"Bagaimana dokter?"
Dokter Stevan, spesialis kandungan, begitu tercengang membaca hasil laboratorium pemeriksaan sepasang suami istri yang duduk dihadapannya sekarang.
"Nyonya Celia, usia anda masih 33 tahun. Benarkah?"
Celia mengangguk mantap dengan raut cemas yang serius.
Dokter Stevan kembali menatap Celia dan Raleigh bergantian dengan raut yang sulit diartikan. Dia ingin menjelaskan hasil laboratorium dengan detail tapi khawatir pasien tidak bisa menerima kehancuran yang terpampang jelas.
Tapi, jika ia tidak menjelaskan hasil pemeriksaan dengan detail maka pasien akan hidup dalam kepalsuan yang nyata.
Bukankah kebahagiaan itu datang setelah beragam kesulitan selesai dilalui?
"Hasilnya diluar kuasa kita sebagai manusia tuan, nyonya. Ini semua sudah menjadi kehendak Tuhan."
Mereka masih menatap Dokter Stevan dengan harap-harap cemas. "Tolong katakan saja dok. Apa kami memiliki masalah dengan kesuburan?"
"Nyonya Celia, maaf saya harus menyampaikan ini. Jika nyonya mengalami menopouse dini. Itu artinya nyonya tidak mungkin bisa hamil."
Celia seakan tersengat ribuan juta watt listrik dengan tubuh mematung memandang Dokter Stevan. Hatinya hancur berkeping setelah mengetahui fakta yang menyebabkan ia tidak akan bisa memiliki buah hati.
Padahal Celia dan Raleigh sama-sama mengharap kehadiran buah hati di tengah kondisi ekonomi dan sosial mereka yang telah membaik.
"Dokter bercanda kan?" Tanya Raleigh.
Dokter Stevan menggeleng. "Tuan dan nyonya harus kuat menghadapi cobaan ini."
"Kenapa istri saya bisa menopause dini? Dia masih muda. Apa yang salah dokter?" Raleigh masih tidak bisa memahami ucapan Dokter Stevan yang menurutnya mengada-ada.
Celia masih terlihat begitu cantik dan menawan. Bahkan tanda-tanda menopause dini tidak terlihat sama sekali. Mana mungkin wanita secantik Celia disamakan dengan wanita tua yang tidak lagi bisa memiliki anak?
"Menopause dini bisa menyerang wanita mana saja. Itu disebabkan oleh genetik dan gaya hidup Nyonya Celia."
Raleigh menggeleng tidak habis pikir. "Istri saya memiliki gaya hidup yang sehat. Dokter bisa lihat dari wajahnya. Kulitnya juga nampak masih segar."
"Menopause dini tidak bisa dilihat dari ciri ciri fisik saja tuan. Melainkan pemeriksaan dalam juga penting seperti gairah se***al yang menurun, kekeringan di bibir va***a, dan sakit saat melakukan hubungan suami-istri."
Raleigh membenarkan salah satu diagnosa yang disebutkan Dokter Stevan. Celia lebih sering pasrah saat berhubungan dan tidak nyaman ketika Raleigh belum mendapatkan kepuasan.
Lalu setitik air mata Celia jatuh tanpa isakan dengan tangannya di genggam erat Raleigh.
Raleigh memandang Dokter Stevan dan kertas itu bergantian dengan raut tidak percaya. Selama ini dia belum siap memiliki anak di tengah masalah rumah tangga yang melanda, tapi bukan berarti dia tidak menginginkan anak dalam rumah tangganya.
Dia menginginkan anak di saat yang tepat agar semua terencana dan tidak terjadi kesusahan secara finansial.
"Dokter, apa yang bisa kami lakukan agar memiliki anak?" Tanyanya dengan suara tercekat.
Dokter Stevan menghela nafas. "Maaf, salah satu cara adalah mengadopsi."
"Termasuk bayi tabung dok?" Tanya Celia dengan air mata yang telah tumpah ruah.
Dokter Stevan kembali mengangguk. "Jangan berkecil hati. Saya bisa membantu mencarikan anak adopsi yang ---"
"Saya butuh anak kandung! Bukan anak haram yang dibuang orang tuanya!" Pekik Raleigh tidak suka.
"Maaf Tuan Raleigh saya hanya mencoba memberi saran. Tapi, ada satu cara lain jika anda berdua berkenan dan ini mulai banyak dilakukan oleh pasangan yang memiliki kasus sama seperti kalian."
"Apa dok?" Tanya keduanya serempak.
"Tuan Raleigh bisa mencari pendonor sel telur dari wanita yang kalian setujui, barulah benih dari Tuan Raleigh bisa ditabur bersama sel telur itu secara inseminasi."
Mendengar hal itu Celia langsung mendidih. Ia sadar akan kekurangannya tapi ia tidak rela jika kasih sayang Raleigh terbagi dua.
"Tidak! Aku tidak akan membiarkan suamiku memberikan benihnya untuk perempuan selain aku, istrinya!" Pekik Celia dengan nafas terengah-engah.
"Tapi tidak ada cara selain itu atau kalian tidak akan memiliki keturunan. Semua proses dilakukan secara inseminasi, tidak ada hubungan layaknya suami-istri antara Tuan Raleigh dan wanita itu."
Celia kembali menangis meraung sedih meratapi nasibnya yang sama sekali tidak baik. Ia tidak percaya mengapa Tuhan menguji rumah tangganya seperti ini?
Lelah menangis dan berteriak kesal karena keadaannya, Celia langsung pingsan di tempat, ia tidak kuasa menerima cobaan yang teramat berat ini.
Wanita muda mana yang sanggup menghadapi kenyataan bahwa sebentar lagi ia akan berdiam di dalam raga tua yang tak mungkin bisa menghasilkan keturunan?
Hanya membawa kekecewaan dan kerumitan?
Mampukah Raleigh dan Celia melewati ujian langka kekurangan kehidupan ini? Atau justru berjalan dengan ego masing-masing demi mendapatkan sang buah hati menurut versi mereka sendiri?
Raleigh menatap istrinya, Celia, yang tengah terbaring di ranjang UGD. Ia pingsan setelah Dokter Stevan dengan jelas mengatakan bahwa ia mengalami menopause dini. Sebuah keadaan dimana perempuan tidak lagi subur karena ovarium tidak lagi memproduksi sel telur. Padahal usia Celia masih tergolong muda, 33 tahun. Namun raganya sudah seperti nenek muda. Raleigh hanya bisa menatap istrinya dengan tatapan kosong hingga ia siuman, tidak ada keluarga yang dihubungi karena ia yakin Celia hanya terkejut dengan kabar buruk itu lalu pingsan. "Ral." Raleigh kembali dari lamunannya ketika Celia memanggilnya lirih. Syukurlah dia sudah sadar setelah pingsan selama satu jam. "Istirahat lah dulu." Raleigh membantu Celia untuk kembali berbaring tapi ia menolak. Detik kemudian Celia menangis tersedu-sedu. Ia teringat akan ucapan Dokter Stevan yang benar-benar nyata, bahwa ia tidak akan bisa hamil. Ia tidak sedang bermimpi karena nyatanya ia bisa mengingat kembali dengan jelas ucapan Dokter Steva
Raleigh menuntun tubuh lemah istrinya menuju kamar tidur mereka berdua. Kamar yang biasa mereka gunakan untuk saling bersentuhan dan berbagi cerita tentang susah senang hidup. Itupun ketika Celia lelah mengeluhkan pernikahan yang tidak ia harapkan lalu memutuskan bersedia mencintai Raleigh. Dalam hati Raleigh, ia masih terus menyangkal vonis Dokter Stevan. Berharap hasil laboratorium itu salah atau tertukar dengan milik orang lain. Tertukar? "Cel, aku ke mau ke toilet sebentar." Ucap Raleigh setelah memastikan istrinya sudah duduk dengan benar. Bukan ke toilet, tetapi ia menuju ruang tengah dan mengambil gagang telfon kabel. Tapi sayang sekali, ketika panggilan terhubung, Dokter Stevan sudah selesai praktik dan hanya asisten perawat yang menjawab. Ia hanya bisa menghela nafas panjang lalu lalu duduk termenung. Harapannya, Dokter Stevan memberi kabar jika hasil pemeriksaannya tertukar. Namun sepertinya itu tidak mungkin. Raleigh harus belajar menerima cobaan ini meski ia tidak
Di rumah bertingkat satu yang tidak terlalu besar itu, Raleigh tinggal berdua dengan istrinya, Celia. Rumah bernuansa cat putih gading itu terlihat selalu rapi, bersih, dan indah dipandang mata. Maklum saja, Celia pandai merawat rumah dan taman kecil indah di depan rumah. Ia memiliki bisnis florist yang mendatangkan beberapa bunga dari negara tropis. "Aduh." Keluh Raleigh ketika ia berhasil mencabut tiga serpihan vas kristal yang mengenai telapak kakinya. Namun rasa sakit itu tidak seberapa dengan tamparan yang tadi Raleigh dapatkan dari istrinya. Yeah, Celia menamparnya setelah merasa jengah disudutkan terus menerus dengan permintaan Raleigh mencari perempuan pendonor sel telur. Celia menilai jika mereka tidak bisa memiliki anak karena kesalahan Raleigh menyuruhnya melakukan aborsi. Ah, bukan menyuruh melainkan memaksa Celia melakukan aborsi. Saat itu kondisi perekonomian keduanya sedang tidak baik karena belum memiliki pekerjaan pasca menikah. Sedang dokter memberitahu jika Ce
Jika kemarin Raleigh menunggui Celia siuman karena pingsan di ruang Dokter Stevan, sekarang ia kembali menunggui Celia tersadar setelah mabuk berat. Masih beruntung ia mabuk ditemani Valerie, bukan dengan pria hidung belang tidak bertanggungjawab. Ada perasaan tidak tega ketika Raleigh melihat Celia begitu terpukul dengan keadaannya. Ia merasa gagal melindungi istrinya. Kepergian Celia dengan emosi membara dilatarbelakangi oleh kesalahpahaman. Padahal tujuan Raleigh mencari wanita pendonor sel telur hanya untuk menjadi jembatan bagi mereka agar segera memiliki buah hati. Toh banyak orang tua yang melakukan itu. Sesederhana itu lah pemikiran Raleigh. Saat ini, hanya opsi itu yang bisa Raleigh terima tanpa memikirkan perasaan Celia. Ia beranggapan Celia akan setuju karena ia dan perempuan itu tidak harus melakukan hubungan suami istri untuk memiliki anak. Sehingga itu tidak berpotensi melukai Celia lebih dalam. "Engh..." Celia mulai tersadar lalu Raleigh mengambil segelas susu yan
Perasaan menyesal menimbulkan gangguan pada fisik Raleigh pagi ini. Ia mengalami gangguan tidur, perubahan nafsu makan, dan sakit kepala. Akhirnya, ia memacu mobil sedan hitam miliknya dengan hati hati menuju Coolworths cabang Plaza Cnr Bessie And kota Armidale di New South Wales Australia. Coolworths adalah sebuah toko ritel yang melayani penjualan daging, buah, sayur segar, dan makanan kemasan yang berdiri sejak 20 tahun lalu dengan beberapa cabang yang tersebar di Australia. Perusahaan ini didirikan oleh sepupu Dad Mark, mertua Raleigh. Posisinya sebagai supervisor of fruit and vegetables didapat dengan usaha keras selepas menamatkan S2-nya di University of New England di Armidale. Raleigh dibantu Dad mendapatkan posisi itu dengan syarat penjualan di dua tahun pertama harus menunjukkan performa bagus. Sadar jika ia telah memiliki tanggung jawab seorang istri dan tidak mau mencoreng nama baik kedua mertuanya, Raleigh bekerja keras hingga tidak kenal waktu. Beruntung, Tuhan berba
Queen Donut Armidale Centro. Tempat yang dipilih Raleigh dan Gerard untuk bersantai. Tempatnya berada di lantai Shop K6 sebelah Coolworths, masih berada di dalam Plaza Cnr Bessie And. Rencana mereka untuk bersantai sambil minum kopi di sore hari saat musim gugur pun batal. Mereka memesan cinnamon donnuts atau donat kayu manis dan donat dengan taburan jimmies dan kacang cincang ukuran besar. Serta dua gelas espresso bermotif cinta. "Kenapa kamu hanya minum espresso-nya saja Ger? Bukankah rasa donatnya begitu nikmat?" Gerard tersenyum tipis. "Aku mau membungkusnya untuk gadis kecilku di rumah. She must like it." Seketika suasana hati Raleigh yang sudah mendung pun berubah menjadi hujan badai karena ucapan Gerard. "Aku pernah membelikannya sekotak donat dengan beragam toping lezat, lalu dia menyembunyikannya di bawah tempat tidur. Dia bilang itu miliknya dan tidak boleh kuminta atau mamanya." Raleigh berusaha tersenyum meski itu terpaksa. "Apa dia juga menyukai es krim cone?"
Raleigh memandang Gerard tidak percaya. Bagaimana bisa sahabat sekaligus bawahannya itu mengatakan hal demikian? Padahal Raleigh sedang meminta dukungan, nasihat, dan solusi untuk masalahnya. Bukan mendengar penghakiman dari orang lain. Ia cukup sadar atas kesalahan besar di masa lalu yang diperbuat tanpa harus dijelaskan ulang. Ia juga sadar tidak akan bisa mengembalikan calon anaknya kembali ke dalam rahim Celia dengan cara apapun. Sekalipun menyerahkan nyawanya kepada Tuhan. "Ini adalah karma instan yang layak anda dapatkan pak." "Aku tidak memerlukan penghakimanmu Ger!" "Harusnya Pak Raleigh biasa saja mendengar penghakimanku. Karena itu bagian dari penebusan dosa besar yang bapak lakukan." Ucapnya enteng lalu menyesap espresso-nya. "Aku sudah paham kesalahanku dan kamu tidak perlu mengungkitnya!" Gerard terkekeh. "Don't be angry, atau Tuhan akan memperpanjang derita anda pak." Raleigh pun diam lalu menunduk karena takut Tuhan benar-benar akan membuatnya terjebak dalam m
20.358 Bowman Ave Street, Armidale, New South Wales. Di rumah bercat krem dengan pelataran luas, halaman ditumbuhi rerumputan hijau dan pohon akasia berbunga kuning, serta dua pohon Smooth-Barked Apple besar di sudut kanan kiri pagar, Celia tengah bersantai di rumah Valerie, sahabat baiknya.Rumah teduh nan nyaman yang hanya dihuni Valerie seorang diri, karena kedua orang tuanya berada di Port Macquarie. Sebuah kota yang terletak di pesisir laut menghadap Samudra Pasifik Selatan. Valerie dan Celia telah bersahabat sejak mereka menepuh strata satu di jurusan yang sama di University of New England. Bahkan, Valerie pula yang membantu Celia untuk belajar menerima pernikahannya dengan Raleigh. Bukan tanpa sebab, Valerie adalah seorang janda. Ia diceraikan oleh suami karena hasutan ibu mertuanya dengan alasan Valerie berselingkuh dengan teman kerjanya. Padahal, Valerie begitu mencintai suaminya dan telah hadir anak diantara mereka. Valerie bersikeras menolak perceraian itu dan bisa mem