Setelah peristiwa pembelian PT. Andalan Winata lalu disusul di mana perusahaan itu dengan mudahnya kembali stabil, keluarga besar Winata selalu mencoba berbagai cara untuk bisa berkomunikasi dengan Green dan Hana. Mereka sungguh penasaran pada Green!Saat Anton memberi tahu mereka siapa Green sebenarnya, jantung mereka seolah meletup mendengarnya. Mereka semakin menggebu-gebu dan tak sabar ingin bertemu dengan Green dan Hana, tetapi mereka sulit melakukannya. Mereka mencoba mendesak Anton dan Jihan berulang kali tetapi hasilnya nihil. Anton dan Jihan sama sekali tidak mau bekerja sama dengan mereka.Pernah sekali peristiwa Shila mencoba datang ke kampus Williams, tetapi tidak menemukan mereka. Itu karena Green dan Hana memang sengaja menghindarinya. Begitu pula dengan Ryan, saat patah tulangnya baru sembuh, ia langsung mencoba mendekati mereka di kampus, tetapi sekali lagi mereka dengan mudahnya menghilang dari pandangannya. Itu bukanlah sesuatu yang sulit bagi Jack agar keluarga besa
"Rafa, lihat pengantin sudah tiba!" seru Sartika dengan riang.Sartika memeluk Hana. "Kamu cantik sekali, Hana.""Terima kasih, Sartika. Kamu juga cantik hari ini," balas Hana tersenyum hangat."Waw! Kak Green sudah persis seperti pangeran!" seru Rafa dengan tatapan takjub. Green tersenyum lebar mendengarnya."Kamu bisa saja, Rafa!" ucap Green sambil mengusap pelan rambut Rafa. Karena rambut Rafa sangat rapi hari ini."Kak Hana juga seperti tuan putri!" seru Rafa ketika matanya beralih pada Hana."Rafa kamu juga sangat tampan memakai tuxedo itu!" puji Hana.Rafa tersenyum malu saat giliran dirinya yang dipuji."Rafa, kamu pasti akan menjadi pemuda yang tampan ketika besar nanti," ucap Reyhans memuji dengan tulus."Terima kasih, Kek. Kakek juga sellau tampan!" ucap Rafa tersenyum manis sambil mengacungkan jempol. Reyhans, Anton, Jihan, kedua orang tua Rafa, dan juga Sartika, terkekeh melihat tingkah lucu Rafa."Rafa adalah anak yang baik!" ucap Anton. Budi dan Mirna tersenyum manis men
Halo, novel Suami Tak Sempurna sudah tamat.Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua Readers. Terima kasih karena Readers sekalian selalu mendukung novel ini dengan memberikan Vote, komentar dan ulasan bintang 5. Dukungan Readers membuat saya bersemangat untuk menulis.Untuk kelanjutan Green dan Hana, apakah ada kelanjutan lagi, Itu saya masih belum bisa memutuskannya. Saya harap Readers sekalian yang berharap buku baru untuk lanjutan, tidak merasa kecewa. Alasannya karena saya masih mau berfokus untuk menulis novel "Terlambat Mencintai Lisa." Dan novel baru lagi yang berjudul Kematian Tagis Sang Putri (yang ini novel fantasi, masih lama lagi dirilis karena outline belum saya buat).Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih. Semoga Readers sekalian sehat selalu. ^^ ❤️
"To..long aku.." Seorang pemuda berusia 21 tahun itu berupaya mengeluarkan suaranya yang serak bercampur lelah. Tubuhnya terkulai di lantai lapangan basket yang berdebu. Wajah tampannya sudah dipenuhi keringat dan pakaian sekolah yang ia kenakan sudah lusuh dan kotor. Dari wajahnya, terlihat ekspresi ketakutan bercampur pasrah terhadap apa yang akan terjadi selanjutnya. Yang bisa ia harapkan hanyalah keajaiban untuk dapat lolos dari situasi yang sedang ia hadapi saat ini. "Gara-gara kamu, kami kena hukuman lagi. Berani sekali ya, kau mengadu? Ini akibatnya kalau kamu mencoba melawan pada kami." Salah seorang siswa laki-laki menarik kasar kerah kemeja pemuda itu, lalu kembali melayangkan tinjunya. Buagghh! Buggh! Brakk! Dua pukulan menghantam kepalanya. "Ukh...!" Pemuda malang itu mengerang kesakitan. Dia merasakan kepalanya berdentam dan matanya mulai berkunang-kunang. Tubuhnya menggeliat tak berdaya. Tidak ada sia
"Untuk sementara tinggallah di rumah. Jangan ke mana-mana." Seorang lelaki paruh baya memperhatikan baik-baik keseluruhan tubuh Green yang sudah diobati. Dia adalah suami dari Mirna Wati, bibi pengasuh Green. Namanya, Budianto Assa. Mereka memiliki seorang anak laki-laki berusia 12 tahun bernama Rafa Assa. "Terima kasih, Paman," ucap Green. Dia mencoba berbaring perlahan. Seluruh tubuhnya sakit sekali karena kejadian tadi sore. Beruntung setelah hampir lima belas menit tertidur di lantai lapangan basket di sekolah itu, Green akhirnya memiliki tenaga untuk beranjak dari sana dan berjalan pulang. "Rafa, tetaplah di sini temani kakakmu. Kalau ada sesuatu segera telepon Ayah. Ayah harus berangkat kerja sekarang untuk shift malam. Ibumu akan pulang satu jam lagi." "Iya, aku akan menemani Kak Green. Ayah tenang saja." Budianto Assa pun pergi berangkat bekerja menuju bengkel mobil tempat dia bekerja
Menjelang siang, Green berjalan perlahan memasuki gang menuju rumah. Suasana hatinya semakin memburuk karena kejadian di sekolah yang barusan dia alami. Dia hendak membuka pintu memasuki rumah, tetapi dia terhenti karena mendengar paman dan bibinya sedang berbicara dan tampaknya serius. "Sekolah khusus bagaimana maksudmu? Apa Green siap sekolah di situ?" tanya Budianto seolah tak setuju. "Harus siap. Ini demi masa depannya. Aku tak ingin dia dibully lagi. Kasihan dia," jelas Mirna Wati pada suaminya. "Bagaimana dengan biaya?" tanya suaminya. Suasana hening beberapa saat setelah Budianto menanyakannya. Sementara Green yang berada di luar ruangan, sedikit mengerutkan dahi. "Tuan Williams jarang mengirim uang. Dan bahkan sudah lewat setahun ini, dia tidak pernah mengirim uang lagi, kan? Kita tak akan sanggup menyekolahkan Green di sekolah khusus," ucap Budianto kemu
Hai, apa kabarmu? Kuharap sehat-sehat saja. Saat ini aku sudah berada di Ibukota. Kamu sudah tahu kan alasanku jauh-jauh datang kemari? Iya benar, itulah tujuanku. Apa kamu kecewa akan keputusanku? Sudah kuduga, kamu orang yang baik. Harusnya kamu tidak perlu memedulikan orang sepertiku. Sayang sekali, sepertinya kamu orang yang penuh rasa simpati, sehingga sulit untuk tidak peduli. Untuk mengurangi rasa bersalahku padamu, aku akan menjelaskanmu akan beberapa hal yang ada dalam pikiranku. Yang pertama, jika aku bertahan hidup, aku hanya akan menjadi beban seumur hidup bagi Paman, Bibi dan juga Rafa. Dan yang kedua, saat aku mati, aku terbebas dari segala penderitaan. Dunia ini kejam, sama sekali tidak ada tempat untuk orang lemah sepertiku. Maka dari itu, aku akan pergi untuk selamanya. *** Green melangkah perlahan. Ternyata tidak sulit mencari jembatan layang di ibukota. Lokas
Sebuah mobil bewarna hitam melaju kencang. Di mobil itu bunyi ponsel sedari tadi terus berdering membuat sang empunya merasa kesal. Si pengemudi mencari tempat untuk menghentikan mobilnya. Begitu berhenti, ia melihat siapa yang menelepon. "Papa?" gumamnya, lalu mengangkat telepon. "Halo, Pa," sapa Hana. "Hana, kenapa kamu malah membawa mobil Papa? Kan kamu bisa diantar sama supir," ucap Anton, ayah dari Hana. "Iya, Pa. Tadi aku buru-buru," jawab Hana sambil melirik ke kursi belakang, di sana ada kue dan minuman. "Apa kamu sudah sampai di tempat acara?" tanya Anton Winata memastikan. Hari ini akan ada acara peluncuran film oleh Williams Entertainment, salah satu perusahaan milik Williams Global Corporation. Dan Hana akan menjadi pasangan Marcell Williams di sana. Ini adalah kesempatan yang sudah ditunggu-tunggu oleh keluarga Winata, karena Marcell Williams adalah cucu kandung dari Reyhans Williams, pemilik Williams Global Corporation.