Pak Yuda menatapku tajam ketika mendengar apa yang baru saja aku katakan. Bukankah memang benar, untuk apa kita buang-buang waktu. Katanya rapat ini penting, rahasia, tapi masih masa main-main."Bapak bisa diam tidak, jelas-jelas tadi Pak Yuda sudah bilang kalau Bu Maura adalah Bosnya." Seorang staf yang lebih rendah dariku bahkan berani bicara. Emang dia pikir dia siapa, pantas gitu bicara denganku?Dasar orang-orang yang tidak tahu malu."Kamu diamlah, Ferdi. Kita dengarkan dulu apa yang akan dikatakan Pak Yuda." Majid mencoba untuk membuatku mengerti, padahal yang salah buka aku, tapi mereka.Sudah pasti kalau Majid juga tidak percaya bukan, selama ini dia tahu bagaimana cara Maura merawat rumah. Gak ada bagus-bagusnya. Hanya bisa menuntut uang untuk ini dan itu.
"Mana mungkin, Pa. Jangan becanda dan gak perlu nutupin semuanya dari saya. Katakan saja yang sejujurnya," ucapku masih tetap yakin dengan apa yang kupercaya.Mana ada orang yang kerjaannya rebahan bisa sukses dan punya usaha yang besar. Sementara aku kerja banting tulang dari pagi sampai sore hanya menjadi babunya saja.Enggak, pokoknya aku gak terima.Papa mertua malah tertawa kecil. "Saya sedang tidak becanda, Ferdi. Restoran tempat kamu kerja memang miliknya."Mendengar perkataan itu, napasku langsung terhenti. Mana mungkin dia pemiliknya, kenapa semua orang menjadikan aku sebagai permainan? Padahal selama ini aku sudah bekerja keras melebihi orang-orang.Tidak, pasti mereka memang sudah bekerja sama dari awal
"Mana mungkin, Pa. Jangan becanda dan gak perlu nutupin semuanya dari saya. Katakan saja yang sejujurnya," ucapku masih tetap yakin dengan apa yang kupercaya.Mana ada orang yang kerjaannya rebahan bisa sukses dan punya usaha yang besar. Sementara aku kerja banting tulang dari pagi sampai sore hanya menjadi babunya saja.Enggak, pokoknya aku gak terima.Papa mertua malah tertawa kecil. "Saya sedang tidak becanda, Ferdi. Restoran tempat kamu kerja memang miliknya."Mendengar perkataan itu, napasku langsung terhenti. Mana mungkin dia pemiliknya, kenapa semua orang menjadikan aku sebagai permainan? Padahal selama ini aku sudah bekerja keras melebihi orang-orang.Tidak, pasti mereka memang sudah bekerja sama dari awal
Dengan penuh emosi, aku langsung mendekat, dan berusaha untuk mengajarnya. Namun dia melangkah masuk dan menjauhiku begitu saja."Dasar orang pengecut, tapi masih berani memancing amarahku. Apa kau pikir aku hanya akan diam saja dan tidak akan membalas? Mimpi!" teriakku geram.Kini semua orang fokus melihatku yang sedang emosi berapi-api. Pasti mereka sebenar lagi akan membuat gosip tentang laki-laki itu."Siapa dia? Sepertinya orang baru?" ucap seorang wanita cantik. Wah, ternyata selingkuhan Maura juga baru di sini. Pantesan."Iya. Batu tapi sudah songong. Ck! Bikin marah aja." sahut yang lainnya."Dia masih gak tahu kalau posisinya sangat bahaya.""Ya mungkin sudah siap untuk menghadapi kematian."
"Tidak ada anak kecil yang suka berbohong, Mas dan harusnya kamu tahu kalau Aira tidak suka berbohong!" Maura menatapku dengan bengis. Seolah ingin menelan diriku hidup-hidup. Padahal selama ini aku sudah memperlakukannya bagaikan ratu di rumahku sendiri.Inikah balasannya?"Kamu jangan terlalu percaya hanya karena selama ini mengenal Aira bukan anak yang pembohong. Bisa saja dia memang menyembunyikan sifatnya yang buruk untuk menjatuhkan aku!" akan kulakukan segala cara untuk membela diriku sendiri dan jangan sampai perceraian antara aku dan Maura terjadi.Semua rencana yang sudah disusun akan hancur begitu saja dan aku tidak akan mendapatkan apapun.Papa menarik kerah bajuku dan menatapku tajam. "Kau bahkan tidak tahu bagaimana sikap putrimu sendiri? Apa kau masih merasa layak untuk berada di samping putriku?" ucapnya penuh penekanan."
Pak Yuda menatapku sambil tersenyum menyeringai. Lihatlah! Laki-laki ini sangat picik dan tidak tahu malu. Jelas-jelas restoran ini adalah milik Maura, tapi beraninya dia memecatku."Harusnya kau yang dipecat, bukan aku!" kembali aku berteriak tak terima."Restoran ini memang milik Maura, tapi dia bukan lagi istrimu. Dia akan segera menggugatmu dan kita akan segera bertemu di pengadilan nanti," ucapnya dengan senyuman merendahkan."Tidak! Aku tidak akan pernah menceraikan Maura. Sampai kapanpun dia akan tetap menjadi istriku!" teriakku geram.Terutama sampai restoran ini sudah berpindah menjadi namaku, jadi tidak ada lagi yang namanya menjalang. Aku ingin semua staf bertekuk lutut di bawah kakiku.Sepertinya aku hanya bisa meminta maaf dan juga memohon kepada Maura juga orang tuanya agar perceraian tidak terjadi di antara kita dan aku jug
Setelah saling bertukar pikiran dengan Gina, hatiku menjadi lebih tenang. Tidak seperti sebelumnya yang kaku dan juga lemah. Pokoknya aku harus meminta maaf yang bersungguh-sungguh kepada Maura dan juga orang tuanya.Termasuk Aira.Seperti apa yang Gina katakan kemarin, aku harus mengambil hati dan juga kepercayaan mereka."Jangan melakukan sesuatu hal yang akan membuatmu semakin bodoh, Ferdi." Papa lagi-lagi mengatakan hal yang membuatku patah hati. "Maura tidak akan mau untuk menerima kamu kembali," lanjutnya."Mana mungkin, dia itu masih punya rasa sama aku, Pak. Bohong kalau dia bilang sudah tidak suka padaku, aku gak percaya." ucapku mulai percaya diri.Kemarin Gina juga mengatakan kalau Maura pasti sudah tergila-gila padaku, makanya dia pecat aku. Kalau tidak, sudah pasti aku akan dibiarkan tetap bekerja di restoran.&nbs
Mendengar kata tampan dari bibir mama sendiri membuatku ingin marah dan melampiaskannya. Hanya saja Papa menatapku dengan tajam, jadi tidak mungkin aku bisa berbuat sesuka hati seperti sebelumnya. "Sudah tahu bodoh, tapi masih ngaku pintar." sungut Papa lagi-lagi menghancurkan harga diriku. "Apa tidak bisa Papa mendukungku saja, jadi tidak perlu bicara yang enggak-enggak." "Lah, kenapa? Orang yang Papa katakan itu benar adanya. Itu semua karena kami peduli padamu, walau bagaimanapun kamu adalah anak kami." ucap Papa, akhirnya ia sadar juga kalau aku adalah anaknya. "Jadi kamu bicara jujur denganmu kalau kecerdasan itu tidak perlu dibanggakan." lanjutnya membuatku kembali muram. "Jika orang itu pintar, maka kami akan mengatakan orang itu pintar. Jika tidak, ya, kami juga tidak memuji," sahut Mama. Di sini aku merasa semakin menyedihkan. Punya orang tua seperti yang tidak punya orang tua. Aku punya Majid, tapi sudah lama kita tid