi was-was, “Penyakit kelainan Unicornuate Uterus itu tergolong sebagai kelainan bentuk rahim yang jarang terjadi. Perempuan yang mengalami kondisi ini juga masih tetap bisa hamil meskipun beresiko lebih tinggi mengalami kehamilan ektopik, keguguran, dan kelahiran prematur. Bahkan bayi yang di lahirkan bisa mengalami kecacatan,” Tubuh Rangga melemas mendengar penuturan dari dokter di depannya itu.

Bagaimana bisa ini datang di keluarganya yang harmonis? Saat ini Rangga sama sekali tidak bisa berpikiran jernih mendengar fakta  barusan.

Pandangan Ratna berdalih pada perempuan muda yang menjadi adik kandung dari menantu tidak di sukainya itu, sejak dari awal pernikahan sang anak feeling buruk sebagai seorang ibu dan benar saja sekarang terjadi.

“Kalau begitu bagaimana dengan Irene? Tolong di cek bagaimana keadaan rahimnya, saya tidak mau kecolongan untuk kedua kalinya. Bisa saja adiknya juga menurun,” Irene menatap sang kakak tampak mengangguk mengiyakan ucapan dari ibu mertuanya itu. Ia tidak ingin melakukannya.

“Ayo cepat!” suruh Mira

Irene menidurkan tubuhnya pada ranjang pemeriksaan dan membiarkan dokter perempuan di sebelahnya itu memeriksakan keadaannya saat ini. Irene merasa gugup saat ini, apalagi tatapan dari Ibu Rangga menatapnya tajam.

“Rahim untuk Nona Irene terlihat sangat sehat dan normal, bahkan sudah siap untuk di buahi.” Irene membualat mendengar perkataan frontal dari sang Dokter di sebelahnya itu.

“Kira-kira masa suburnya adik saya kapan Dok?” tanya Mira

Mata Irene semakin mendelik mendengar penuturan dari kakaknya barusan, ia tidak siap untuk menikah dan memiliki anak. Tidak! Sebenarnya Irene siap tapi dengan pasangannya yang lain bukan Rangga sang kakak ipar.

“Kapan terakhir kamu datang bulan?” tanya Dokter sembari menatap Irene penuh tanya.

“Kemarin tanggal 20,” sahut Irene

Rasanya sangat sulit untuk menelan ludahnya sendiri saat ini, “Apakah datang bulan kamu teratur?” Kepala Irene mengangguk mengiyakan ucapan dari Dokter bernama Wulan di sebelahnya itu.

“Kalau begitu mungkin kamu sekitar tanggal 22 akan selesai datang bulan dan setelah itu adalah jangka waktu masa subur dari Nona Irene, hitungan masa subur perempuan biasanya terjadi sekitar 12-16 hari sebelum masa datang bulang berikutnya. Dengan kata lain, rata-rata wanita mengalami masa subur di antara hari ke -10 sampai hari ke-17 setelah hari pertama menstruasi terakhir.” Irene menatap sang kakak di depannya itu yang tampak mengangguk mendengar penjelasan dari sang dokter.

“Berarti kita bisa mengatur pernikahan dalam waktu dekat,” ucap Mira  membuat kepala Irene berdenyut.

Ayolah kakaknya sudah mulai tidak waras lagi, kenapa kakaknya itu berpegang teguh kalau dirinya yang harus menikah dan menjadi rahim pengganti untuk melahirkan anak dari Rangga. Jujur saja, Irene masih mengharapkan Risky yang menikah dengannya dan berbahagia bersama, bukan dengan Rangga sang Kakak ipar.

Bolehkah ia melarikan diri saja sekarang? Ia tidak mau menikah dengan kakak iparnya sendiri.

To be continued...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status