"Ehh tunggu dulu!"
"Tapi tuan." Membalikkan badannya menghadap ke arahku namun tidak berusaha melepaskan tanganku.
"Duduk dulu, dengarkan aku!"
"Maaf tuan." Violet duduk kembali.
"Aku lanjutkan ceritanya, di sana aku sempat melawan dan ada wyvern yang terluka, tapi para dwarf sama sekali tidak ada yang terluka,"
"Kalau belum diberi pelajaran, izinkan saya yang melakukannya." Violet memotong pembicaraan lagi sambil berdiri, aku tarik dia di pangkuanku dan aku peluk erat. Posisinya membelakangi aku, jadi tangannya bisa aku pegangi.
"Licik! Kenapa Violet saja yang dipeluk?" Erin berdiri sambil menggebrak meja. Aku baru sadar kalau di sini ada banyak pelanggan yang memperhatikan kami, segera aku lepas pelukanku.
"Kan kemarin kamu sudah menghisap darah tuan Al banyak sekali, gantian lah!" Violet malah membalikkan badan samb
Di lantai kedua rumah mereka, terdapat tempat untuk bersantai dan menikmati pemandangan. "Itu gunung berapi selalu ngeluarin api biru?" tanyaku, soalnya aku lihat dari awal kemari sampai sekarang selalu saja menyala. Apalagi saat malam seperti ini, cahayanya bisa terlihat dari seluruh sudut kota. Posisi rumah ini memang spot terbaik, dapat melihat semua spot menarik dari kota ini dalam satu tempat. "Iya, tidak pernah padam," ucap Noe yang sedang duduk santai di sofa sambil menyilangkan kakinya "Walau masih mengeluarkan api, namun tidak akan meletus lagi kok," Nay di sisiku. "Baru saja mau tanya," dan dibalasnya dengan senyuman, lalu mengambil tanganku dan ditaruh di atas kepalanya. Aku usap kepalanya sambil aku mainkan rambut putihnya yang halus dan sangat harum itu. "Tuan, saya juga saya juga!" Violet melakukan hal sama, kelakuan mereka berdua setiap saat pasti di kedu
"Maaf tuan, kami bikin keributan." Violet dan Noe kembali. "Anak sialan itu berulah lagi!" Noe kesal. "Elf yang kemarin?" "Iya, sudah aku suruh penjarakan dia sekarang!" Noe. "Ehh segitunya?" "Memangnya mau cewekmu ini digangguin?" Noe. "Cewekku?" "Ini wedang ronde, bentar lagi satenya matang." Noe membagikan mangkok berisi wedang ronde. Rasanya benar-benar sama seperti di dunia asalku, tidak kami sangka sudah menjelang tengah malam. Kami putuskan untuk pulang namun mereka memaksaku untuk tidur bersama mereka. "Baiklah, kalau kau bisa mengalahkan ku, kau boleh tidur sendiri," tantang Noe. "Beneran? Kemarin saja tidak ada perlawanan yang berarti," aku dengan percaya diri, menyetujui tantangan Noe. "Hahaha jangan sombong dulu, wal
Gua Cryostar Di bawah pegunungan Smabor, terdapat gua yang sangat panjang dan besar. Gua itu dihuni oleh puluhan ribu dwarf, sekaligus tambang berbagai mineral alam. Sebagian besar besi dan emas ditambang dari tempat ini. Walau dwarf memiliki tubuh yang kecil, tapi ruang tahta Raja dwaft sangat luas. Violet dalam wujud naganya masih bisa muat di dalam ruangan itu. Tidak hanya besar, ruangan itu sangat megah, dihiasi batu permata yang menyala di seluruh sisinya. Raja dwarf duduk di singgasana yang berupa kristal-kristal besar. Berjejer pengawal dwarf dengan badan kekar membawa kampak sebesar badannya. "Bagaimana kondisi putraku?" Jade, Raja dwarf bertanya kepada ajudannya. "Pangeran Elraw mengalami patah tulang di beberapa tempat. Sekarang sedang dilarikan menuju kota Mala agar segera mendapat penanganan yang terbaik." Ajudan itu berlutut di depan rajanya. "Siapkan wyver
"Cih, masih hidup saja si kerdil itu!" Demon melihat ke arah mereka dengan tajam. "Permisi yang mulia, pangeran Elraw ingin bertemu." Pengawal itu mendekatkan Elraw menuju Jade lalu segera pergi. "Bagaimana keadaanmu?" Jade. "Sudah tidak apa-apa yah." Dengan lemasnya sambil menengok ke arah kami. "Itu manusia yang menyusup, lalu." Elraw ragu melanjutkan bicaranya, dia melihat ke arah ayahnya. "Ayah, itu demon yang menyerangku!" Elraw panik sambil menarik lengan baju ayahnya. Brakk.. Jade memukul meja hingga membuat meja kayu itu hancur, dia berjalan menuju ke arah kami sambil mengangkat tangannya. Kampak besar perlahan muncul di genggaman tangannya, padahal ukurannya melebihi badannya tapi dia angkat dengan santai. "Jade, kau tidak sopan seperti itu di depan tuanku!" Violet masih duduk tenang di pangkuanku.
"Aaaaaaa..." teriak Jade kesakitan, dia pegang kepalanya sambil terhuyung seakan ada benda yang menusuknya. Kampak Jade menghilang secara perlahan lalu tubuh Jade berubah menjadi merah. Energi sihir semakin lama semakin berkumpul di tubuh Jade. Sekarang posisinya berdiri dengan punggung yang menekuk ke belakang, tangan dan kepalanya menjuntai hampir seperti kayang namun dengan tumpuan kaki saja. "Yang Mulia, bolehkah saya serius menghadapinya?" Demon itu berjalan mendekat, lalu bertanya entah kepadaku atau mereka. "Hmm bagaimana ya?" Erin melihat ke arahku sambil menjentikkan jarinya. Ssssutt. Sekarang aku berada di dalam penghalang sedangkan demon itu sudah di luar. "Al semangat!" teriak Erin, mereka semua terlihat tenang dengan masih duduk di kursinya masing-masing. "Apa apaan ini woy!?" Aku balik badan dan segera berlari menuju arah merek
Terbentuk bola hitam mengelilingi senjata kami yang menyatu, tak lama kemudian bola itu pecah dan keluar sesosok hitam besar. Ledakan energi yang disebabkan oleh pecahnya bola itu lebih besar daripada sebelumnya. "Ahahaha akhirnya! Aku kembali!" Makhluk itu merentangkan tangannya. "Hah? Tidak mungkin! Kenapa manusia itu masih hidup setelah terkena kutukanku!?" teriaknya saat melihatku, entah apaan dia itu sebenarnya, tubuhnya hanya bayangan hitam besar dengan mata merah. "Genderuwo?" ucapku lirih. "Lah, belum tidur?" Noa melihatku lalu kami teleport ke kamar mereka. "Sudah tidurlah!" Noa membaringkanku di tempat tidur, diikuti Nay yang berteleport kemari. .... "Berani-beraninya kau dengan tuanku!" Violet mengeluarkan sayap dan auranya yang sangat kuat itu. Walau aura yang dipancarkannya sangat mengerikan, tapi Violet malah s
Pertama kalinya aku keluar kamar asrama menggunakan pintu, ternyata kamarku berada paling dekat dengan gedung sekolah. "Ehh Al, ternyata kita bersebelahan juga?" Anton keluar dari kamar yang letaknya hanya terhalang satu kamar dari kamarku. "Juga?" tanyaku sambil mengunci pintu. "Iya, ternyata Sasa ada di kamar sebelah kita." Anton menunjuk ke ruangan yang ada di antara kamar kami. Sasa ini cewek yang sempat diganggu oleh anak pemimpin pasukan Elf yang bernama Ramon sedangkan Anton, laki-laki yang membantu Sasa. "Jadi laki-laki dan perempuan dicampur satu gedung?" "Iya begitulah." Sambil berjalan ke arahku. "Ehh ada Al di sini?" Sasa keluar dari kamarnya, tepat sekali saat Anton berjalan di depan pintu kamarnya. "Iya, dia menempati kamar itu." Anton menunjuk ke arah kamarku. "Ehh
"Demon Lord!?" "Kamu tidak tahu? Yang mulia Ratu masing-masing memiliki dua gelar lho, yang satunya adalah Demon Lord." Anton melihat ke arahku dengan serius. "Gelar apaan itu?" "Kalau itu aku kurang tau," Anton. "Kakekku pernah cerita kalau gelar itu membutuhkan ratusan ribu jiwa manusia," lanjut Anton dengan cueknya sambil meneruskan membaca buku. "Hah!? Dari mana mereka mendapatkan jiwa itu?" Aku kaget dengan jumlah tumbal yang dibutuhkan. Ratusan ribu, berarti minimal ada 600 ribu manusia yang mereka bunuh untuk evolusi. "Dari membunuh musuh yang menyerang negara ini lah!" Anton kembali melihat ke arahku. "Setelah evolusi gelar Demon Lord, peningkatan kekuatan sangat pesat, jadi bisa dengan mudah menggunakan sihir tingkat tertinggi." Sasa menghentikan membacanya. "Wooh mantap sekali ternyata,