Suara dari Ayu yang tiba-tiba berubah menjadi suara Satria dengan nada yang sangat berat membuatku tidak bisa berbuat apa-apa lagi sekarang.
Bahkan, kini Ayu yang sedang dirasuki lagi oleh Satria melompat ke arahku dengan sangat cepat, salah satu tangannya berubah seperti cakar hewan dan ingin melukaiku di tempat itu.
Lompatannya sungguh tidak masuk di akal, dia seperti hewan buas yang akan menerkamku dan ingin mengoyak-ngoyak tubuhku dengan tangannya yang kecil itu.
Aku benar-benar tidak siap, karena aku masih shock dengan keadaan Ayu yang benar-benar parah daripada sebelumnya. Tubuhnya yang penuh luka dan darah yang mengucur membuat batinnya kini pasti sedang merasakan sakit yang amat sangat. Namun dia tidak bisa meminta tolong kepada siapapun karena tubuhnya sedang diambil alih oleh ayahnya sendiri yang menginginkannya mati menyusul dirinya.
Otakku berputar dengan cepat, dan kali ini otakku membuat tubuhku ikut bergerak, di saat rasa lelah yang aku rasakan.
Settt
Tubuhku secara reflek dimiringkan, tepat sepersekian detik tangan Ayu sampai ke arah mataku. Tangannya memang kecil, namun dengan kondisi seperti itu Ayu bisa mudah merobek wajahku pada saat itu.
Aku benar-benar tidak percaya, sesaat aku dengan jelas melihat tangan Ayu melewati wajahku dengan sangat dekat. Hanya beberapa centimeter jaraknya denganku pada saat itu.
Hingga akhirnya,
Bruggg
Ayu terjatuh di antara rerumputan yang ada di belakangku. Tubuhnya berguling-guling beberapa kali hingga akhirnya tubuhnya terhenti ketika tubuhnya menabrak batu yang ada di ujung sana.
Arggghhhhh
Suara jeritan menggema di udara, tampaknya Ayu kembali sadar ketika tubuhnya berguling dan menabrak batu yang ada disana. tubuhnya yang terkapar mengerang, tangannya yang penuh luka kini memegang punggungnya akibat rasa sakit yang dirasakan olehnya.
Aku yang melihat perubahan itu sontak langsung menghampirinya, karena aku tahu tubuhnya kembali sadar setelah dia terguling beberapa kali pada saat itu.
Namun,
Krotak, krotak
Setelah beberapa langkah aku berlari mendekatinya. Tiba-tiba tubuhnya kembali melakukan gerakan yang aneh, kepalanya seperti digelengkan ke kiri dan ke kanan. Bahkan kedua tangannya kini seperti memukulnya beberapa kali dengan sekuat tenaga.
Pemandangan yang sungguh sangat-sangat mengerikan untuk aku lihat. Karena, suara erangan dari Ayu yang kesakitan tiba-tiba berubah kembali.
Satria yang masih berada di dalam tubuh Ayu sepertinya tidak menginginkan Ayu untuk kembali mengambil alih tubuhnya lagi.
Malah, dia melukai Ayu dengan tubuhnya sendiri agar tubuhnya bisa di ambil alih lagi olehnya meskipun kondisinya sudah seperti itu.
“DIAM KAU!”
“SEHARUSNYA KAU IKUT MATI DENGANKU!”
Nada bicara Ayu berubah, tubuhnya yang awalnya hanya menggelengkan kepala saja. Kini malah semakin menyeramkan dan sangat sadis untuk disaksikan, tubuhnya kini berguling-guling kembali disana, tangan kanan dan kirinya seperti ingin memukul satu sama lain.
Bahkan aku dengan jelas melihat perubahan wajahnya yang berubah secara tiba-tiba, wajah yang mengekspresikan rasa sakit yang luar biasa, dan wajah yang diliputi kemarahan yang saling bergantian satu sama lain.
Aku yang masih berdiri tak jauh dari Ayu hanya bisa memandanginya. Tidak ada yang bisa aku perbuat, tidak ada yang bisa aku lakukan sekarang, meskipun otakku berputar mencari cara agar Ayu bisa kembali mengambil alih lagi tubuhnya, tapi aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.
Ayu yang berada di ujung sana masih berjibaku dengan hantu Satria yang merasuki tubuhnya.
Hingga akhirnya.
Ayu yang awalnya berguling-guling di tanah, secara perlahan bangkit dan berdiri dengan senyuman yang mengerikan. Dia kembali menyeringai kepadaku dengan rambutnya yang terurai panjang.
Luka-luka di tubuhnya bertambah banyak, baju dan celananya sobek di beberapa sisi. Salah satu tangannya terlihat lunglai, sepertinya ada sesuatu yang patah sehingga tangannya bisa seperti itu.
Tampaknya, Satria kembali mengambil alih tubuh Ayu pada saat itu, karena aku bisa dengan jelas tatapannya yang berubah. Seperti sebuah tatapan yang tadi aku lihat ketika tubuh Ayu ingin menerkamku dengan sekuat tenaga.
Namun, kini ada sesuatu yang tampak berbeda. Meskipun mulutnya menyeringai kepadaku dengan darah yang keluar dari mulutnya, namun di dalam tatapan yang tajam kepadaku, ada tetesan-tetesan air mata yang mengalir.
Tetesan dari air mata yang membasahi pipinya dan bercampur dengan darah yang berada di wajahnya sebelum akhirnya jatuh ke tanah.
Ayu menangis, dia benar-benar menangis. dia pada saat ini sedang meminta tolong kepadaku yang hanya bisa berdiri dan tidak melakukan apa-apa pada saat itu.
Batinnya mungkin ingin sekali berteriak, tapi dia hanya bisa menangis sebagai pertanda bahwa dia sedang benar-benar butuh bantuanku sekarang.
Jujur, aku benar-benar tidak tega melihat anak sekecil itu harus tersiksa dengan sangat berat oleh hantu ayahnya sendiri.
Sehingga…
Tap, tap, tap,
Secara tidak sadar aku berjalan selangkah demi selangkah, mendekati Ayu yang kini berdiri disana dengan wajahnya yang berubah menjadi mengerikan.
Aku sudah tidak mempedulikan rasa takutku sekarang, rasa iba dan rasa cemas yang aku rasakan kini lebih besar daripada rasa takutku akan hantu dari suamiku sendiri.
Aku sudah tidak peduli, apabila tubuhnya yang sedang diambil alih akan mencakar ku atau akan menggigitku ketika aku mendekatinya, karena air mata yang keluar dari matanya membuatku harus melakukan hal ini.
Aku berjalan mendekatinya, namun semakin aku mendekat, seperti ada sebuah tekanan yang sangat kuat yang membuat diriku sedikit bergetar karena aura yang dikeluarkan oleh Ayu pada saat itu.
Namun, aku tetap memaksakan diriku, meskipun semakin dekat aku berjalan. kulitku terasa ditusuk-tusuk oleh jarum kecil yang banyak.
Hingga akhirnya, ketika beberapa langkah lagi aku berjalan mendekatinya.
Tiba-tiba, Ayu kembali berkata kepadaku, wajahnya benar-benar marah, karena beberapa kali dia melarangku untuk ikut campur dengan urusannya.
“SUDAH AKU BILANG!”
“JANGAN KAMU IKUT CAMPUR URUSANKU DENGAN ANAK INI!”
“KARENA DIA HARUS IKUT MATI BERSAMAKU!”
Aku tetap tegar mendengar perkataan itu, tubuhku tidak bergeming meskipun suaranya terdengar sangat keras di depannya.
“Aku tidak bisa membiarkan Ayu mati, dia layak untuk hidup di tempat ini bersamaku, Satria,” kataku dengan nada yang sedikit sedih karena melihat tubuh mungilnya itu terus-menerus mengeluarkan air mata tanpa henti.
“TIDAK, DIA.... HARUS... TETAP... MATI MINAH!”
“MATIIIIII…!”
“KARENA KALAU TIDAK…”
“MAKA.......”
Plak
Secara tidak sadar, sebuah tamparan keras aku layangkan kepada Ayu. Aku benar-benar tidak sadar melakukan hal itu. Aku hanya ingin Ayu tersadar dan melakukan apapun agar dirinya bisa kembali menjadi Ayu yang aku kenal.
Aku tidak tahu apakah cara ini berhasil atau tidak. Namun, ketika aku menampar keras Ayu dengan salah satu tanganku pada saat itu.
Mata Ayu tiba-tiba terpejam, mulutnya yang awalnya terbuka kini mendadak tertutup, dan tubuhnya yang awalnya berdiri kini ambruk dan terkapar di tanah.
Ayu mendadak tidak sadar ketika aku menampar wajahnya, namun aku masih merasakan hembusan nafas dan jantungnya yang masih berdetak dengan normal.
Sontak, aku langsung terduduk tepat di dekat Ayu yang tergeletak di sana. air mata kembali muncul dari kedua mataku, melihat kondisi Ayu yang tampak berantakan dengan luka yang memenuhi sekujur tubuhnya.
Sambil menangis, aku mengangkat Ayu dengan kedua tanganku. Dan berkata kepadanya yang tidak sadarkan diri di sana.
“Aku tidak akan membiarkan kamu diambil oleh hantu ayahmu sendiri, terlepas apa yang terjadi di antara kalian berdua. Namun kamu sudah sepantasnya hidup dengan layak bersamaku di tempat ini.”
Sinar berwarna merah ke kuning-kuningan akhirnya muncul secara perlahan di ufuk timur, sinar yang disertai dengan burung-burung hutan yang berkicau dengan indahnya membuat suasana menjadi syahdu.Apalagi sinarnya yang hangat, membuat orang yang awalnya terlelap tidur secara pelan-pelan terbangun dengan sendirinya, di iringi dengan hawa sejuk yang berhembus ketika pintu dan jendela rumah mereka yang dibuka lebar. Membuat mereka bersemangat untuk menyongsong hari baru karena hari sudah berganti dan mereka harus kembali bekerja ke kebun masing-masing yang ada dibelakang rumah.Beginilah desa transmigrasi yang kita tinggali, sebagai desa perintis yang letaknya sangat jauh dari keramaian, dengan jarak yang berpuluh-puluh kilometer melewati hutan lebat dan rawa-rawa membuat kami harus bekerja keras setiap paginya, menggarap lahan pertanian yang sudah pemerintah beri untuk kami kelola.Dengan harapan, desa ini akan maju seperti desa-desa yang sudah lebih dulu ada di tanah ini. Kami tinggal d
BrakSuara pintu rumah tiba-tiba dibuka dengan sangat keras. Sebuah rumah yang mirip dengan yang Minah tinggali dari bentuk dan rupa terlihat dengan jelas, tetapi rumah ini difungsikan untuk menjadi sebuah Puskesmas kecil dengan kamar tambahan sebagai kamar pasien di sebelah kiri.Ruangan pertama ada ruangan tunggu, yang hanya beralaskan beberapa tikar sebagai alas dan tempat duduk pasien untuk menunggu. Tidak ada kursi yang berjejer, tidak ada meja resepsionis seperti Puskesmas-puskesmas lain yang ada di kota, semuanya begitu sederhana.Yang ada hanyalah sebuah gambar-gambar di dinding tentang pemeliharan kesehatan tubuh yang dikirim oleh pemerintah setempat, juga sebuah meja kecil tempat Pak Ridwan menerima semua pasiennya sebelum nantinya dia cek di ruangan yang ada dibelakangnya.Pak Ridwan tampak panik. Ayu yang awalnya dibawa Minah langsung dia gendong dan dia bawa masuk ke dalam rumah, dia masuk ke ruang tunggu dan berbelok ke arah kiri dimana kamar pasien itu berada.Dengan ce
Aku langsung membisu mendengar apa yang dibicarakan oleh Pak Ridwan pada saat itu. Dia menatapku dengan sangat tajam seperti sedang mengintrogasiku di tengah-tengah Ayu yang masih terbaring lemas dan tidak sadarkan diri disana. “Jawab Minah! Apakah ini ada hubungannya dengan hal-hal yang gaib?” katanya dengan tatapan yang serius. “Aku tahu akan perubahan mimik mukamu ketika aku berbicara seperti itu Minah.” “Wajahmu seakan ketakutan ketika aku berkata hal gaib, yang berarti semalam ada sesuatu yang menerormu, apalagi di dalam rumah sekarang hanya kalian berdua dan tidak ditemani oleh Satria yang sudah tiada.” Pertanyaan demi pertanyaan Pak Ridwan lontarkan kepadaku pada saat itu, matanya terus-menerus menatapku tajam tanpa sedikit berpaling sedikitpun. Semakin lama, wajahku semakin tertunduk. Aku tidak tahu kenapa Pak Ridwan tahu akan hal itu, apakah dia memang tahu apa yang terjadi antara Satria dan Ayu sehingga dia berusaha mengintrogasiku sekarang. Aku hanya bisa terdiam, k
Ruangan yang menjadi ruang tunggu pasien menjadi saksi bisu atas apa yang Pak Ridwan katakan. Dia sangat serius menceritakan tentang latar belakang Satria yang tidak aku ketahui. Satria yang aku kenal dari tempat kerjaku rupanya penuh misteri, bahkan sahabatnya sendiri pun mengiyakan hal itu. Pak Ridwan terus saja bercerita tentang Satria, tentang masa lalunya yang dia ketahui. Ternyata Satria dahulu mempunyai watak yang keras, idealis, berpikir cepat akan masalah-masalah yang dihadapinya. Bahkan, dia ikut ke tempat transmigrasi ini mempunyai alasan tersendiri, bukan semata-mata dia ikut dengan Pak Ridwan untuk tinggal di desa ini. Aku benar-benar tertegun, setiap kata yang keluar dari Pak Ridwan aku serap semua. Aku tidak berani memotong apa yang dia katakan, mataku terus-menerus menatap lurus ke arah Pak Ridwan dan merekam semua perkataan yang dia keluarkan. ‘Jadi, sebenarnya siapakah orang yang kini menjadi suamiku ini?’ Apalagi, Pak Ridwan dengan gamblang meyakini bahwa aku d
Langit yang awalnya terang dan menyinari Desa Muara Ujung yang terpencil itu kini secara perlahan-lahan memudar, digantikan oleh awan hitam dan diiringi oleh rintik-rintik hujan yang membasahi desa hingga malam tiba. Tidak ada lagi cahaya bulan yang biasanya menerangi malam dengan bintang-bintang yang bertaburan di atas sana, semuanya tergantikan oleh tetesan-tetesan air hujan yang secara perlahan-lahan turun sepanjang malam tanpa henti. Desa Muara Ujung akan semakin terisolasi ketika hujan tiba, karena rawa-rawa yang ada di sekitar desa tersebut airnya akan meluap, bahkan tak jarang selama tiga bulan mereka tinggal di desa tersebut. Sudah ada dua kali air yang naik hingga ke kebun-kebun yang sedang mereka kelola. Memang, inilah tantangan bagi para penduduk desa, iklim yang sangat berbeda dengan tempat tinggal mereka membuat mereka harus berpikir beberapa kali akan tanah yang mereka garap. Karena hujan seperti ini bisa membahayakan tanaman-tanaman yang mereka tanam di belakang rumah
Zraaass Suara hujan yang tidak henti-hentinya mengguyur Desa Muara Ujung pada malam itu, membuat suasana yang awalnya tenang menjadi sedikit kelam. Apalagi hujan yang sangat deras adalah sebuah hambatan bagi para warga untuk beraktifitas di keesokan harinya. Karena mungkin saja, hujan itu akan menggenangi sebagian tempat dan kebun-kebun mereka yang mengakibatkan mereka harus bekerja keras agar tanaman mereka tidak rusak oleh guyuran hujan yang sekarang terjadi. Selain itu, kita semua tahu, hujan pada malam hari sangat erat hubunganya dengan sesuatu yang tidak terlihat, sesuatu yang sering muncul entah darimana dan mengganggu tidur kita semalaman penuh. Hawa yang sangat dingin, juga perasaan yang terasa sunyi dan sepi ketika hujan tiba, membuat tubuh pun serasa menggigil ketakutan, indera perasa kita akan semakin sensitif atas semua suara-suara yang muncul di tengah-tengah suara hujan yang terdengar keras diluar rumah. Aku yang kini duduk dan menemani Ayu yang sedang tertidur pun m
[10 May 1996 hujan yang begitu deras kini semakin menambah kesepian yang aku alami bersama Ayu, aku sungguh tidak percaya atas apa yang terjadi kemarin malam. Di saat sosok yang aku cintai kini mendadak berubah menjadi sosok yang ingin aku hindari sekarang. Aku tidak tahu apa yang terjadi antara kamu dengan Ayu, aku tidak tahu kenapa kamu melakukan itu. Aku harap, itu bukanlah dirimu yang sebenarnya, namun itu adalah makhluk lain yang menyerupai dirimu yang sedang mengincar anakmu yang kini tertidur di dekat ku pada saat ini. Aku tidak pernah berpikir, anak sekecil ini akan mengalami kejadian yang mengerikan, mengalami sesuatu yang mungkin saja akan terpatri dalam dirinya bahwa ayahnya sendiri menjadi hantu dan menerornya semalaman. Koper kuning yang Pak Ridwan bicarakan belum sempat aku buka, koper yang kini berdebu karena disimpan di atas lemari membuatku berpikir, sebenarnya ada apa di balik hidupmu yang misterius itu. Apa hubunganya orang-orang yang membencimu dengan Ayu yan
Zraaass... Tengah malam sudah berlalu, namun air hujan yang turun tampaknya masih belum menunjukan tanda-tanda berhenti. Suasana malam yang seharusnya diambil alih oleh suara-suara hewan malam yang aktif mencari makan saat langit bertabur bintang dan sinar bulan yang menjadi raja di malam hari, kini justru berubah menjadi awan hitam yang terus memuncahkan percikan-percikan air dari atas sana. Hawa dingin yang menusuk kulit membuat siapa saja ingin berada di tempat yang hangat, di selimuti oleh selimut tebal atau berdiam diri di dekat perapian. Namun kali ini tampaknya ada sesuatu yang berbeda. Pak Ridwan yang entah bagaimana bisa berpindah dari rumahnya sendiri, kini justru duduk dan tidak berdaya di suatu tempat yang tampak tidak asing. Suatu tempat yang berada di ujung hutan, yang berbatasan dengan kebun warga yang ada di belakang. Suatu tempat, yang menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi sahabatnya yang ikut bersama dirinya untuk tinggal di desa ini. Batu nisan yang han