Share

Bab 2 - Terlahir Kembali

Tak pernah terbayangkan oleh Han, bahwa hidupnya telah berakhir dengan mengenaskan. Banyak pertanyaan yang berlalu-lalang di kepalanya. Bagaimana nasib dirinya selanjutnya?

Di dalam kegelapan yang tak terhingga, Han mengambang di udara. Ia mencoba membuka mata, menatap kedua tangannya. Tubuhnya tidak merasa panas ataupun dingin. Namun, hatinya tak merasa tenang karena masih memikirkan utang dan masalah yang belum diselesaikannya.

“Apa ini neraka?” Han membatin dengan wajah murung. “Tidak kusangka, hidupku bad ending.”

Perlahan muncul tawa dari Han, lalu berangsur menjadi isak tangis. Tiba-tiba dari arah tak diketahui, muncul suara orang lain dengan bahasa yang tidak pernah Han dengar sebelumnya.

“Kpe de enu, loluto. Egbo nie vie.” (Bertahanlah, Sayang. Kurang sedikit lagi)

“Eh ... apa?” Han berhenti menangis dan pandangannya mencari sumber suara itu.

“Eveam nuto ... edze abe nyemegate nu xoe o vie.” (Sakit sekali ... aku sepertinya tidak sanggup lagi.)

Han semakin bingung tentang apa yang tengah terjadi saat ini. Jawaban di mana dirinya sekarang belum ia dapatkan. Bahkan, kini dihadapkan dengan bahasa seorang pria dan perempuan yang tidak dimengerti olehnya.

Mendadak Han merasakan tubuhnya ada sesuatu yang mendorong ke depan. Kekuatannya tak cukup untuk melawan dorongan tersebut. Tepat di hadapan muncul sebuah titik cahaya kecil yang terang, lalu berubah menjadi besar. Ia menyilangkan kedua tangan ke depan dan menerobos cahaya terang dengan kecepatan tinggi.

“Aarggghh ...,” teriak Han dengan memejamkan mata.

Alangkah terkejutnya Han saat membuka mata. Kini ia berada di sebuah rumah yang terbuat dari kayu. Saat kepalanya masih mencerna semuanya, tubuhnya serasa ada yang mengangkatnya.

“Sedang di mana aku ini? Kenapa aku diangkat?” tanya Han dalam hati.

Seketika pikiran Han langsung buyar, kedua matanya menangkap seseorang tepat di hadapannya. Tampak sosok pria berambut perak dan berkulit putih pucat yang sedang mengangkatnya. Walaupun berkulit pucat, pria tersebut cukup bugar. Tubuhnya berotot terbungkus baju putih dan celana panjang abu-abu.

Han termenung, memandangi mata merah milik pria di depannya. Ia mengabaikan tindakan konyol yang dilakukan oleh si pria untuk membuatnya tertawa. Perhatiannya hanya tertuju pada kedua tanduk kecil berwarna hitam di dahi pria tersebut.

“Tanduk? Apakah kamu malaikat yang akan menghukumku?” Han bertanya-tanya, tetapi tak dapat mengeluarkan suaranya.

Kemudian tubuh Han diarahkan ke dalam rangkulan seorang wanita berparas cantik rupawan yang fisiknya tidak jauh berbeda dari pria sebelumnya. Perbedaannya ialah wanita itu memiliki beberapa bagian tubuh milik manusia perempuan pada umumnya.

Han berusaha mencerna kata-kata mereka, tetapi nihil. Bahasa yang digunakan berbeda dengannya. Namun, walaupun tampang mereka menyeramkan, apapun yang mereka katakan, Han merasa kehangatan di dekat mereka.

“Jadi ... kalian bukan malaikat pencabut nyawa? Masa iblis? Tapi ... entah kenapa, aku merasakan ... kalian seperti ... orang tua.”

“Mawuli, aleke woayo mia vi?” tanya si pria. (Mawuli, akan dinamakan siapa anak kita?)

“Kafui, Le nubabla si wo esime miede mia noewo zi gbato nu la, matso nko ne be ... Han.” Si wanita menjawab dengan wajah merona. (Kafui, sesuai kesepakatan saat di awal hamil, aku ingin menamainya ,,, Han)

Sebuah senyuman terpampang di wajah mereka berdua, lalu saling memberikan kecupan satu sama lain.

“Han? Aku tidak salah dengar, kan?”

Han sedikit mulai memahami apa yang telah terjadi dengan dirinya. Dugaannya sekarang adalah ia telah terlahir kembali menjadi anak seorang pasutri yang memiliki kelainan fisik yang berbeda dengan manusia pada umumnya.

“Sepertinya aku diberi kesempatan kedua. Ya, tak masalah aku anak siapa, akan kujalani hidup dengan baik kehidupan baruku.”

***

Di suatu tempat yang minim pencahayaan, di dalam gua yang terdalam, tampak seorang pria dengan jubah lusuh tengah duduk bersandar dinding gua. Tubuhnya berkulit putih, bola matanya berwarna hitam. Tak memiliki tanduk di dahinya, layaknya manusia asli.

Angin kencang dari luar masuk ke dalam gua, menabrak berbatuan sehingga menimbulkan suara nyaring, seolah-olah sedang berbicara pada pria tersebut.

“Seperti itu. Baiklah,” ucap pria berjubah lusuh dengan lirih.

Seketika angin yang aneh tersebut pergi dari sana. Menghilang dengan kemisteriusannya.

Pria tersebut lalu bangkit, berjalan terhuyung-huyung menuju ke mulut gua. Seakan telah lama di dalam gua, kedua matanya berusaha beradaptasi dengan sinar matahari. Kini tubuhnya terlihat jelas terkena cahaya. Sebagian wajahnya dipenuhi oleh kumis dan janggut yang memanjang.

Ia menghirup napas dalam-dalam dan mengembuskannya. Matanya mengelilingi pemandangan di hadapannya. Sebuah lembah yang asri terbentang luas dengan perpohonan berukuran sangat besar-besar.

Pria tersebut mengulurkan tangan lurus ke depan seraya mengucapkan kata, seperti merapal mantra,

“Demi mata langit yang mengawasi bumi, pinjamkanlah cahayamu untuk menerangi jalan yang gelap. Deteksi."

Setelah itu muncul lingkaran yang dipenuhi simbol-simbol, bercahaya biru muda menyebar lurus. Beberapa detik kemudian ia tersenyum, merasa yang dicari telah ditemukan.

“Akhirnya,” kata si pria menurunkan tangannya, “anak pembebas telah lahir.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status