POV FauziMulut ini tak henti melafalkan doa. Memohon pertolongan-Nya. Ruangan pengap, dengan pencerahan minim, jadi saksi bisu. Untukku bertaruh nyawa. "Hey, calon suamiku," sapa Nayla dengan seringai mengerikan.Mulutku dibekap kain yang dililitkan sampai belakang. Tangan dan kaki diikat kencang. Hanya mata yang bisa merespon kejahatan Nayla. Hati tak hentinya beristigfar. Tak menyangka, jika ada perempuan tak berperasaan seperti Nayla.Aku menyesal tidak mendengarkan penuturan Zahwa. Pujaan hatiku, yang malah diabaikan. Padahal, dia bicara sesuai kenyataan. Aku yang terlalu bodoh. Tidak menaruh sedikitpun rasa curiga pada Nayla.Memang kita tidak boleh berprasangka buruk kepada sesama manusia. Namun, berwaspada juga penting. Membela diri sendiri merupakan hal yang diharuskan dalam agama. Dari sini aku belajar. Supaya, tetap berhati-hati menghadapi setiap manusia dengan isi hati yang sulit dipahami.Manusia bukan hanya diciptakan dari tanah. Namun, ada amarah bagai api yang tersimp
Pov Zahwa“Kak Fauzi ….”“Zahwa, bidadariku, bangunlah. Kakak ada di sini.”Tubuhku rasanya remuk. Sulit digerakan. Mata remang-remang. Aku seakan melihat keberadaan Kak Fauzi. Apa ini hanya halusinasi. Yang aku ingat, dia tidak bersamaku."Mamah ... Ayah ...."Perlahan aku bisa menatap sekitar dengan jelas. Mamah mengalirkan hujan di pipi. Dia memelukku erat. Bagaikan sudah bertahun-tahun baru bertemu. Begitu pula dengan Ayah. Mengelus kepala dengan mata berkaca-kaca. "Mah, Awa di mana?""Awa di rumah sakit, Nak. Sudah seminggu kamu gak sadarkan diri. Alhamdulilah, Awa bisa kuat melawan rasa sakit. Mamah sayang sama Awa. Cepat sehat Nak."Satu Minggu? selama itu aku tertidur lelap. Perlahan aku ingat-ingat kejadian terakhir sebelum tak sadarkan diri.Setelah mendapat pesan dari Nayla, aku segera datang ke lokasi. Sebelum itu, menelepon Fika untuk menyusul, dan membawa pasukan detektif Arya. Namun, ternyata aku dijebak. Tak ada orang di rumah reyot yang aku datangi. Aku terus mencari
“Mah, ayok kita ke sana, Mah. Awa mau liat Mah," rengekku setelah Kak Fauzi menutup sambungan telepon."Iya, Wa. Kita pasti ke sana," jawab Mamah."Ya Allah, Nadia, hiks, hiks."Tangisan Ayah pecah. Bagaimana pun, Nadia pernah mengisi hatinya. Memberi suka duka. Pasti kabar ini cukup menekan batinnya."Sabar, Pak. Semua yang bernyawa pasti menemui kematian. Tugas kita yang masih hidup, hanya bisa mendoakan. Semoga segala Dosa Nayla dan Mbak Nadia bisa dimaafkan. Sehingga, dilapangkan kuburnya.""Aamiin," jawab aku dan Mamah.Wajah Mamah juga berubah murung. Aku bisa memahami perasaannya. Masa lalu tentang Nadia pasti berputar-putar memenuhi pikirannya. Ada rasa kecewa, tapi rasa kasihan jelas lebih besar. Mamah bukan tipe orang pendendam. Dia pasti ikut kehilangan Nadia. Begitu pula denganku. Perjalanan kehidupan yang aku lalui dengan hadirnya Nayla dan Kakaknya terus melintasi di kepala. Memang banyak kesan buruk yang membekas. Berusaha aku ikhlaskan, walaupun berat. Semampu diriku,
SUAMIKU LUPA PRIVASI STORY WAPart 1 (Story Wa)POV Ilyas[Yas, gila lu, udah berani bikin sw mesra-mesraan sama si Nadia. Istri lu di privasi gak? awas, kebebolan. Bisa jadi duda Lu.]Rafli mengirim pesan dengan kata-kata penuh ejekan. Dia pikir, aku bo*oh? oh tentu tidak. Aku sudah sering memamerkan kemesraan dengan Nadia. Bahkan, teman-teman kantor lebih tau hubunganku dengan Nadia. Mereka tak kenal dengan sosok Ela, istriku. Kecuali, Rafli, sahabat dekatku.Tentu aku lebih bangga mengenalkan Nadia. Dia cinta pertamaku sejak SMA. Kami harus putus, karena ayahku harus pindah ke rumah Mbah Kakung di Surabaya. Namun, cinta kami bersemi kembali. Saat aku balik ke Jakarta, dan menjadi manajer di perusahaan marketplace online. Aplikasi belanja online terbesar dengan warna oren putih.Kami dipertemukan kembali. Nadia menjadi salah satu admin, di perusahaan yang sama. Rasa cinta itu, tak kuasa aku basmi. Semakin hari, terus bersemi."Mas, lagi apa, serius banget?"Nadia bergelayut manja. D
"Mah, beneran gak marah?" tanyaku memastikan.Aku takut Ela sedang melakukan prank. Pura-pura tak tahu status itu, padahal sedang mempersiapkan kejutan yang bikin spot jantung. Naudzubillah, jangan sampai kisah hidupku berakhir tragis seperti suami-suami dalam Novel rumah tangga yang pernah aku baca."Mamah kapan sih, bisa marah sama pria tampan kaya ayah. Ya, meskipun perutnya sedikit buncit, hahaha."Ela lagi-lagi tertawa. Dia terus saja mengeluarkan kata-kata manis seperti biasanya. Sementara tangan kanan dengan sigap memotong buah mangga. Lalu, memasukannya ke dalam blender. "Mamah, udah jadi belum. Zahwa haus ni. Tenggorokan rasanya seperti Padang sahara," celoteh putriku sambil duduk di bangku meja makan."Sabar, sayang. Minum dulu air es di kulkas. Biar hatimu gak panas.""Maksudnya apa, mah?" tanyaku merasa janggal. Kata-kata Ela seakan sebuah sindiran untukku. Apa aku yang terlalu baper?"Itu Yah, anak kita lagi panas hatinya. Melihat orang yang dia sayang, mesra-mesraan sam
"Za-zahwa, le-pas-kan.""Ayah, jangan mati duluan. Ustaz, cepet tolong suami saya."Tiba-tiba Ela datang membawa seorang pria yang umurnya lebih muda dariku. Nampak dewasa karena kumis tebal seperti Pak Raden. Dia langsung menarik anakku. Dengan sekuat tenaga, akhirnya cengkraman demit terlepas juga."Ayah, masih bisa napaskan?""Masihlah, Mah. Untung mamah datang tepat waktu. Kalau tidak, Ayah sudah jadi perkedel.""Jangan dong Yah, gak enak perkedel rasa daging ayah.""Hust, mamah, nih."Aku hanya menggeleng, berusaha sabar. Aneh, istriku nampak tidak setakut diriku. Meskipun, sesekali dia cemas. Namun, dia lebih santai. Yang paling aneh, kenapa setan itu hanya menyerangku? Dia seakan ingin memakanku hidup-hidup. Sedangkan Ela, sama sekali tidak diliriknya. Harusnya, demit itu bersikap adil. Agar tidak hanya aku yang kelimpungan. S*al, hari ini hidupku begitu apes. Niat berlibur bersama pujaan hati, malah hampir mati. Rencana bahagia, purna sudah. Yang tersisa, hanya rasa penuh tan
"Oh, Ayah lagi ngobrol sama temen kerjanya. Namanya siapa Mbak?" sambung Ela."Nadia."Nadia menampakan raut tak suka. Gawat. Jangan sampai terjadi perang dunia ketiga. Bisa hancur reputasiku. Apalagi, posisi sekarang sedang berkumpul. Jika sampai ada keributan, lalu direkam dan viral, bisa habis riwayatku. Bukan hanya karir yang hancur, tetapi nyawaku diujung tanduk. Bapak tak segan menghajar habis-habisan, kalau perselingkuhan ini diketahuinya."Oh, Mbak Nadia. Kenalkan saya, Nurlaila Pertiwi. Panggil saja Ela. Istrinya Ayah Ilyas purnama, kanda tercinta sepanjang hidup dikandung badan, hehehe," cerocos Ela mengulurkan tangan pada Nadia."Oh. Kamu Ela.""Mbak udah kenal saya? pasti suami saya suka ceritain tentang istrinya di kantor, yah. Ih, Ayah soswet banget."Ela mendaratkan ciuman di pipi kananku. Aku hanya bisa mematung. Pipi Nadia berubah memerah. Mungkin, dia menahan gejolak cemburu."Mbak Nadia sendirian aja? suaminya gak diajak?""Saya gak punya suami.""Kemana suaminya, M
POV ElaSebagai seorang istri dan ibu, aku berprinsip untuk mempunyai hati sekuat baja. Kuat menghadapi segala badai cobaan yang menerpa. Di depan suami dan anak, aku berusaha menjadi sosok jenaka. Tak mau menunjukan kesedihanku. Terus ceria dan menghibur mereka. Agar nyaman dan betah di rumah. Namun, ternyata usahaku membuat suami selalu bahagia, malah dibalas penghianatan."Rafli, kamu di sini? bukannya ikut tugas kerja di luar kota, sama suamiku?" Tiga bulan lalu, tak sengaja aku bertemu dengan sahabat karib suami. Saat hendak pergi ke pasar. Dia sedang menservis mobilnya di bengkel dekat pasar."E-Ela. Kamu ngapain di sini?""Ya mau belanjalah, Raf. Masa mau dugem, hahaha. Ada-ada saja bapak duda, nij," jawabku tak canggung.Kami memang dekat. Rafli sering berkunjung ke rumah. Orangnya asik diajak bergibah. Dekat dengannya, aku merasa muda lagi. Seakan berbincang dengan sahabat semasa kuliah."Bisa aja, La. Udah kepala empat, masih suka ngelawak.""Biar awet muda Pak Duren."Itu