Share

Surat Wasiat Istriku
Surat Wasiat Istriku
Penulis: Meriatih Fadilah

1. Istri Siri

“Menikahlah dengan suamiku, Lis, aku mohon. Hanya kamu yang bisa mewujudkan mimpiku. Apakah kamu tidak ingin menolong Mbakmu ini?” pintanya dengan wajah memelas.

Gadis itu masih terpaku diam dan tentu saja syok. Dia tidak mengerti apakah ini suatu anugerah atau kesialannya. Tak dipungkiri ketampanan suami Farah bisa membuat hati kaum hawa yang lain meleleh tapi tidak dengan Falisha yang tidak mau terlalu dekat dengan Fathan yang  wajahnya hampir mendekati sempurna itu.

“Lisha Sayang, kamu mau kan, aku juga sudah memberitahukan kepada Mas Fathan dia juga sudah setuju melakukannya dan tinggal dari kamu saja, atau anggap saja ini permintaan terakhirku dan setelah itu aku tidak akan meminta yang lain, aku mohon,” desak Farah yang kini semakin dibanjiri air mata.

Falisha semakin terpojok. Dia tidak bisa melihat Farah menitikkan air mata sedikit pun. Baginya Farah adalah sosok pengganti ibunya yang telah menelantarkan dirinya sewaktu masih kecil.  Farah memungutnya dari jalanan saat melihat gadis kecil itu ketakutan, meringkuk di pojokan karena di tuduh mencuri di sebuah pasar waktu itu.

Berkat Farah, Falisha mampu menjadi gadis yang pintar dan baik, mengenal pendidikan dan tata krama. Dari dasar itulah Falisha tak mau membuat kakaknya sedih meskipun permintaannya itu sangat mengejutkannya

Bagi Farah  ini adalah satu-satunya cara untuk bisa mendapatkan keturunan, meskipun bukan dari rahimnya sendiri.

“Lis, jangan diam saja, atau begini saja kita akan membuat kesepakatan. Mbak akan melakukan apa saja untukmu, bagaimana?”

Falisha melirik. “Apa pun?”

“Iya apa pun yang kamu minta, Lis,” jawab Farah tersenyum.

“Oke, aku lakukan demi Mbak Farah bukan yang lainnya,” celetuk Falisha. Dengan senang hati Farah menyetujui dan memeluk adik angkatnya.

Seminggu kemudian mereka pun melangsungkan akad nikah. Tidak banyak yang hadir dalam acara itu karena sengaja untuk disembunyikan. Hanya beberapa saksi dan Mbok Ijah pembantu setia mereka. Tak ada pesta apa pun. Balutan kebaya putih yang terlihat sederhana tapi tak menutupi kecantikan wajah Falisha yang natural.  Falisha akhirnya bisa merasakan apa itu pernikahan yang tak akan pernah terwujud dengan kekasihnya sendiri. Kini Falisha harus menerima kenyataan kalau sekarang dirinya sudah berstatus kan istri dari seseorang meskipun hanya dengan pernikahan siri.

“Terima kasih,” ucap pria bertubuh tegap itu setelah melakukan hubungan layaknya suami istri.

Falisha  hanya mengurai senyuman mendengar suara berat darinya,  meskipun tubuhnya masih terasa sakit di bagian inti.  Pria tampan itu menjauh dan meninggalkan Falisha yang masih terkulai lemas di ranjang tanpa sehelai benang pun.  Hanya selimut tebal yang Fattan   tutupi  sebelum meninggalkan Falisha untuk menyelimuti dirinya.

Air mata kembali menetes entah apa yang dirasakan wanita yang masih berusia dua puluh satu  tahun itu. Selain tubuh hatinya pun masih belum terobati karena perselingkuhan yang dilakukan oleh sang kekasih.

Kesepakatan itu yang selalu dia pikirkan. Tak ada kata cinta atau kasih sayang layaknya suami istri sungguhan.

“Mas Fattan  bukan milikku seutuhnya, dia milik Mbak Farah, sadar Falisha kamu hanya dituntut untuk melahirkan anak mereka. Aku harus ikhlas kasihan  Mbak Farah menjadi bahan gunjingan di keluarga Mas Fattan. Apalagi jika keluarga besar Mas Fattan tahu sebenarnya kalau ...  ah sudahlah!”

Falisha menghela napas panjang dan berusaha menggerakkan tubuhnya sedikit demi sedikit. Pengalaman pertama kali bercinta dengan lawan jenis membuatnya sedikit trauma meskipun pria tampan itu melakukannya dengan lembut.

Falisha tak mengelak bercinta dengan kakak ipar dan suami  yang baru dia nikahi tiga hari yang lalu dan ini pun sudah ketiga kalinya mereka berhubungan tapi Falisha masih saja terasa sakit.

“Kamu akan mendapatkan kebahagiaan Neng, mungkin nanti setelah semua rasa sakit yang kamu alami, suatu hari nanti ada seorang pria yang akan menerima kamu apa adanya. Mungkin juga Tuan Fattan?” goda Mbok Ijah tersenyum saat datang ke kamar Lisha.

“Mas Fattan? Nggak Mbok dia milik Mbak Farah, aku tidak mau menjadi duri dalam rumah tangganya,  apalagi aku di sini hanya membantu mereka untuk mendapatkan seorang anak. Aku tidak mungkin mencintai Mas Fattan. Dan mereka berjanji untuk membantuku membalas dendam kepada orang itu yang berani berselingkuh di belakang ku!” jelasnya sedikit berapi-rapi.

Mbok Ijah tersenyum dan menatap lekat bola mata Lisha. Tangan Mbok Ijah menarik dagu wanita cantik itu. 

“Neng Lisha mulai jatuh cinta dengan Den  Fattan?” tanya Mbok Ijah penasaran.

Falisha terdiam dan kembali berusaha beranjak dari ranjang. Dia tidak memedulikan perkataan Mbok Ijah barusan malah  memilih untuk pergi ke kamar mandi meskipun jalannya masih tertatih-tatih.

***

Rumah besar itu membuat Falisha malah terasa sesak. Apalagi dia harus membaginya dengan Farah, kakak angkatnya yang sudah seperti saudara kandung. Tinggal satu atap dan setiap malam Fattan akan menghabiskan malamnya bersama sang suami dan setelah selesai maka Fattan akan kembali ke kamar istrinya yaitu Farah. Kamar mereka hanya bersebelahan.

Hari-hari  Falisha lalui dengan ikhlas. Falisha menyulap dirinya menjadi ibu rumah tangga yang baik. Melaksanakan kewajiban sebagai istri, membuat masakan yang memang hobi Falisha dari kecil. Baik Fattan dan Farah tidak memperbolehkannya bekerja diluar sebelum Falisha  memang betul-betul hamil dan melahirkan anaknya.

Sampai beranjak dua bulan akhirnya Falisha  dinyatakan hamil. Sepasang suami istri itu pun sangat bahagia. Falisha diperlakukan bak ratu dan di manja, tidak boleh melakukan aktivitas apa pun yang berat menurut mereka berdua. Falisha  sangat bahagia sekaligus sedih karena akhirnya bisa mengandung. Hal yang tidak akan pernah Farah bisa lakukan karena dirinya tidak bisa memberikan keturunan karena rahimnya sudah diangkat akibat kecelakaan tiga tahun yang lalu saat mereka masih menjadi sepasang kekasih. Karena kecelakaan itu juga membuat Farah menjadi lumpuh sehingga harus menggunakan kursi roda.

Farah sangat memperhatikan kesehatan Falisha dan bayi di dalam kandungannya. Apa pun yang Falisha minta selalu dituruti.

“Falisha?” panggil Farah saat melihat sang adik angkat termenung duduk di halaman belakang.

“Mbak Farah? Kenapa keluar? Angin di sini nggak bagus untuk kesehatan Mbak, kita masuk yuk, Falisha sudah mau masuk juga kok,” ajak Falisha mengambil alih kursi roda itu tapi tangan itu segera digenggam oleh Farah.

“Lis, apakah kamu ingat saat aku menemukan kamu duduk di tepi danau sendirian?” tanya Farah pelan.

Falisha mencoba mengingat masa lalunya  bersama Farah. Wajahnya kembali tersenyum saat membayangkan apa yang pernah dikatakan olehnya akhirnya menjadi kenyataan.

“Mbak, aku juga baru sadar kalau yang Mbak katakan sekarang terjadi, apa Mbak Farah  seorang peramal?” selidik Falisha sambil tersenyum.

Farah ikut tersenyum dan menyenderkan kepalanya di tangan Falisha .

“Kamu benar Sayang, waktu itu Mbak pernah bilang kalau kamu akan menikah dengan suami Mbak juga dan ternyata sekarang kita memang mempunyai suami yang sama dan bolehkah Mbak meminta satu lagi dari kamu?” tanya Farah lembut.

“Apa Mbak?” tanya Falisha penasaran.

“Bisakah kamu mencintai Mas Fattan  seperti Mbak? Kamu bisa memulai hidup yang baru bersama Mas Fattan,  lupakan orang yang telah mengkhianati kamu itu, balas dendam itu tidak baik Sayang, apa yang kamu harapkan dari balas dendam, lagian dia juga sudah menikah dengan wanita lain dan kamu pun sudah menikah dengan Mas Fattan, terus apa yang ingin kamu balas, apa kamu akan bahagia? Kenapa kamu tidak membuka hatimu untuk Mas Fattan?”

Mata Falisha membulat sempurna antara terkejut dan dilema dengan harinya sendiri.

“A—apa yang Mbak Farah katakan? Bukankah kita sudah menyepakati semuanya? Dan kenapa Mbak Farah mengubah keputusan lagi, dan jika Mas Fattan tahu dia akan marah. Lagian aku dan Mas Fattan tidak saling mencintai hubungan kami hanya untuk bisa mendapatkan anak dan setelah itu aku akan pergi ke kehidupan kalian!”

“Kamu tidak mencintai Mas Fattan?” tanya Farah menatap lembut adiknya.

“Dan Mbak Farah rela membagi cinta dengan wanita lain?” tanya balik Falisha membalas tatapan sendu Farah.

“Aku rela karena waktuku tidak banyak dan aku memilihmu sebagai penggantiku nanti,” sahut Farah tersenyum kecil.

“Ngomong apa sih Mbak? Sudah ah mulai dingin, Ayuk kita masuk!” Falisha kembali mendorong kursi rodanya sampai ke kamar.

Mereka tidak tahu kalau perbincangan mereka ternyata didengar oleh Fattan yang tidak sengaja melewati halaman belakang.

“Aku hanya melakukan atas permintaan Farah, aku harus menghilangkan rasa itu,” gumam Fattan dalam hati sambil mengepalkan tangannya.

 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
icher
keren kak Thor
goodnovel comment avatar
Safiiaa
keren Thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status