“Tadaima!” ucap Altair seraya membuka pintu apartemennya setelah pulang dari kantor. Penasaran karena tidak ada jawaban dari Aquila ia lirik jam yang melingkar di tangannya menunjukkan pukul sembilan malam, tidak mungkinkan gadis itu sudah tidur seawal ini.
“Aquila?” Panggilnya lagi.
“Kak Altair.. okaeri!” Aquila keluar dari arah dapur dengan celemek yang terpasang.
“Maaf aku tidak dengar, aku sedang fokus memasak.” Jelas Aquila. Altair berjalan mendekatinya.
“Memangnya sudah sembuh? Kita bisa membeli makanan saja agar kau tidak perlu repot seperti ini.” ucap Altair lembut. Ia usap-usap kepala Aquila pelan.
“Kak.. aku pingsan karena kelelahan, bukan karena penyakit mematikan jadi berhentilah terlalu mengkhawatirkanku.” Aquila berkata lembut. Altair hanya mengangguk-anggukkan kepala.
“Sudahlah lebih baik k
Hari berganti, Aquila sudah sembuh dari sakitnya dan sekarang dia sudah tidak bekerja fulltime di kafe lagi, Altair benar-benar melarangnya sejak insiden Aquila jatuh pingsan karena kelelahan. Altair yang akan membiayai kuliah Aquila. Tentu saja Aquila menolak pada awalnya. Dia tidak mau merepotkan siapapun, selagi dia masih bisa bekerja dia akan bekerja hingga akhirnya Altair memberikan penawaran yang menurut gadis itu masuk akal. Setelah Aquila lulus kuliah dia harus bekerja untuk perusahaan Altair sebagai cara untuk membayar biaya hidup dan biaya kuliah Aquila yang sudah Altair keluarkan. Sebenarnya Altair tidak mempermasalahkan uang yang harus ia keluarkan untuk Aquila tapi mengingat gadis manis itu tidak akan menerima bantuan nya secara cuma-cuma akhirnya dia memberikan penawaran tersebut. Hubungan mereka berdua pun semakin dekat. Sudah tidak ada lagi rasa canggung di antara mereka. Keduanya sudah seperti kakak beradi
“Would you like to be mine?” tanya Altair. Ia genggam kedua tangan Aquila erat sembari memaku sepasang manik coklat madu itu.“Absolutely, yes!” Mendengar jawaban yang diberikan Aquila, Altair segera menarik tangan gadis itu hingga terjatuh di pangkuannya. Memeluknya erat, menyesap aroma jasmine yang menguar dari tubuh Aquila. Aquila melakukan hal yang sama, ia memeluk erat pria tampan beraroma mint yang baru saja sah menjadi kekasihnya.Lama keduanya saling berpelukan, mencurahkan segala perasaan yang sudah mereka tahan beberapa bulan yang lalu.“Arigatou.. hontou ni arigatou!” Altair berucap lembut, “terima kasih karena sudah hadir di hidupku.” Lanjutnya.“Un.. terima kasih karena telah ‘menemukanku’!” balas Aquila.Altair yang pertama melepaskan pelukannya, ia i
Pagi menjelang. Ryota, Arata dan Naoki masih tertidur di sofa panjang apartemen Altair sementara sang empunya tengah menikmati segelas kopi hitam di balkon depan. Menikmati udara pagi yang begitu segar, pria itu sudah lupa kapan terakhir kali ia menikmati udara pagi seperti sekarang ini.Menyesap kopinya santai, menikmati segala rasa yang terkandung di minuman berwarna hitam pekat itu. Ada rasa manis juga pahit yang menyapa indra pengecapnya bersamaan, mau tidak mau ia harus meneguknya. Seperti kehidupan. Kau tidak bisa memilih untuk selalu merasakan bahagia dan membuang pahitnya, suka tidak suka kau dipaksa menelan ke duanya untuk menyeimbangkan rasa.Beberapa kali pria tampan itu mengambil nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dari ufuk timur bisa ia lihat matahari yang masih malu-malu menampakkan diri, sebagian sinarnya menerobos awan yang menghalangi. Bisa Altair lihat juga beberapa burung berterbangan untuk memulai aktivitas
Hari sudah menjelang sore saat Aquila sampai di tempatnya bekerja. Beberapa rekan kerjanya menoleh ke arah gadis cantik itu heran, bagaimana tidak, Aquila datang menggunakan mobil mewah keluaran terbaru yang tak mungkin bisa dimiliki oleh pekerja paruh waktu seperti mereka. Aquila sendiri memilih tak ambil pusing dengan tatapan yang dilayangkan oleh teman-temannya, ia berjalan menuju ruang ganti karyawan.“Sepertinya ada yang punya pekerjaan sampingan lain.” sindir salah satu rekan yang Aquila tahu tidak menyukainya. Gadis manis itu tidak menjawab, ia sibuk untuk mengganti pakaiannya.“Di mana kau mencari pria kaya untuk menunjang finansialmu?” tanya rekannya yang sedikit meninggikan suara karena tak juga mendapat respon dari Aquila, “hei.. aku berbicara padamu, Aquila!” seru temannya.Aquila menoleh, “aku tidak mencari pria kaya untuk menunjang finansialku.” balas Aquila.
Tadaima!” Altair memasuki rumahnya.Gelap yang pertama menyapa indra penglihatan pria tinggi itu. Dinyalakannya saklar yang terletak tidak jauh dari pintu. Melihat kondisi rumah yang masih gelap tentu kekasihnya belum pulang, ia lirik jam yang melingkar di lengannya masih menunjukkan pukul setengah satu. Usai makan malam tadi ia dan kedua sahabatnya menikmati wine sebentar sambil berbincang-bincang ringan, setelahnya Ryota dan Naoki menghantarnya pulang.Ia duduk di ruang tengah, menyalakan benda elektronik yang berjarak beberapa meter darinya. Mencari siaran yang menarik menurutnya, tidak ada yang menarik akhirnya pria itu lebih memilih untuk menonton film yang sudah lama belum sempat ia tonton.Setelah menunggu hampir dua jam akhirnya yang ditunggu pulang juga. “Tadaima!” ucap gadis itu terdengar lembut di telinga Altair.“Okaeri, Aquila!&rdquo
“Selamat pagi Altair san.” sapa sekretarisnya begitu ia sampai di kantor.“Pagi.” jawab Altair singkat.Pria tinggi itu mengedarkan pandangan nya untuk mencari sosok Ryota dan Naoki yang belum terlihat. Melihat jam yang sudah pukul delapan biasanya kedua sahabatnya ini sudah sibuk dengan laptop masing-masing. Tak menemukan orang yang dicari Altair memutuskan untuk mulai bekerja sendiri, dibukanya laptop yang tadi ia bawa lalu mengecek e-mail yang masuk satu persatu. Matanya tertuju pada salah satu alamat e-mail yang tidak asing untuknya, tanpa menunggu lama ia langsung membuka e-mail tersebut.From : minami.ceo@minamicorp.comTo : sato.altair@northstarcorp.comAku ingin mengajakmu makan siang bersama. Aku tunggu di Uncle Roger resto.Padat, jelas, singkat email yang dikirim oleh ayah ke
“Aku dan ibu Aquila memutuskan untuk berpisah.”Kalimat itu terus terngiang di otak cerdas Altair. Bagaimana tidak, kalimat itu pasti akan membuat mental kekasihnya terguncang. Selama ini Altair tahu kekasihnya itu menyembunyikan semua kesedihan di balik senyum manis yang selalu gadis cantik itu pasang. Namun, kali ini ia tak tahu apakah kekasihnya itu bisa bertahan saat mendengar kalimat ini.Membayangkan jika dia yang berada di posisi gadis itu saja ia tak sanggup, ia tak bisa membayangkan jika kedua orang tuanya yang akan berpisah.“Oleh karena itu kuatkan Aquila saat kami memberitahu keputusan itu. Aku tidak mau dia lari ke hal-hal yang tidak baik.” ucap Kepala Keluarga Minami itu membuyarkan lamunan Altair.“Tidakkah kalian bisa bertahan demi Aquila?”“Kami sudah tidak bisa.” balas pria itu.“Setelah
“Orihime.” Gadis manis itu tidak begitu suka mendengar Altair menyebut nama mantan kekasihnya itu. Ada sedikit kecemburuan di dalam hatinya. Buru-buru Aquila menggelengkan kepalanya sendiri, ia tidak mau bersikap seperti anak kecil dan membuat Altair tidak nyaman, ia harus ingat bahwa wanita yang bernama Orihime itu hanya masa lalu kekasihnya.Altair mendekat ke samping Aquila. “Kau sudah selesai?” tanyanya.“Sudah.” jawab Aquila singkat.“Dia masa laluku.” bisik Altair. Ia menarik kekasihnya ke dalam pelukan nya. Altair tahu gadis manis ini tengah cemburu, sedikit banyak itu membuatnya bahagia karena itu tandanya Aquila takut kehilangan dirinya. Namun, ia juga tidak ingin kekasihnya salah paham dan berpikir macam-macam.“Aku tahu.. maafkan aku, aku sendiri tidak tahu kenapa bisa merasa terganggu hanya dengan mendengar kau menyebut namanya.”