***"Ini anak kita, Ara," jawab Jaka yang berbicara sendiri dengan dinding rumah sakit jiwa.Setelah hampir 8 bulan lamanya, Jaka divonis memiliki kelainan. Dia sekarang seperti orang gila yang berbicara sendiri."Aku di samping, anak kita di tengah, kamu di samping aku. Hihi," ucap Jaka yang masih tertawa dan berbicara sendiri. Kadang Jaka juga seperti orang yang sedih, menangis, lalu marah."Apa tidak ada cara yang lebih praktis agar anak saya segera sembuh?" tanya Sang Papa yang merasa hampir putus apa melihat Putra satu-satunya sekarang berada di rumah sakit jiwa. "Untuk saat ini masih diusahakan, Pa. Kami masih membantu dia untuk sedikit demi sedikit menjadi lebih baik lagi, hanya saja Pak Jaka sekarang sulit sekali diajak berkomunikasi. Kadang jika wajtunya tidur, kami ada pemeriksaan Pak Jaka masih saja bermain-main dengan bayangannya seolah-olah itu adalah ia dan kekasihnya.""Sebenarnya kami merasa berat untuk menyampaikan ini, Pak. Sepertinya Pak Jaka ini depresi berat karen
#STATUS_WA"Ciieee, yang sekarang lagi hamil. Mukanya makin bersinar aja nih, bumil yang satu ini.""Iya dong, biasanya kalo lagi hamil auranya terlihat berbeda. Uhuy, nggak nyangka sebentar lagi kita bakalan dapat keponakan dong nih ya.""Iya nih, nggak sabar banget ngelihat ponakan kita.""Jangan lupa kalo cewek pakai nama aku depannya. Soalnya nama aku paling bagus sejagat raya.""Kalo cowok, em pakai nama pacar aku deh. Soalnya cakep juga.""Lah, kok pacarmu. Nama ayahnya dong, kan yang bikin ayahnya bukan pacarmu. Dasar aneh!"Mereka lalu tertawa secara bersamaan, membuat aku yang baru datang mengernyitkan dahi seperti orang yang b*doh.Jujur saja, saat ini aku sedikit heran sekaligus bingung dengan arah pembicaraan mereka. Mengapa mereka berbicara saat aku baru saja sampai di kafe yang sudah mereka janjikan.Hari ini Nandini, sahabatku mengajak untuk aku datang ke alamat yang sudah diberikannya. Ia bilang untuk saling bersilaturahmi kembali, sekaligus melepas rindu yang ada saat
"Selamat menikmati kehidupan barumu, Mas." Aku tersenyum, lalu menghapus air mataku dengan kasar.Walaupun begitu, tetap saja terasa sesak nafasku ini. Entah mengapa rasanya aku tak percaya, bisa-bisanya Mas Jaka berselingkuh dengan wanita lain lalu menanam benih ke rahim wanita itu. Sedangkan padaku yang jelas-jelas pasangan halalnya, ia malah melarangku untuk segera memiliki seorang anak.Apa ini? Apa yang dia inginkan sebenarnya. Mengapa Mas Jaka menyiksaku dengan begitu menyakitkan, tak pernahkah ia memahami sedikit saja bagaimana perasaanku saat memohon padanya agar secepatnya memiliki momongan.Aku berdiri lalu masuk ke kamar, kupatut diriku di cermin. Aku masih terlihat cantik, tak ada kerutan di wajahku. Masih sama seperti dahulu saat Mas Jaka meminang di hadapan orang tuaku.Bahkan dia dulu bersumpah akan setia bersamaku. Lalu, apa yang saat ini kulihat, dia sedang menggandeng perempuan lain dan perempuan itu sedang hamil. Apakah dia ingin bermain-main dengan sebuah pernikaha
Begitulah isi pesannya, waktu dulu aku sangat senang dikiriminya pesan begini. Tapi entah kenapa sekarang rasanya sangat hambar.Aku tak bisa membayangkan bagaimana malam ini Mas Jaka memadu kasih bersama selingkuhannya. Sedangkan aku disini terlena dalam bahtera rumah tangga. Jangan gegabah Ara. Aku berusaha menguatkan diriku sendiri, salah sedikit saja hancurlah semua yang saat ini direncanakan. Kupejamkan mata, mencoba terlelap dalam mimpi tanpa gangguan ilusi terburuk yang pernah saat ini terpatri. Membuta diri lupa akan tujuan hidup sendiri.Raga ini rasanya tak lagi berfungsi, semenjak kekasih hati mengkhianati dan memberikan luka yang bertubi-tubi hingga sulit untuk kuterima lagi.Dia di sana bersenang-senang, sedangkan aku di sini malah menangis dalam dia. Dia di sana tertawa bahagia, karena mampu membohongiku yang saat ini kecewa karena pengkhianatan yang diberikannya.Paham kah dia sana, bahwa aku disini terluka sendirian. Menantinya untuk segera memberikan sebuah kepastian
"Ini belum seberapa, Mas. Masih permulaan," gumamku lalu mengusap sudut mataku."Sayang!" Masih terdengar teriakkan Mas Jaka mengiringi kepergianku.Aku bergegas masuk ke kamar mengambil tas dan juga ponsel."Sayang, Mas minta maaf. Mas nggak ada niatan buat bikin kamu tersinggung, kamu jangan marah dong, Sayang," ujarnya mencoba memberikan alasan. Ia menghalangi jalanku, aku tak mempedulikannya."Istri aku kenapa sih? Kok jadi ngambekan gini, coba sini cerita dulu sama, Mas," ujarnya lagi sambil memegang tanganku."Aku capek, Mas!" ujarku langsung menunduk dan air mata jatuh begitu saja."Sayang, jangan menangis. Maafkan aku, maafkan kata-kata kasarku tadi," ucap Mas Jaka. Bukan tentang itu, Mas. Aku hanya lelah saat harus berpura-pura baik-baik saja di depanmu. Aku lelah menjadi wanita yang sok tegar, padahal kenyataannya aku rapuh sangat rapuh.Aku sekarang hancur sendirian tanpa ada lagi yang dapat kujadikan sebagai sandaran.Aku melepaskan oelukannya. Lalu bergegas pergi dari had
Namun yang membuat dadaku seperti ditusuk banyak pedang, ketika Mas Jaka mencium 0ipi wanita itu secara bergantian, begitupun sebaliknya. Setelah itu Mas Jaka mengusap pucuk kepalanya. Lalu membukakan pintu mobil untuk wanita yang sangat terlihat menggoda itu.Mataku memanas, sebisa mungkin aku menahan agar tak menangis sekarang. Kupegang erat stir mobil meredakan gemuruh di dalam dada.Lama kuperhatikan video itu, mereka langsung melajukan mobilnya. Kulempar ponselku ke atas sofa, lagi-lagi aku harus menahan sesak dalam dada.Tapi ada yang aneh disitu, aku kembali membuka video yang dikirimkan Nandini. Aku memperhatikan video itu dengan saksama.Disitu terlihat perempuan tersebut menggunakan pakaian khas seperti orang yang bekerja di kantoran. Apa dia bekerja bersama dengan Mas Jaka? Pikiranku mulai berkelana, memikirkan siapa dan darimana wanita itu berasal.Kenapa di video itu, terlihat seolah-olah hubungan mereka sudah terjalin lama. Jika benar, sungguh sangat hebat Mas Jaka men
Namaku Jaka Wijaya, papaku seorang pengusaha terkenal, sedangkan mama memiliki banyak toko butik. Jadi bisa dipastikan aku takkan kekurangan harta tujuh turunan.Aku dilahirkan dalam keluarga yang berkecukupan, dididik sedari kecil bagaimana cara mengelola perusahaan.Saat kuliah, aku menjalin hubungan dengan seorang wanita. Dia sederhana jauh dari kata kaya, dia baik, ramah kepada semua orang. Dia juga sering kulihat membantu Ibu kantin untuk berjualan.Aku menyukainya, aku mulai berani mendekatinya walau sebenarnya dia selalu menjauh. Dari mulai kukirim surat, setangkai bunga mawar. Namun tak kunjung dapat meluluhkan hatinya.Padahal apa kurangnya aku, tampan, cerdas, mandiri. Iya mandiri, mandi sendiri. Untuk urusan pekerjaan aku hanya meminta ayahku memberikan satu perusahaannya untukku dan akulah yang mengelolanya.Papa dan mama sangat memanjakanku. Apapun yang kuinginkan pasti akan selalu dituruti oleh mereka. Jadi wajar saja, jika sampai kuliah aku masih tak bisa hidup mandiri,
[Pulanglah malam ini, ada yang ingin kubicarakan! Jangan selalu beralasan lembur, aku juga perlu waktumu walah hanya semenit!]Begitulah isi pesan yang kukirimkan pada Mas Jaka. Kumatikan ponselku, aku tak ingin melihat penolakan pada dirinya.Aku akan memberikanmu kejutan, Mas! Perlahan tapi pasti. Aku berbicara pada diriku sendiri lalu menyunggingkan bibir sebelah."Kenapa kau?" Suara Nandini mengagetkanku dari rencana yang kupikirkan."Nggakpapa, aku mau bikin Mas Jaka kebablasan." Aku tertawa pelan, biarlah Nandini menganggap ku tak waras."Ini bukti kan udah terkumpul, gimana kalo kamu ngajuin perceraian. Aku rasa tidak akan memberatkan sidangnya nanti," ucap Nandini to the point."Nggak semudah itu, Nan. Bukti ini belum terlalu kuat, dan tentu saja Mas Jaka bisa mengelak nantinya." Aku berucap lirih.Aku tak pernah membayangkan keluarga yang kuimpikan harus berakhir nantinya. Aku bermimpi memiliki keluarga kecil yang bahagia namun akhirnya hanya kecewa yang ada.Kenapa kau mengi