Share

Mencoba tegar

Satu tamparan keras melayang ke wajah Jordi dari Rinjani. Mahasiswi cantik itu menatap tajam pada sang ayah tanpa berkedip, seolah dirinya seperti seekor singa yang hendak menerkam mangsanya.

“Berlaku adil? Pada siapa kau harus berlaku adil, pada keluargamu atau wanita jalang ini?” tunjuk Rinjani pada Lilis yang masih berdiri di samping Jordi.

“Ayah janji, akan memenuhi kebutuhan kalian, Nak. Aku juga tidak bisa berpisah dengan ibumu, karena dia adalah wanita yang pertama dalam hidupku,” ujar Jordi pelan pada Rinjani.

“Jika kau menganggap ibuku adalah wanita pertama dalam hidupmu, maka kau tidak akan tega melakukan hal sekeji ini. Lebih baik pilih salah satu di antara mereka!” ucap Rinjani penuh penekanan.

Mahasiswi cantik itu melangkah pergi meninggalkan Jordi dan Lilis. Ia memutuskan untuk pulang walau hatinya masih berkecamuk. Lain halnya dengan Jordi dan Lilis, mereka tetap berada di sana dan melanjutkan kegiatan cumbu di antara keduanya.

***

Rinjani melangkah masuk ke dalam rumah, ia tidak masih radu untuk menyampaikan sesuatu yang baru saja ia lihat menyangkut keluarganya. Selama ini , dirinya berfikir bahwa sang ayah selalu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya. Namun, setelah melihat perbuatan Jordi, ia yakin selama ini sang ayah hanya bermain-main saja tanpa bekerja.

“Sore, Bu! Apakah hari ibu sangat baik?” sapa Rinjani pada ibunya.

“Sore, Nak! Ibu baik-baik saja, bagaimana denganmu?” balas Linda pada ibunya.

Wanita paruh baya itu mencoba menutupi kesedihannya, ia tidak mau menambah beban pikiran putri sulungnya itu. Akan lebih baik jika Rinjani tidak mengetahui permasalahannya, ia beranjak dari tempat duduk menuju dapur untuk melakukan sesuatu.

Rinjani menatap heran pada tingkah ibunya, tidak biasanya Linda bersikap seperti itu padanya. Sang ibu selalu nampak ceria dan cerewet atas kegiatan anak-anaknya. Mahasiswi itu segera menepis pikirannya dan menuju kamarnya.

Di dalam kamar, Rinjani menatap Rindu yang sedang menatap langit senja melalui jendela kamar mereka. Mahasiswi cantik itu mendekati adiknya dan menyentuh bahu gadis cantik itu.

“Rindu, apa yang terjadi denganmu? Kenapa matamu merah begini?” tanya Rinjani pada adiknya.

“Aku tidak apa-apa, Kak. Aku hanya kelelahan akibat menonton, makanya mataku merah seperti ini,” jawab Rindu.

Rindu terpaksa berbohong pada kakaknya. Ia tidak ingin membahas permasalahan yang ia dengar dari kedua orangtuanya saat ini, hal itu menjadi suatu pukulan besar baginya. Gadis cantik itu naik ke atas kasur dan merebahkan tubuhnya.

“Apa ada sesuatu yang terjadi antaramu dan ibu? Apa yang kalian rahasiakan padaku?” Rinjani masih tidak puas dengan jawaban adiknya yang tidak masuk akal baginya.

Rinjani bukan gadis yang bodoh dan dapat di bohongi begitu saja. Secara akademik, ia selalu mendapat nilai yang sempurna, dan dalam hal lain mahasiswi cantik itu selalu menyelesaikan masalahnya dengan baik.

“Jangan tanya lagi, Kak! Aku tidak ingin berdebat saat ini, aku mengantuk sekali,” Rindu menarik selimut dan menutup wajahnya.

Rinjani menghembuskan nafas panjang, ia memutuskan tidak berkomentar lagi. Mahasiswi cantik itu merebahkan tubuhnya di atas kasur dan mencoba menutup mata dan melewatkan senja yang indah di atas langit.

Senja telah hilang, malam pun datang. Di dalam sebuah kamar terlihat dua orang gadis yang baru saja selesai membersihkan diri masing-masing dan beranjak keluar kamar. Rindu dan Rinjani tidak berbincang apa pun, mereka enggan untuk membuka mulut.

Pikiran keduanya melayang entah kemana, ada sesuatu masalah yang mereka pikirkan. Di ruang makan, dua gadis itu duduk secara bersamaan, Linda melayani Rindu dan Rinjani secara baik.

“Rindu, Rinjani, makan yang banyak! Kalian harus tetap kuat dan tumbuh sehat,” ujar Linda lembut pada kedua putrinya.

“Baik, Bu. Aku akan makan banyak mala mini,” balas Rindu sambil mengambil makanan ke atas piringnya.

“Kenapa ibu berkata begitu? Apa kami tidak terlihat sehat, sehingga harus makan banyak?” tanya Rinjani penuh selidik.

“Tidak, Nak. Ibu hanya ingin mengingatkan hal ini pada kalian, agar tidak menyia-nyiakan kesehatan,” jawab Linda lembut pada Rinjani.

Mereka bertiga makan malam dengan sangat tenang tanpa gangguan apa pun. Setelah itu, Rindu memutuskan untuk mengerjakan tugas di ruang tamu yang di temani oleh Rinjani dan ibunya.

“Rindu, kapan kamu akan ujian akhir? Lalu kemana kamu akan kuliah?” tegur Rinjani pada adiknya.

“Bulan depan, Kak. Aku gak tau mau lanjut kuliaj atau tidak, belum kepikiran ke sana,” balas Rindu sopan pada kakaknya.

“Kenapa kamu bilang begitu, Nak? Ibu akan bekerja keras untuk membiayai kuliahmu, jangan menyerah Rindu!” ucap Linda menyemangati putri bungsunya.

“Bu, apa kalian menyembunyikan sesuatu padaku? Suasana saat ini sangat berbeda dari pada sebelumnya, apa yang terjadi?” Rinjani masih menyelidiki akan sesuatu yang membuat dirinya sangat penasaran.

“Apa yang harus kami rahasiakan padamu, Nak? Ibu tidak punya sesuatu yang harus disampaikan padamu,” Linda masih berusaha merahasiakan masalah yang ada dalam dirinya.

“Tapi aku tidak percaya, Bu. Apa ibu pikir aku masih anak kecil yang mudah dibodohi, tolong jelaskan padaku!” nada bicara Rinjani semakin meninggi.

“Ayah sudah menikah lagi, saat ini ia sudah pergi bersama istri barunya. Itu adalah masalah terbaru keluarga kita,” sahut Rindu yang tidak menerima sang kakak membentak ibunya.

Rinjani terdiam seketika setelah mendengar ucapan adiknya. Ia tidak ingin berkomentar apa pun lagi karena ia sudah tahu akan hal itu. Mahasiswi cantik itu mendekat pada ibunya dan memeluk wanita paruh baya itu.

“Bu, maafkan aku! aku tidak berniat membentakmu, aku sangat penasaran dengan sikap kalian berdua yang terlihat sangat sedih. Makanya aku melakukan hal ini,” ujar Rinjani lembut pada ibunya.

“Tidak apa-apa, Nak. Ibu mengerti akan hal itu, sekarang kamu sudah mengetahui hal itu. Saat ini ibu tidak memaksa kalian untuk memilih siapa, kalian berdua berhak menentukan untuk tinggal dengan siapa,” ucap Linda pada kedua putrinya.

“Aku akan tinggal di sini bersamamu, Bu. Biarlah mereka berbuat seperti ini, asalkan ibu bercerai dengan ayah. Aku tidak ingin ibu tersakiti dalam hal ini,” Rinjani menyarankan Linda untuk bercerai dengan ayahnya.

Rindu meneruskan kesibukannya dan tidak menghiraukan apa yang terjadi antara ibu dan kakaknya. Gadis cantik itu tidak ingin bersedih hati lagi, cukup sudah kesedihan yang ada dalam dirinya selama ini. Percuma memilki keluarga yang lengkap, tetapi tidak menemukan kebahagiaan di dalamnya.

Ibu dan anak itu menyelesaikan urusan mereka dan memutuskan untuk istirahat lebih awal dan menunggu pagi berharap sebuah titik terang mewarnai keluarga Linda.

***

Mentari bersinar begitu indah menyambut para penduduk bumi yangterlihat masih enggan untuk menyambut dirinya. Begitu juga dengan Rindu dan Rinjani, kedua gadis cantik itu masih belum siap membuka mata mereka untuk menyambut hari ini.

Rindu masih nyaman berada di dalam selimutnya dan tidak berbeda jauh dengan apa yang di rasakan Rinjani, mahasiswi cantik itu enggan untuk beranjak dari kasurnya yang empuk.

Jam menunjukkan pukul 07:00 pagi, Rindu membulatkan matanya dan melompat dari atas kasur. Ia langsung menerobos masuk ke dalam kamar mandi yang tidak berpenghuni. Gadis cantik itu memulai ritual mandinya.

Setelah selesai, Rindu keluar dengan balutan handuk yang menutupi tubuhnya yang kecil dan telihat sangat ramping. Ia menatap pada Rinjani yang masih menutup mata, dan menikmati mimpi-mimpi indah di bawah alam sadarnya.

“Kak, bangun! Kita sudah terlambat, ayo mandi kak!” teriak Rindu memenuhi ruang kamar mereka.

“Aduh! kamu berisik banget sih, rasanya gendang telinga aku mau pecah,” gerutu Rinjani pada adiknya.

“Dasar kebo! Aku gak tanggung jawab jika kakak terlambat,” ketus Rindu pada kakaknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status