"Jahat! Ini terlalu sakit untukku. Sangat tidak adil. Kenapa dia bisa setega itu?" tangis Ayu pecah tak terkendali begitu mendapati kenyataan bahwa suaminya telah mendua.
"Tenangkan dirimu, Yu .." pinta Bi Sari sambil berusaha memeluk Ayu yang berontak tak dapat mengendalikan diri. "Mereka jahat, Bi. Bagaimana mungkin adik kandung dan suamiku bisa setega itu? Mereka menusukku dari belakang. Adik yang aku besarkan penuh kasih sayang, ternyata begitu Licik!" pekikku keras. "Mengapa harus dia yang menjadi selingkuhan suamiku? Mengapa?! Kenapa dia harus mencintai pria yang sudah menjadi suami kakaknya?!" Ayu semakin histeris, rasanya tak sanggup menerima kenyataan. *** Entah salah apa yang telah Ayu perbuat, sehingga Tuhan memberikannya ujian yang bagi Ayu terasa berat. Sakit, sesak itu yang Ayu rasakan. Yang bisa ia lakukan hanya menangis dan menangis. Kadang Ayu bertanya-tanya dosa apa yang telah di perbuatnya, sampai-sampai Tuhan memberikannya hukuman dengan adanya perselingkuhan antara suami dan adik kandungnya sendiri. Dan kini adalah hari bahagia dari kedua anak manusia itu. Sesak rasanya saat adik kandungnya sendiri tega melakukan hal keji itu kepadanya. Adik yang sangat ia sayangi, juga suami yang begitu ia cintai, dengan begitu tega kedua orang yang sangat penting di hidup Ayu, bisa menusuknya dari belakang, dan menjadi sumber lukanya. Mau berontak pun rasanya percuma bagi Ayu. Mau menyalahkan takdir pun rasanya sia-sia saja. Mungkin ini adalah salah sat bagian dari ujian yang Tuhan berikan kepada Ayu. Mau tidak mau, Ayu harus melewatinya, dan yang pasti Ayu harus tegar menghadapi kenyataan pahit itu. Ayu hanya bisa menangis meratapi nasib. Menertawakan diri yang harus tetap tersenyum tegar di hari pernikahan adiknya. Adik satu-satunya yang begitu Ayu sayangi. Bagaimana tidak, selepas orang tua mereka meninggal, hanya adiknya yang Ayu miliki. Ayu dan adiknya adalah yatim piatu. Ibu mereka meninggal ketika melahirkan adiknya. Sedang ayah mereka, telah berpulang kepangkuan Sang Kuasa ketika usia Ayu genap dua puluh tahun. Sejak itu, Ayu hanya hidup berdua bersama adiknya. Ayu bekerja keras agar mereka bisa hidup dengan layak. Tentunya, Ayu juga harus membiayai adiknya yang kala itu masih duduk di bangku SMP. Ayu menangis di hari pernikahan adiknya. Bukan tangis haru, melainkan tangis kesedihan. Seharusnya Ayu bahagia di hari pernikahan adiknya itu, tapi bagaimana mungkin Ayu bahagia, kalau pengantin prianya adalah suami Ayu sendiri. Jelas saja Ayu sedih dan sakit hati. Ayu harus merelakan suaminya menikahi adiknya sendiri. "Yang sabar ya, Yu." Kata Bi Sari yang merupakan tetangga Ayu. Sabar? Ayu hanya tersenyum kecut mendengar kalimat itu. Sampai kapan Ayu harus bertahan menghadapi itu semua? Melihat adik dan suaminya yang tengah berbahagia sudah membuat dada Ayu sesak dan tersiksa melihat bagaimana raut keceriaan yang ada di wajah keduanya. Ayu hancur, dadanya terasa sesak, serta rasa kecewa yang menyeruak. Jika tidak mengingat anaknya yang masih kecil, mungkin Ayu sudah mengambil jalan yang tidak benar, seperti bunuh diri agar ia tidak menyaksikan hari bahagia dari adik dan suaminya. "Bibi tau ini berat untuk kamu, Yu. Tapi ini sudah menjadi keputusanmu." Bi Sari menepuk pundak Ayu, memberikan kekuatan pada Ayu, agar Ayu bisa tegar menghadapi kenyataan pahit yang sekarang ini ia saksikan. "Ini memang keputusanku, Bi." Tangis Ayu semakin pecah. Ayu beralih menatap anaknya lalu dipeluknya anaknya itu. Sementara anaknya hanya menatap bingung pada Ayu yang tengah menangis. "Bunda kenapa nangis?" Tanya anak kecil itu dengan polos. "Gapapa, nak. Ini mata Bunda kelilipan." Ayu berkilah. Ayu semakin memeluk erat anaknya, air matanya juga semakin deras. Bi Sari yang melihat itu, memeluk Ayu dan anaknya untuk memberi kekuatan. "Sabar, Yu, sabar." Bi Sari mengelus-elus pundak Ayu. "Makasih Bi, Bibi selalu ada untukku." Gumam Ayu, yang entah di dengar atau tidak oleh Bi Sari. Ayu sudah menganggap Bi Sari seperti ibunya. Sedari kecil Bi Sari ikut merawat Ayu dan adiknya saat ayah Ayu pergi bekerja, Ayu dan adiknya selalu di titipkan kepada Bi Sari. Bi Sari sangat baik, dia selalu menguatkan Ayu disaat Ayu merasa terpuruk seperti sekarang ini. Bi Sari selalu menguatkan dan mendampingi Ayu agar tetap kuat dan bertahan menghadapi cobaan yang menimpa rumah tangganya itu. Mungkin Bi Sari takut kalau tiba-tiba Ayu berpikiran sempit dan melakukan hal yang nekat, mengancam keselamatannya. "Kuatkan hatimu, Yu. Tuhan itu maha baik. Bibi tau ini berat untukmu, tetapi Bibi yakin, kamu bisa melaluinya." Mata Ayu kembali berkaca-kaca, mendengar kalimat penguat yang selalu Bi Sari ucapkan. "Semoga aku kuat, Bi." "Harus kuat, kamu pasti bisa, Yu." *** Para tamu mulai hadir, tidak banyak, hanya beberapa kerabat dan tetangga sekitar. Acara akad nikah akan segera di mulai. Calon pengantin telah duduk di tempatnya begitu juga dengan penghulu. Ayu memandangi adiknya, Vika. Dia nampak cantik dengan balutan kebaya berwarna putih. Ayu beralih menatap perut Vika, di dalam perut Vika sudah ada janin hasil dari percintaannya dengan suami Ayu. Seketika dada Ayu terasa sesak. Ayu memandangi kedua mempelai. Dulu dialah yang duduk di samping Anton, suaminya. Laki-laki yang dulu sangat mencintainya, namun sekarang Ayu tidak tahu apakah di hati Anton masih ada nama Ayu atau tidak. Dulu awal pernikahan Ayu berjalan dengan mulus. Ayu dan Anton saling mencintai. Hari-hari mereka terasa sangat indah. Anton juga terlihat sangat menyayangi Vika, adik Ayu. Ayu merasa tenang dengan hal itu. Setelah duka atas kehilangan ayah mereka, Ayu dan Vika merasa menemukan sosok pengganti yang bisa menjaga mereka. Para tamu mulai hadir, tidak banyak, hanya beberapa kerabat dan tetangga sekitar. Acara akad nikah akan segera di mulai. Calon pengantin telah duduk di tempatnya begitu juga dengan penghulu. Ayu memandangi adiknya, Vika. Dia nampak cantik dengan balutan kebaya berwarna putih. Ayu beralih menatap perut Vika, di dalam perut Vika sudah ada janin hasil dari percintaannya dengan suami Ayu. Seketika dada Ayu terasa sesak. Ayu memandangi kedua mempelai. Dulu dialah yang duduk di samping Anton, suaminya. Laki-laki yang dulu sangat mencintainya, namun sekarang Ayu tidak tahu apakah di hati Anton masih ada nama Ayu atau tidak. Dulu awal pernikahan Ayu berjalan dengan mulus. Ayu dan Anton saling mencintai. Hari-hari mereka terasa sangat indah. Anton juga terlihat sangat menyayangi Vika, adik Ayu. Ayu merasa tenang dengan hal itu. Setelah duka atas kehilangan ayah mereka, Ayu dan Vika merasa menemukan sosok pengganti yang bisa menjaga mereka. Setelah dua tahun pernikahan, Ayu dan Anton di karuniai seorang putra yang di beri nama Reysand Erlangga. Kehadiran seorang anak membuat Anton semakin menyayangi Ayu. Anton bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan mereka, termasuk untuk mencukupi biaya sekolah Vika. Ayu dan Anton memiliki usaha kecil-kecilan, dan itu cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tahun demi tahu berganti, Rey tumbuh dengan baik. Vika juga telah lulus SMA. Vika tidak melanjutkan kuliah, ia lebih memilih untuk bekerja. Namun ia tidak mau bekerja dengan Ayu. Maka Ayu menyuruh suaminya agar membantu Vika untuk mencari pekerjaan. Anton tidak menolak, ia membantu Vika untuk mencari pekerjaan. Ayu percaya kepada Anton, karena Anton sangat menyayangi Vika layaknya adiknya sendiri. Namun ternyata kepercayaan Ayu terhadap Anton dan Vika hancur. Tak pernah sekalipun terlintas di dalam benak Ayu jika suami dan adiknya akan menjalin hubungan yang lebih dari seorang kakak dan adik. Mereka dengan tega berselingkuh di belakang Ayu, dan Ayu baru mengetahuinya setelah hubungan mereka berdua hampir dua tahun. Hancur tentunya iya, terlebih Ayu mengetahui fakta bahwa Vika telah mengandung anak hasil perselingkuhannya dengan Anton.Ayu merenung beberapa hari setelah perselingkuhan adik dan suaminya. Ayu tidak pulang, ia lebih memilih tinggal di rumah Bi Sari untuk menenangkan diri. Ayu tidak ingin bertemu dengan adik dan suaminya. Ayu juga tak melihat Rey, anaknya. Setiap hari Ayu hanya melamun, tak ada gairah hidup. Tiba-tiba Bi Sari memberi tahu Ayu kalau Rey sedang sakit. Entah kekuatan dari mana, Ayu langsung bangkit untuk pulang ke rumahnya, di temani oleh Bi Sari. "Ayu, akhirnya kamu pulang. Rey selalu cariin kamu. Dia rindu sama kamu, Yu." Ucap Anton. Ayu tidak menghiraukan Anton begitu juga dengan Vika yang berdiri di samping Anton. Pandangan Ayu hanya tertuju pada putranya. Ayu langsung memeluk putranya yang terkulai lemas di tempat tidur. Wajah Rey sangat pucat serta tubuhnya sangat panas. "Rey... Bunda disini, Nak. Maafkan Bunda." Bisik Ayu tepat di telinga Rey. "Bunda, Rey kangen Bunda." Igau Rey dengan mata tertutup serta mulut yang sedari tadi meracau memanggil nama Ayu. "Ta
Seminggu setelah pulang dari rumah sakit, Rey sudah kembali sehat dan riang seperti sedia kala. Adapun Vika masih harus beristirahat di tempat tidur. Ayu sendiri masih berusaha berdamai dengan keadaan. Ayu merenung, mengintropeksi diri. Ayu mencoba mencari ketenangan dengan medekatkan diri kepada Tuhan. Mungkin selama ini kehidupan Ayu lebih berpusat pada kehidupan dunia hingga ia jauh dari Tuhan, dan hingga Tuhan menghukum dengan cara seperti ini. Sebenarnya Ayu masih bimbang, merasa sakit dan kecewa. Semakin Ayu memikirkan itu, semakin membuat hati Ayu perih. Ayu hanyalah manusia biasa yang bisa merasakan sakit dan kecewa. Tidak mudah memang bila harus ada pada posisi seperti ini. "Ayu, apa kamu sudah yakin dengan keputusanmu?" Tanya Bi Sari. "Bi..." Ayu menghela napas berat. "Tetangga-tengga di sekitar mulai menjadikan rumah tangga kami sebagai bahan gunjingan. Mungkin ini keputusan yang terbaik." Ayu sendiri sebenarnya masih ragu dengan keputusannya itu. Ayu te
Ayu menghela napas panjang. Ayu beristighfar. Rasanya berat dan sulit untuk memohon ampun kepada Allah. Lidah Ayu mendadak kelu. Kemarahan telah menguasai hatinya. Lagipula, wanita mana yang tidak akan marah saat kenyataannya suami dan adiknya begitu tega melukainya, merusak kepercayaan yang selama ini Ayu berikan. "Ayu, apakah sudah nggak ada lagi tempat di hatimu untuk aku? Ayu, ingat ada Rey yang masih membutuhkan kita." Ucap Anton dengan wajah memelasnya. Ayu tersenyum kecut. Air matanya kembali menetes. Ayu masih sangat mencintai suaminya itu, tapi di lain sisi, Anton sudah menyakiti hatinya, bahkan sangat sakit. Tapi Ayu juga tidak mau jika Vika terabaikan. Masalah ini sangat berat bagi Ayu. Keputusan apapun yang Ayu ambil pasti akan membuatnya terluka dan sakit. Dalam masalah ini, Ayu adalah istri yang menginginkan sosok suami tetap ada, di lain sisi, Ayu adalah seorang kakak yang tidak mau adiknya terluka. Ayu menghapus air matanya, di tatapnya lekat-lekat
"Kok di dalam perut Tante Vika, sih? Kalau adik Rey, kan ada di dalam perut Bunda, kalau belum lahir." Ucapan Rey membuat Ayu, Bi Sari serta Lily saling berpandangan. Perih sekali rasanya hati Ayu mendengar kepolosan anaknya itu. Bi Sari dan Lily sudah tidak bisa lagi menahan air matanya. Ayu sungguh sangat kasihan kepada anaknya karena harus menerima nasib seperti itu. Kenyataan yang sungguh sangat menyakitkan. "Rey sayang sama Tante Vika, kan?" Tanya Bi Sari. "Iya, Rey sayang sama Tante Vika, sama Nenek, sama Tante Lily juga Rey sayang." Ucap Rey dengan polosnya. "Rey memang anak yang baik. Kalau Rey sayang sama Tante Vika, berarti Rey juga harus sayang sama adik bayi yang ada di dalam perut Tante Vika. Anggap adik bayinya kayak adik Rey sendiri." Ucap Bi Sari dengan mata berkaca-kaca. Rey memandang Bi Sari dengan heran. Rey menatap Ayu, lalu memeluknya. Rey juga merabah perut Ayu dan berkata, "Kalau adik bayi dalam perut Tante Vika lahir, Rey akan sayang sam
Akhirnya apa yang Vika inginkan akhirnya terwujud. Cintanya pada Anton akhirnya terbalas saat mereka berdua telah melakukan hal itu. Sejak saat itu, Vika dan Anton selalu main diam-diam. Setiap ada kesempatan, pasti selalu mereka manfaatkan dengan baik. Tapi tentunya Vika tidak ingin jika dirinya terus-terusan menjadi wanita simpanan Anton. Tanpa diketahui oleh Anton, Vika dengan sengaja tidak lagi meminum pil Kb yang selalu diberikan oleh Anton. Tujuan Vika tentu saja agar dirinya hamil, dan bisa menuntut pertanggung jawaban dari Anton agar Anton bisa menikahinya. Akhirnya beberapa bulan kemudian, Vika hamil anak dari Anton. Tentu Vika sangat bahagia. Tinggal menunggu waktu yang tepat sampai akhirnya ia memberitahukannya kepada Anton. "Mas, aku hamil." "Apa? Kamu hamil?" Pekik Anton yang sangat terkejut dengan ucapan Vika. "Iya Mas, disini ada anak kita." Ucap Vika sembari mengambil tangan Anton, untuk mengelus perutnya yang masih rata. "Nggak Vik. Ini uda
Hari-hari yang Ayu jalani terasa sangat berat. Ayu menjalani kehidupannya seperti biasa walaupun bedanya ia sudah bukan lagi menjadi istri dari Anton. Ayu menjalani hari-harinya menjadi seorang ibu yang baik bagi Rey, pun menjadi seorang kakak yang bijaksana bagi Vika. Ayu selalu tampil sempurna di hadapan orang lain. Padahal kenyataannya, itu hanyalah topeng belaka. Di balik senyum yang selalu Ayu tampilkan, menyimpan duka yang Ayu pendam dalam-dalam. Ayu memaksa dirinya untuk tetap tegar. Ia berusaha untuk tidak marah atau menangis. Ayu menguatkan dirinya ketika ia melihat Anton dan Vika. Ayu berusaha bersikap normal. Awalnya memang sangat sulit bagi Ayu untuk menjalaninya. Namun semua yang Ayu lakukan hanya untuk putranya, Rey. Ayu akan berjuang dan bertahan. Bagi Ayu, Rey tidak boleh kehilangan sosok seorang ayah. Ia harus bisa mendapatkan kasih sayang dari orangtua yang lengkap. Walaupun sebenarnya sudah tidak utuh lagi. Ayu ingin putranya tetap merasa bahwa o
Rasanya begitu berat bagi Ayu, saat ia hendak mengambilkan makanan untuk Vika. Ayu sadar Vika adalah adiknya yang paling ia sayangi, namun disisi lain Vika jugalah perusak rumah tangganya. Rasa marah, benci, kecewa, semua tercampur aduk menjadi satu, sehingga tidak bisa di deskripsikan dengan kata-kata. Ayu menghela napas dalam-dalam ketika ia berdiri di depan pintu kamar Vika. Ayu mencoba menenangkan diri dan menekan emosinya. Setelah merasa siap, akhirnya Ayu mengetuk pintu kamar Vika. "Vik... ini aku." Ucap Ayu sembari membuka pintu, dan melangkah masuk. "Kak Ayu." Ayu bisa melihat dengan jelas saat ini Vika sedang terbaring lemas. Wajahnya juga terlihat pucat. "Kakak bawakan makanan untuk kamu. Makanlah!" "Aku nggak lapar, Kak." Sahut Vika yang terdengar lirih. Ayu meletakan nampan berisi makanan di atas nakas, lalu duduk disisi ranjang. Ayu membantu Vika untuk bersandar. "Kakak akan menyuapimu. Makanlah biar sedikit." Bujuk Ayu, lalu menyodorka
"Mas, suapin Vika." Rengek Vika pada Anton, suaminya. Pasangan suami-istri itu sedang berada di meja makan untuk sarapan. Sementara Ayu melewati mereka untuk ke dapur dan membuatkan sarapan untuk Rey, karena Rey ingin dibuatkan nasi goreng dengan telur ceplok. "Sayang... pengen telur ceplok." Ayu mendengar dengan jelas rengekan Vika. Entah mengapa firasat Ayu mengatakan bahwa saat ini, Vika sengaja membuatnya cemburu dan ingin memanas-manasi Ayu. "Vik, kamu kan nggak suka telur ceplok. Biasanya kan kamu nggak mau." Ucap Anton yang juga bisa di dengar oleh Ayu. "Iya, tapi aku kan lagi hamil, Mas. Biasanya ibu hamil suka yang aneh-aneh, kan? Anakmu yang minta loh, Mas. Kamu mau anak kamu nanti ileran kalau nggak di turuti? Buatin aku telur ceplok, aku maunya itu! Nggak mau yang lain!" Entah mengapa kini Ayu merasa jengkel dan benci mendengar rengekan Vika kepada Anton. Apakah Ayu cemburu? Sebenarnya, Ayu sangat ingin meninggalkan rumah itu tempat dimana V