Ina menangis tersedu menatap wajah Yose yang memucat. Ia memegang tangan sang anak, berharap dapat menyalurkan energi hangat padanya."Kenapa semua ini bisa menimpamu, Nak. Astaghfirullah, perbuatan apa yang sudah kamu lakukan, sampai-sampai Allah SWT memberikan hukuman yang begitu berat untukmu," ujar Ina mencium punggung tangan Yose berkali-kali.Ia benar-benar terkejut mengetahui bahwa sang anak tidak akan bisa kembali seperti semula lagi. Bahkan bisa juga karena salah satu masalah ini Yose akan mengalami frustasi hingga membuatnya gila.Ina tidak tahu bagaimana pergaulan Yose selama di kota. Bahkan, Ina pun tak tahu bahwa Yose menjadi simpanan om-om besar dan juga orang ke tiga dalam rumah tangga orang lain.Di kampung, Ina tak pernah berhenti mendoakan yang terbaik untuk putrinya. Berdoa agar Allah SWT menjaga putrinya di mana pun ia berada.Namun sayang, seribu kali sayang. Ia harus menelan saliva pahit saat mengetahui bahwa kehidupan Yose jauh berbanding terbalik dengan apa yan
Tentang cinta kitaSaat sedang duduk bersantai di kafe, mata Nandini tak sengaja menatap seseorang yang sudah ditunggunya dari tadi. Tiba-tiba perasaan sesak mendera dirinya saat tak sengaja menatap sosok lelaki yang pernah memberikan warna dalam kehidupannya.“Kamu terlihat lebih bahagia saat tidak bersama denganku,” kata Nandini dengan senyum yang samar. Dari jauh Ara melambaikan tangannya pada sosok sahabat yang selama ini sudah ditunggu olehnya.Nandini balas melambaikan tangannya pada Ara. Lalu, tak berapa lama Ara dan Reza sekarang berada di depan Nandini. “Hey, apa kabar?” tanya Ara langsung memeluk Nandini dengan penuh rasa rindu.“Aku baik, bagaimana denganmu, Ara?” tanya Nandini balik. Ia menatap Ara dari atas hingga bawah. Begitu takjub dengan penampilan Ara yang sekarang.“Kamu semakin cantik dengan penampilanmu yang sekarang.” Nandini memegang lengan Ara.“Ma Syaa Allah, alhamdulillah aku baik, Nan. Terima kasih atas pujiannya, aku langsung meleyot dengar pujian yang kamu
Sepanjang jalan Nandini hanya bisa menangis tanpa mengeluarkan suara. Air matanya hanya dibiarkan jatuh begitu saja membasahi pipi."Apa yang kau tangisi?" tanya Gibran dingin, tak suka melihat tingkah Nandini yang menurutnya begitu berlebihan."Cengeng!" ejeknya lagi. Nandini hanya diam tak menjawab sepatah kata pun dari Gibran yang menyebalkan."Percuma saja kau menangis, tak akan bisa mengubah segalanya. Seminggu lagi pernikahan kita, persiapkan dirimu untuk itu semua." Gibran berbicara tanpa menoleh sedikit pun pada Nandini."Bisa kita hentikan semuanya. Kamu dan aku tidak saling mencintai, bahkan kita memiliki pasangan masing-masing. Ayo kita sepakat untuk menolak perjodohan yang menyakitkan ini, Gibran," ucap Nandini memohon pada Gibran agar ia mengubah keputusan untuk menikah dengannya."Aku tidak mau!" tegas Gibran."Kenapa, bukankah kita tak saling mencintai. Bukankah kamu sudah bilang, semua ini dilakukan hanya untuk mengembangkan perusahan dan memberi peruntungan bagi orang
Sesampainya di rumah setelah mengucapkan salam, Reza langsung berlalu pergi tanpa menghiraukan orang tuanya yang menatap penuh dengan keheranan karena tak biasanya putra mereka bersikap seperti itu.Pandangan mereka kini beralih pada Ara yang juga masuk ke dalam rumah terlihat sangat lesu, tak seceria saat berangkat tadi."Abangmu kenapa?" tanya sang Ibu saat Ara baru saja mendudukkan diri di sofa."Patah hati, Bu. Ditinggal nikah sama Nandini," ujar Ara pelan. Mereka berdua lalu terdiam dan saling menatap dalam."Sudahlah, biarkan dulu abangmu sendiri menenangkan dirinya. Mungkin dia hanya terkejut karena wanita idamannya sebentar lagi menjadi milik orang lain." Faisal mencoba memberikan ketenangan karena melihat raut wajah khawatir dari dua wanita yang sangat berarti dalam hidupnya."Ara takut Abang melakukan hal yang nekat," ujarnya sambil memainkan jari."Seperti apa?""Hah?""Maksudmu seperti apa hal nekat itu, Nak?" tanya Faisal lagi sambil menatap dalam sang putri."Bunuh diri
***"Ini anak kita, Ara," jawab Jaka yang berbicara sendiri dengan dinding rumah sakit jiwa.Setelah hampir 8 bulan lamanya, Jaka divonis memiliki kelainan. Dia sekarang seperti orang gila yang berbicara sendiri."Aku di samping, anak kita di tengah, kamu di samping aku. Hihi," ucap Jaka yang masih tertawa dan berbicara sendiri. Kadang Jaka juga seperti orang yang sedih, menangis, lalu marah."Apa tidak ada cara yang lebih praktis agar anak saya segera sembuh?" tanya Sang Papa yang merasa hampir putus apa melihat Putra satu-satunya sekarang berada di rumah sakit jiwa. "Untuk saat ini masih diusahakan, Pa. Kami masih membantu dia untuk sedikit demi sedikit menjadi lebih baik lagi, hanya saja Pak Jaka sekarang sulit sekali diajak berkomunikasi. Kadang jika wajtunya tidur, kami ada pemeriksaan Pak Jaka masih saja bermain-main dengan bayangannya seolah-olah itu adalah ia dan kekasihnya.""Sebenarnya kami merasa berat untuk menyampaikan ini, Pak. Sepertinya Pak Jaka ini depresi berat karen
#STATUS_WA"Ciieee, yang sekarang lagi hamil. Mukanya makin bersinar aja nih, bumil yang satu ini.""Iya dong, biasanya kalo lagi hamil auranya terlihat berbeda. Uhuy, nggak nyangka sebentar lagi kita bakalan dapat keponakan dong nih ya.""Iya nih, nggak sabar banget ngelihat ponakan kita.""Jangan lupa kalo cewek pakai nama aku depannya. Soalnya nama aku paling bagus sejagat raya.""Kalo cowok, em pakai nama pacar aku deh. Soalnya cakep juga.""Lah, kok pacarmu. Nama ayahnya dong, kan yang bikin ayahnya bukan pacarmu. Dasar aneh!"Mereka lalu tertawa secara bersamaan, membuat aku yang baru datang mengernyitkan dahi seperti orang yang b*doh.Jujur saja, saat ini aku sedikit heran sekaligus bingung dengan arah pembicaraan mereka. Mengapa mereka berbicara saat aku baru saja sampai di kafe yang sudah mereka janjikan.Hari ini Nandini, sahabatku mengajak untuk aku datang ke alamat yang sudah diberikannya. Ia bilang untuk saling bersilaturahmi kembali, sekaligus melepas rindu yang ada saat
"Selamat menikmati kehidupan barumu, Mas." Aku tersenyum, lalu menghapus air mataku dengan kasar.Walaupun begitu, tetap saja terasa sesak nafasku ini. Entah mengapa rasanya aku tak percaya, bisa-bisanya Mas Jaka berselingkuh dengan wanita lain lalu menanam benih ke rahim wanita itu. Sedangkan padaku yang jelas-jelas pasangan halalnya, ia malah melarangku untuk segera memiliki seorang anak.Apa ini? Apa yang dia inginkan sebenarnya. Mengapa Mas Jaka menyiksaku dengan begitu menyakitkan, tak pernahkah ia memahami sedikit saja bagaimana perasaanku saat memohon padanya agar secepatnya memiliki momongan.Aku berdiri lalu masuk ke kamar, kupatut diriku di cermin. Aku masih terlihat cantik, tak ada kerutan di wajahku. Masih sama seperti dahulu saat Mas Jaka meminang di hadapan orang tuaku.Bahkan dia dulu bersumpah akan setia bersamaku. Lalu, apa yang saat ini kulihat, dia sedang menggandeng perempuan lain dan perempuan itu sedang hamil. Apakah dia ingin bermain-main dengan sebuah pernikaha
Begitulah isi pesannya, waktu dulu aku sangat senang dikiriminya pesan begini. Tapi entah kenapa sekarang rasanya sangat hambar.Aku tak bisa membayangkan bagaimana malam ini Mas Jaka memadu kasih bersama selingkuhannya. Sedangkan aku disini terlena dalam bahtera rumah tangga. Jangan gegabah Ara. Aku berusaha menguatkan diriku sendiri, salah sedikit saja hancurlah semua yang saat ini direncanakan. Kupejamkan mata, mencoba terlelap dalam mimpi tanpa gangguan ilusi terburuk yang pernah saat ini terpatri. Membuta diri lupa akan tujuan hidup sendiri.Raga ini rasanya tak lagi berfungsi, semenjak kekasih hati mengkhianati dan memberikan luka yang bertubi-tubi hingga sulit untuk kuterima lagi.Dia di sana bersenang-senang, sedangkan aku di sini malah menangis dalam dia. Dia di sana tertawa bahagia, karena mampu membohongiku yang saat ini kecewa karena pengkhianatan yang diberikannya.Paham kah dia sana, bahwa aku disini terluka sendirian. Menantinya untuk segera memberikan sebuah kepastian