Membuka mata perlahan. Merasakan ada tangan yang melingkar di atas perut ini. Cepat aku menoleh. Seketika bibirku menyunggingkan senyum. Melihat suamiku yang masih tertidur di sampingku. Entah jam berapa dia pulang lembur. Aku sampai tidak tahu. Saking nyenyaknya tidur semalam, selepas mengobrol dengan Fano.Aku menggeliat pelan. Lalu menyingkirkan tangan Mas Adrian dari atas perutku. Beringsut turun dari tempat tidur dan segera ke kamar mandi. Membersihkan diri agar lebih segar.Keluar dari kamar mandi. Mas Adrian masih dalam posisinya seperti saat tadi aku meninggalkannya untuk mandi.Cepat aku berpakaian. Lalu keluar dari kamar dan menuju dapur. Berkutat di depan kitchen set dengan bahan masakan. Mengusahakan agar tanganku bergerak cepat. Karena ternyata, aku bangun terlambat dari biasanya.Satu jam berlalu. Masakanku akhirnya siap. Aku sudah menghidangkannya di atas meja makan. Namun, Mas Adrian belum menampakkan diri. Mungkin masih tertidur. Aku tak berniat membangunkannya. Kasih
POV ADRIAN*********Jam sebelas malam. Aku menyelinap melalui portal belakang perumahan. Portal yang membatasi perumahan dengan perkampungan di belakangnya. Setelah melewati portal besi. Aku pun berjalan cepat menuju rumah satu lantai yang baru kembali dihuni.Pintu pagar yang tidak digembok. Memudahkan untuk masuk. Melewati pagar dan menutup pintunya asal. Aku pun melangkah cepat menuju pintu rumah.Dalam satu tarikan hendel. Pintu terbuka seketika. Menandakan pemilik rumah benar-benar menunggu kedatanganku.Tanpa membuang waktu. Aku melesak masuk dan segera mengunci pintu rumah yang telah kututup.Aku masih berdiri di belakang pintu yang telah menutup sempurna. Kulepaskan masker yang menutupi hidung serta mulut. Serta melepas topi di kepala ini. Dengan ujung mata, aku menangkap sosok wanita yang berjalan ke arahku.Aku tak buru-buru menoleh. Melainkan menaruh paperbag yang kubawa. Lalu bergerak cepat melepas jaket kulit yang membungkus tubuh. Melemparkannya ke sembarang arah.Wanit
Selepas membersihkan diri. Aku pun segera berpakaian dengan pakaian dalam paperbag. Pakaian yang sama dengan yang tadi pagi kukenakan dari rumah. Sementara jaket dan pakaian yang kukenakan saat pulang dari kantor. Kubiarkan di rumah ini.Aku harus memastikan. Tidak ada setitik pun jejak yang tertinggal dalam diri ini ketika pulang."Mas, kamu pulang sekarang? Ini baru jam dua malam lho Mas!" tegur wanita yang masih terbalut selimut di atas tempat tidurnya.Sementara aku, langsung membersihkan diri usai pergulatan indah nan panjang dengannya sejak tadi."Pulanglah. Ga mungkin aku lebih lama di sini. Lagian jam segini sepi. Ga akan ada yang liat aku keluar dari sini. Jadi biar aman!" jawabku seraya berbalik. Setelah memakai pakaianku dengan rapi.Wanita itu masih duduk di tepi tempat tidurnya. Jika pakaianku sudah rapi, dan berbeda ketika aku datang ke mari. Itu artinya, dia tidak boleh lagi menyentuhku. Hanya aku yang boleh menyentuhnya sebagai tanda perpisahan.Aku berjalan mendekat p
POV JIHAN *********Jam sebelas siang. Aku baru keluar dari rumah. Setelah berada di luar rumah, aku kembali merapatkan pintu pagar. Berbarengan dengan Mba Yolan yang juga baru keluar dari rumahnya."Mba Jihan, jadi arisannya?" tanyanya setelah berdiri di hadapanku."Jadi, Mba. Mba Yolan jadi ikut?" tanyaku balik.Mba Yolan terlihat mengangguk. "Boleh, Mba.""Udah izin suami, Mba?" tanyaku memastikan.Mba Yolan tersenyum simpul. "Suamiku udah berangkat lagi, Mba."Alisku terangkat mendengarnya. "Lagi? Cepet banget, Mba.""Iya, gitulah, Mba kalo kerja proyekan. Ga bisa lama-lama di rumah," jelasnya."Owhh, ya udah, kita langsung berangkat kalo gitu Mba," ajakku.Mba Yolan tak banyak protes. Aku serta Mba Yolan bergegas meninggalkan pekarangan rumahku. Berjalan beriringan menuju rumah Mba Aini.Tadinya, aku hendak pergi sendiri tanpa mengajak Mba Yolan. Mengingat di rumahnya pasti ada suaminya. Tapi ternyata, suaminya sudah berangkat lagi katanya. Jadi ya baguslah kalau Mba Yolan tetap
Kupandangi lekat netra bayi mungil yang terpejam itu. Setelah diberikan krim pereda gatal, Arsen akhirnya tertidur di ranjang pasien.Beruntung dia segera ditangani. Sehingga bintik-bintik merah yang menyebabkan rasa gatal, tak lebih menyebar keseluruh tubuhnya. Hanya di pipi dan leher saja yang terdapat bintik merah.Di seberang ku duduk, Mba Yolan juga duduk sambil terus mencoba menghubungi suaminya. Aku memintanya memberitahukan keadaan Arsen. Syukur syukur Ayahnya Arsen bisa izin lalu pulang untuk melihat kondisi anaknya.Terdengar hembusan nafas berat dari Mba Yolan. Lalu dia menyimpan ponselnya di atas meja samping ranjang pasien."Kenapa Mba? Ga diangkat?" tanyaku pelan dan Mba Yolan mengangguk dengan raut wajah kecewa."Sabar, ya! Mungkin ayahnya Arsen lagi sibuk," ucapku coba menghibur.Mba Yolan tersenyum kecil. "Iya, Mba. Aku ngerti kok," sahutnya."Mba, aku tebus dulu resep di bagian farmasi ya. Titip Arsen sebentar, ga apa apa kan, Mba?" tanya Mba Yolan kemudian."Silahka
******TING TONG!Pelan aku membuka mata. Kupegangi kepala yang terasa sedikit berat. Aku terbangun karena suara bel rumah yang kudengar.TING TONG!Lagi. Bel kembali berbunyi. Entah siapa yang datang dan kenapa Mas Adrian tidak membukanya. Mengumpulkan sejenak kesadaran usai bangun dari tidur. Kupindai keadaanku yang tengah berada dalam selimut. Lalu menggeliat pelan. Kuarahkan pandangan pada jam kecil di atas nakas."Astaga!" Aku terlonjak saat melihat sudah jam sembilan. Lalu beringsut turun dari tempat tidur.Kenapa aku bisa bangun sesiang ini? Kenapa juga Mas Adrian tidak membangunkanku? Apa aku ketiduran ya semalam?Aku mengetuk-ngetuk kepalaku sendiri. Karena merasa tidak ingat dengan yang terjadi padaku semalam.TING TONG!Bel rumah kembali terdengar. Aku keluar dari dalam kamar dan menuruni anak tangga. Lalu melangkah menyusuri ruangan demi ruangan untuk segera membuka pintu.Tok Tok Tok!Kali ini, pintu rumah diketuk. Aku semakin melebarkan langkah untuk melihat siapa yang d
*****"Ayok, Fan!" Selesai mandi dan bersiap. Aku segera keluar dari kamar dan menuruni anak tangga. Kembali menemui Fano di ruangan depan.Fano beranjak seraya tak lepas dari netranya yang menatapku. "Kamu cantik banget, Han!" ucapnya tiba-tiba setelah berdiri.Aku terkekeh kecil mendengarnya. Perutku rasa tergelitik. "Kamu mau gombal jangan sama aku. Aku udah bersuami, Fano! Harusnya, kamu kalo mau gombal sama cewek yang masih single. Kali aja dia kelepek-kelepek, denger kamu gombalin. Kalo sama aku, ga akan mempan!" tegasku kemudian.Fano menggeleng. "Aku ga gombal, Han. Aku serius. Kamu emang cantik banget!" sahutnya."Udah ah, mending kita langsung berangkat sekarang, Fan!" ajakku akhirnya. Agar Fano berhenti memujiku.Aku serta Fano berjalan beriringan meninggalkan ruang depan. Hingga keluar melewati pintu dan aku lantas menguncinya.Kemudian berjalan hingga keluar dari halaman dan mendapati mobil Fano yang terparkir di depan pagar. Gegas aku mengunci gerbang pagar.Di samping m
*****"Dari gejalanya, kamu kayak lagi hamil muda," jawabnya. Raut wajahnya nampak sangat khawatir pada kondisiku.Jawaban Fano membuatku terdiam.'Hamil? Apa mungkin?' aku bergumam dalam hati. Obat herbal yang rencananya akan aku konsumsi pun. Masih belum kudapatkan. Bagaimana mungkin Fano bisa mengatakan bahwa gejala yang kualami saat ini karena aku sedang hamil muda?"Han? Are u oke?" Fano membuyarkan kebekuan yang melanda diriku. Cepat aku pun menoleh padanya dan mengangguk."Aku baik, Fan," sahutku meyakinkan."Jadi, apa kamu emang lagi hamil?" tanyanya kembali.Aku menggeleng menyangkal pertanyaan Fano. "Enggak, Fan. Aku cuma gak suka aja wangi pengharum mobil kamu ini. Nyengat banget baunya di hidung! Udah kita lanjut jalan aja. Takutnya kita telat!" jelas dan pintaku pada Fano."Kamu yakin? Apa ga mau periksa?" Tergambar jelas raut khawati di wajah Fano.Aku mengangguk pasti. "Yakin, Fan. Nggak perlu periksa. Aku baik-baik aja, kok!""Maksudku, periksa kehamilan, Han!" sanggah