Kisah cinta Stella dan Ramon tampak sempurna dari luar. Namun siapa sangka, kebahagiaan itu hanyalah ilusi belaka. Tepat di hari ulang tahun kekasihnya, Stella menemukan sang kekasih tengah berselingkuh dengan wanita lain. Kemarahan dan patah hati menghancurkan dunia yang ada di depan matanya. Namun, saat hidupnya terasa seperti sudah tak berarti lagi, seseorang dari masa lalu hadir kembali. Tristan, seorang lelaki yang pernah jatuh hati kepadanya muncul sebagai atasannya di tempat Stella bekerja. Hubungan mereka yang dulu renggang membuat situasi semakin rumit ketika Stella harus menjadi sekretaris barunya. Di tengah lika-liku cinta yang dipertaruhkan oleh waktu dan kesalahan masa lalu, dapatkah Tristan memaafkan Stella dan merubah takdir mereka yang tak pasti menjadi cinta yang nyata? Ataukah, Tristan masih menyimpan dendam kepada Stella karena cintanya pernah ditolak?
View MoreDi dalam mobil yang gelap, Tristan menunggu dengan sabar di dekat gang yang terletak tidak terlalu jauh dari rumah Bi Ani dan Paman Dul. Namun, waktunya terus berlalu dan Stella belum juga muncul. Tristan mulai merasa cemas dan mencoba mengirim pesan kepada Stella untuk mengetahui keberadaannya. Namun, belum juga Tristan mengirim pesan kepada Stella, ada yang mengetuk pintu mobilnya.Tristan terkejut saat melihat Stella di luar mobil. Dia membuka kunci pintu mobil dengan cepat, menyambut kedatangan Stella dengan senyum ramahnya. “Ada apa? Kenapa kamu lama sekali?” tanyanya yang sedikit khawatir.Stella masuk ke dalam mobil dengan wajah yang sedikit terengah-engah. “Bagaimana menurutmu, apakah Paman dan Bibi curiga kepada kita?” tanyanya begitu duduk di kursi yang ada di samping Tristan.Tristan memikirkannya sejenak sebelum menjawab, “Sepertinya tidak.” Dia memasukkan kembali ponselnya ke saku celana, lalu menatap Stella dengan penuh perhatian. “Tapi dengan penampilanmu seperti ini, m
Ketika Tristan berada di luar kamar, matanya tertuju pada sebuah vas bunga yang terjatuh di lantai. Langkahnya terhenti, dan dia merenung sejenak, mencoba mengidentifikasi penyebab jatuhnya pas bunga itu. Dengan hati-hati, Tristan memindai setiap sudut ruangan, mencari petunjuk atau tanda-tanda yang mungkin membantunya memahami kejadian tersebut.Saat Tristan mendekati pembatas dinding, matanya terfokus pada siluet seseorang yang ia kenal. Meskipun tanpa bicara, Tristan dengan cepat menyimpulkan siapa yang mungkin menjadi penyebab jatuhnya vas bunga itu. Namun, dia memilih untuk kembali lagi ke kamar menemui Stella.Ketika Tristan kembali ke dalam kamar, Stella langsung bertanya “Siapa yang berada di luar?”“Tidak apa-apa, hanya vas bunga yang terjatuh,” jawab Tristan, sengaja merahasiakan identitas orang yang ia lihat tadi. Dia ingin melindungi Stella dari rasa khawatir yang tak perlu, tidak ingin menambah beban di pundak wanita yang ia sayangi.***Saat malam tiba, Stella merasa leb
Wajah Bi Ani terlihat begitu khawatir saat melihat Tristan yang sudah sampai di rumah dengan Stella yang ada di gendongannya. Dia langsung merasa cemas dan bertanya dengan panik. “Apa yang terjadi dengan Stella, Tristan?”Tristan menatap Bi Ani dengan ekspresi serius. “Stella terjatuh di peternakan, Bi,” jawabnya, sambil meletakkan tubuh Stella dengan perlahan di kursi yang ada di depan rumah.Paman Dul yang sedang sibuk memotong rumput di halaman rumahnya, mendengar kehebohan dan segera bergegas ke arah mereka. “Apa yang terjadi, Stella?” tanyanya, khawatir.Stella menunjuk sepatu bootnya dengan raut wajah bersalah. “Itu gara-gara sepatuku,” akunya, merasa malu.Paman Dul menggelengkan kepala dengan sedikit kesal. “Kamu ini Stella, selalu saja terjadi hal-hal seperti ini,” ujarnya, sambil menepuk pelan jidatnya.Sementara itu, Tristan yang masih berlutut di dekat Stella, memeriksa luka di lututnya. Dia kemudian menoleh ke arah Bi Ani dengan bertanya. “Apa Bibi punya obat luka?”Bi Ani
Stella dengan cepat menepis tangan Tristan yang sedang mengelap keringatnya ketika dia melihat Dafina tengah memperhatikan mereka berdua. Ia khawatir akan kesan yang diberikan oleh Dafina, Stella langsung berdiri dari batu yang sedang ia duduki dan bergegas berjalan menuju beberapa sapi yang berada di peternakan.Stella mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri saat berjalan menuju hewan-hewan yang merumput di padang rumput hijau. Wanita itu mencoba membuang perasaan canggung yang menghampirinya sejak Tristan menyentuhnya tadi. Dia tak ingin membuat situasi menjadi canggung di antara mereka bertiga.Sementara itu, Tristan diam-diam menghela napas lega saat Stella beranjak dari tempat duduknya. Dia menyadari bahwa tindakannya tadi mungkin terlalu gegabah untuk diperlihatkan di depan Dafina. Dengan cemas, dia berharap tindakannya itu tidak menimbulkan kesan yang salah.‘Ada hubungan apa sebenarnya dengan mereka berdua? Bukankah aku sudah mengingatkan Stella agar tak lagi mendekati Tuan
Stella melangkah dengan gerakan yang agak gontai menuju dapur, merasa kerongkongannya kering dan haus yang menggebu-gebu. Meskipun matahari sudah menyinari bumi dengan sinarnya, udara pagi masih terasa dingin, membuatnya merinding sedikit.Sesampainya di dapur, Stella melihat Bibi Ani sibuk memasak di dapur. Senyum melintas di wajahnya ketika Bibi Ani melihat ke arahnya. Stella mengambil gelas di rak. Tanpa berlama-lama, ia segera mengisi gelasnya dengan air dari teko.“Pagi, Bi,” sapa Stella sambil mengucapkan salam. Stella menenggak air dengan lahap, merasakan kesegaran menyebar di kerongkongannya.“Pagi juga, Stella. Kamu sudah bangun?” sahut Bibi Ani dengan senyum hangat, membalas sapaan Stella sambil memperhatikan kegiatannya.Stella mengangguk. Ketika gelasnya sudah kosong, ia pun menuangkan air lagi ke dalam gelasnya. “Bibi sedang masak apa?” tanyanya sambil menatap Bibi Ani yang sibuk.Bibi Ani tersenyum. “Bibi sedang memasak nasi goreng,” jawabnya, sambil tetap fokus pada pek
Stella merangkulkan kedua lengannya dengan santai di leher kokoh Tristan. Dalam keadaan yang intim seperti ini, tatapan matanya yang menenangkan berhasil menembus jantung Tristan, memberinya kelegaan dan ketenangan di tengah-tengah kebingungan yang melanda pikirannya. Tristan merasa hangat oleh kehadiran Stella, dan dia merasakan sentuhan halus rambut wanita itu saat ia menyelipkan sehelai rambut ke belakang daun telinga Stella.“Apa yang ingin kamu lakukan?” tanya Stella dengan suara yang tenang, tetapi pikirannya berkecamuk dengan pertanyaan yang lebih dalam. Apa yang sebenarnya diinginkan Tristan? Apakah tindakannya ini hanya bagian dari candaan ataukah ada sesuatu yang lebih serius di baliknya?Tristan tersenyum melihat ketenangan yang terpancar dari wajah Stella. Dia merasa seperti dia bisa merasa aman dengan wanita ini, seperti bisa menemukan kedamaian di sampingnya. Namun, di balik senyumnya yang ramah, ada kegelisahan yang tidak terungkap di dalam hatinya. Apa yang sebenarnya
Bibi Ani membuka pintu lemari dengan hati-hati, berusaha mencari selimut yang dia butuhkan. Namun, sebelum dia bisa mencari lebih lanjut, Stella tiba-tiba menghentikannya dengan nada yang panik.“Bibi!” serunya cepat, suaranya bergetar oleh kecemasan yang tiba-tiba muncul.Bibi Ani memalingkan kepalanya ke arah Stella yang berdiri di belakangnya dengan ekspresi heran. “Kenapa, Stella?” tanyanya, mencoba menangkap gelagat yang tidak biasa dari keponakannya.“Bibi mau mengambil selimut, kan? Selimut Bibi ada di tempat tidur.” Stella menunjuk ke arah tempat tidur, di mana selimut masih terlipat rapi.Bibi Ani memandang ke arah tempat tidur, baru menyadari keberadaan selimut yang dimaksud oleh Stella. “Oh ya, selimut itu memang bekas milikku,” gumam Bibi Ani sambil menepuk pelan jidatnya, mengakui kesalahannya karena lupa bahwa selimutnya masih ada di tempat tidur.Stella mengangguk cepat, membenarkan kesimpulan Bibi Ani. “Ya, ini belum dipakai kok, Bibi,” tambahnya sambil menunjuk ke sel
Stella memalingkan wajahnya lagi dari Tristan, kebingungannya semakin memuncak. Apakah ia harus berkata jujur atau tidak kepada lelaki itu? Tapi ketika Tristan mengulurkan tangannya dan meraih dagunya, memaksa wajahnya untuk menatap ke arah Tristan lagi, Stella tidak bisa lagi menghindar.“Lihat aku, meski aku tahu kamu sudah memiliki kekasih, tapi aku selalu berusaha dekat denganmu,” ucap Tristan dengan suara yang lembut, mencoba memberikan penjelasan atas perilakunya.Stella mengerutkan keningnya, mencoba memahami maksud dari kata-kata Tristan. “Apa maksudmu?” tanya Stella, mencoba mengurai kebingungannya.Tristan mengangguk. “Aku tahu kamu sudah memiliki kekasih,” jawabnya dengan tegas.“Darimana kamu tahu itu?” tanya Stella dengan rasa ingin tahu yang menggebu.“Aku melihatnya sendiri dengan mata kepala aku ketika kalian bersama waktu di festival,” jelas Tristan, mencoba memberikan penjelasan yang memuaskan.Stella terdiam sejenak, mencoba mengingat kejadian tersebut. Pikirannya me
Tristan dan Stella saling terdiam sejenak, membiarkan suasana kamar menjadi hening. Tristan merasa bingung mengapa Stella memilih untuk tidur di kamar Bibi Ani dan Paman Dul.“Kenapa kamu di sini?” tanya Tristan, rasa penasaran tergambar jelas di wajahnya.“Aku tidur di sini, Bibi sama Paman tidur di lantai atas,” jelas Stella dengan tenang.Tristan mengangguk mengerti, tetapi kemudian tindakannya mengejutkan Stella. Lelaki itu langsung mendorong tubuh Stella masuk ke dalam kamar, begitu juga dengan dirinya yang langsung mengunci pintu kamar. Stella terkejut dengan perilaku Tristan yang tiba-tiba.“Tristan, apa yang kamu lakukan? Kenapa pintunya dikunci?” tanya Stella dengan kebingungan.Tristan menatap Stella dengan serius, lalu menghela napas sejenak sebelum menjawab, “Kita perlu bicara, Stella.”“Tidak ada yang perlu kita bicarakan, sekarang juga, kamu keluar dari sini!” ujar Stella dengan suara yang bergetar, mencoba mengusir Tristan.Namun, Tristan tidak tergoyahkan oleh kemaraha
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.