Silau sinar lampu tajam menerobos masuk ke retina mata, membuatku sedikit kesulitan untuk melihat sekeliling . "ah, dimana ini?!" sembari menghalangi cahaya masuk ke mata dengan bentangan telapak tanganku.
"Kau sudah sadar Ene.." suara yang tampak terdengar tidak asing. Aku menoleh ke sumber suara mendapati Lucia tersenyum padaku."Bagaimana perasaanmu?!" Ucapannya membuatku sedikit banyak berpikir akan apa yang terjadi. "Apa Lucia melihat perubahan mataku atau apakah werewolfku nampak padanya?! Tapi Lucia tidak takut atau bahkan memandangku aneh" - batin. Aku mencoba tersenyum setelah sadar dari lamunanku. Aku berpikir, haruskah ku tanyakan apa yang terjadi?! Atau diam saja pura-pura tidak peduli! Tapi...
"Ene..." Panggil Lucia sedikit mengagetkanku.
"Ya?" Aku menyahutinya, tapi betapa terkejutnya aku, ketika Lucia tidak terlihat lagi disekitaran pandanganku. "Apa ini mimpi?!" Ucapku dalam hati mempertanyakan situasi yang terjadi saat ini.
"Ene.. aku ke kantin sebentar, kau mau titip sesuatu?".
Sekali lagi aku mendengar suara Lucia membuatku berdegik ngeri, "astaga! dia sedang berbicara melalui mindlink dengan ku?" Aku mencoba memastikan lebih lagi agar dugaanku tidak salah terhadapnya.
"Lucia.. kau..".
Tidak ada jawaban darinya, aku sungguh dibuat bingung."Siapa Lucia? Apa dia werewolf juga?!" Aku mencoba meraih telpon genggamku, menekan tombol panggilan.
"📞Halo pa! Bisa jemput Ene.. iya pa, Ada yang aneh dengan Ene hari ini. Ene tunggu ya..Okey, bye".Tidak lama berselang, Lucia kembali menyapaku dengan sebotol minuman dan juga sebungkus roti.
"Ini makan dulu Ne..", ku raih roti dan sebotol minuman yang diberikan Lucia sambil terus bergulat dengan pemikiranku."Thanks yaa".
Aku ingin bertanya tentang apa yang terjadi padaku hari ini dan juga bagaimana bisa Lucia berbic....
"Ene..."
"Ene..."Lagi-lagi Lucia mengagetkan dari lamunan yang menyita sadarku.
"Ah.. iya?" Aku melirik gadis di hadapanku sekilas, kemudian kembali melirik roti yang ada di genggaman. Perutku seakan meronta untuk segera memasukan roti yang ku pegang ke dalamnya, yang jelasnya masih tertutup rapat.
"Ene.. makanlah". Suara Lucia begitu lembut terdengar ditelingaku..
"Lucia.. siapa kau?". Masih dengan senyum manis yang terpampang di wajahnya, tenang dan begitu lembut. Saking lembutnya membuat aku sedikit merasa bersalah untuk pertanyaan yang baru saja ku ajukan.
"Ah.. maaf Lucia, a..aku..." ucapanku terhenti ketika mataku menyaksikan secara langsung kejadian yang membuat takjub. Lucia berubah, wajahnya kali ini terlihat bak dewi-dewi dari zaman Yunani kuno yang entah dari mana asalnya. Matanya berubah warna biru, sebiru lautan. Sangat cantik.. tubuhnya dibalut dengan gaun putih berenda mempercantik penampilannya.
"Apa dia peri?!" Ucapku dalam hati yang sesaat terkesima melihat perubahannya.
"Salam Hormat, saya Noblesse yang akan menjadi pelayan dan pelindung anda Nona, calon Alpa Koloni Bloodmoon". Ucap Lucia sambil membungkuk tertunduk sopan, sukses membuatku tidak dapat bergeming..
Dering telpon ku berbunyi menampilkan nama papa dilayar ponsel, membuat aku tersadar dan segera meraihnya.
"Hallo pa.. Ene ke sana sekarang!" Aku beranjak dari kasur diruang rawat dan segera berlalu meninggalkan Lucia yang hanya memperhatikanku dengan ekspresi yang sulit ku artikan.Aku berjalan dengan langkah cepat "tapi apa ini... Aromanya..." tercium jelas bau yang sangat menggodaku, aroma maskulin dengan sedikit bebauan kayu rempah yang segar dan manis.
"MATE!!!".
Satu kata yang terlintas di pikiran.. aku mengikuti bau aroma yang memikat hati ini dan melupakan papa yang menungguku di parkiran, sampai pada titik dimana penciumanku menuntun ke arah presiden BEM yang terlihat sedang berbincang dengan salah satu senior cantik yang entah siapa namanya.
Aku tersadar.. instingku memberikanku fakta baru. Aku dan keluargaku bukan satu-satunya werewolf yang berkeliaran di dunia manusia.
"Arrone" adalah werewolf dan fakta kedua, Lucia adalah Noblesse penjagaku lalu yang ketiga dari perkataan Lucia, "aku adalah calon Alpa???? Bagaimana bisa.."I am shewolf!".
Aku mencoba mengembalikan fokusku. Tidak ingin berlarut dalam nikmatnya aroma Mate-ku, aku segera berlari menuju dimana papa berada. Kejadian hari ini cukup banyak membuatku terkejut dan juga tidak habis pikir dengan segala pemikiran naifku. Aku berniat menceritakan semuanya ke papa setelah sampai dirumah dan entah kejutan apa lagi yang akan ku terima nanti.
Sedikit penasaran dengan ekspresi beliau, jika dia tau aku putri sulung dan sematawayangnya menjadi calon Alpa koloni yang selama ini ia tinggalkan.Dunia ini benar-benar penuh dengan hal yang tak terduga.
"Aku terlalu lelah untuk berlari.. ini sudah dibatas kemampuanku". sembari merebahkan tubuhku bersandar di salah satu batang pohon besar ditengah hutan. Suasana yang tidak asing bagiku, tapi entah dimana aku berada sekarang."Teruslah berjalan Aqueene, sebentar lagi kau akan sampai". Suara itu terus saja memacu ku untuk berlari entah kemana arahnya. Langit mulai tampak gelap, tapi aku tetap bisa melihat dengan jelas suasana disekelilingku, angin menembus tajam masuk ke kulit, tapi aku tidak merasakan dingin sedikitpun."Larilah Aqueene! LARI.."Suara yang berbeda memintaku untuk lari."Papa!".Aku meyakinkan diriku jika yang terdengar adalah suara ayahku. Suasana bertaut menjadi kelam, kabut embun dimana-mana menutupi pandanganku."Teruslah berjalan Aqueene!""Lari Aquenne! Lari.."Suara-suara itu terus
Aku dan Lucia berada di satu mobil ketika papa menawarkan diri untuk mengantar kami. Suasana tenang dan terkesan diam nan hening menyerbu kami, entah vibe apa yang mereka berdua bangun setelah berjalan-jalan pagi tadi. Yang jelas aku hanya melihat kecanggungan ataupun sejenisnya menyapu suasana di dalam mobil pagi ini.Sesampainya kami di kampus, papa menyapa dengan senyum khas yang akhirnya terlihat olehku. Satu kecupan mendarat di dahi. "Good luck for today honey :) belajar yang giat". Sembari memutar balik mobilnya dan pamit. Aku dan Lucia berjalan menuju kelas kami yang akan dimulai setengah jam lagi.Di perjalanan aku menanyakan semua hal yang terjadi antara papa dan Lucia setelah menimbang-nimbang rasa penasaranku."Jadi.. apa yang kau bicarakan dengan papaku?". Lucia hanya terdiam sembari menatap lurus ke depan."Tidak ada Nona.. hanya tentang predikat calon Alpa yang ditetapkan untuk anda". Langkahku terhenti, aku memutuskan untuk bertanya semua
#.Pov ArroneHai, aku Arrone Maagsolf calon Alpa koloni Redmoon. Sebentar lagi hari pelantikanku sebagai Alpa dalam kaumku tapi sejujurnya aku belum siap untuk itu. Papa memintaku untuk menemukan mate-ku secepatnya sebelum aku dilantik agar pelantikanku bisa disertakan dengan pelantikan mateku menjadi Luna dalam koloni kami.Tapi siapa werewolf mate-ku? Akupun sudah jenuh untuk mencari. Godwolf pun sama sekali belum memberikan akses untuk menentukan mate bagiku. Akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari Koloni dan mencari lebih jauh, siapa tau alam berpihak mempertemukanku dengan werewolf yang pantas untuk disandingkan denganku sang Calon Alpa ini.Hampir 3 tahun lamanya aku bergutat di dunia manusia sembari bergumul dengan studi yang ku ambil sampai satu ketika wolfku bernama Eguardo yang seringnya ku panggil Eg bereaksi diluar dugaanku melihat salah satu manusia c
Aku sedang berada diruang tamu bersama papa dan mama, menikmati secangkir teh butterfly pea flower, bunga berwarna biru berasal dari Asia Tenggara yang dikirim oleh keluarga jauh kami sembari menunggu El pulang ke rumah."Sebentar lagi puncak bulan purnama, semoga saja El tiba tepat waktu". Ucap papa dengan sedikit menampilkan mimik wajah kuatirnya. Aku menawarkan diri pada papa dan mama untuk melacak keberadaan El.Awalnya mereka bingung bagaimana aku bisa melakukan sesuatu diluar nalar. Mengetahui dimana posisi seseorang berada terhitung dari jarak yang sangat jauh, tapi aku berusaha menunjukan beberapa hal yang selama ini bisa ku lakukan, walaupun hal ini sudah bukan menjadi rahasiaku lagi. Warna mataku berubah menjadi ungu violet, nampak dalam penglihatanku El sedang dalam perjalanan menuju rumah kami."El...". Aku mencoba berkomunikasi dengan membuka mindlink-ku.."Elrayeen.. ini kak Ene, kau mendengarku?"...Aku melihat El sekejap berh
Jam menunjukan pukul 07.15 pagi, aku bersama keluargaku menikmati sarapan pagi kami dengan nikmat tidak terlepas dari pemikiranku tentang mimpi buruk semalam."Ene maaf, papa tidak bisa mengantarmu hari ini, papa ada meeting pagi". Aku hanya tersenyum sembari mengunyah makanan yang ada di mulutku."Nanti kakak biar El yang antar pa". Sekali lagi aku hanya tersenyum dengan pipi menggembul dikarenakan mulutku yang penuh dengan makanan.Setelah selesai sarapan, kami berpamitan untuk berangkat. By the way, El sekarang tingkat akhir High-School dan sebentar lagi akan mengikuti jejakku menjadi Mahasiswa, badannya yang tegap dan sedikit kekar membuat El tampak terlihat seumuran denganku. Wajahnya pun bisa dikategorikan dalam dafta pria-pria tampan bagi banyak wanita dan aku mengakui itu. Aku mengakui ketampanan adik sematawayangku, and i'm a proud sister :)."El, Kemarin saat kalian (El dan Iko) tidak ada dirumah, kakak benar-benar tidak tau kemana kalian pergi,
Epping Forest, Inggris.#. Pov AnthoniAku sedang mengurusi perbatasan Barat wilayah Koloni Bloodmoon setelah mendengar adanya pembantaian dari beberapa Wolf liar (Rogue) yang menghantarkan kematian dari Wolf-fortress dan warrior koloni kami. Koloni Bloodmoon menjadi incaran para makhluk-makhluk yang ada di dalam maupun di luar hutan. Mereka yang tau banyak mengenai werewolf, spesifik pada koloni kami pasti akan memiliki niat untuk menanaklukan pack koloni, dikarenakan tidak adanya sang Alpa. Dan posisi kepemimpinan saat ini diisi olehku 'pemimpi strategi Koloni sementara' yang entah sampai kapan.Hampir seperempat abad, Koloni kami tidak memunculkan diri ke permukaan dan bahkan mengikuti pertemuan antar koloni pun tidak. Beberapa dari kaum kami yang hidup dibelahan negara yang jauh akan mengira jika Koloni Bloodmoon telah punah atau bahkan di
Beberapa hari lalu ayahku kedatangan tamu, dan bisa kalian tebak rumah kami kedatangan siapa? Yap! Anthoni De Cassio, pelayan setia keluar Alwolf turun temurun, bahkan kata ayahku, Anthoni sudah menjaganya sejak ia lahir, bahkan ketika pertama kali aku bertemu, sikap loyalnya sudah terlihat.Pukul 07.00 PMTepat di ruang makan, aku dan keluargaku menikmati makan malam bersama. Dan ditengah perbincangan ayahku mengumumkan hal yang sedikit banyak mengagetkanku dan tentu saja El."Papa akan urus surat kepindahan kalian, untuk sementara El akan home schooling, dan Ene.. sayang, kau akan cuti untuk sementara waktu. Bisakan?". Aku menghentikan kegiatan makanku dengan keterkejutan yang ku dapat dari papa sembari menatapnya lekat."Ada apa pah? apa ada masalah? Kenapa semuanya tiba-tiba?" Tanya El tenang, walaupun aku tau dalam dalam hati, ia pasti memberontak."Ene, El, papa dan mama minta maaf harus membuat keputusan sepihak" ucap mama mengambil alih pembicaraan
Universitas Of London, Inggris.Pagi ini aku disibukkan dengan urusan cuti kuliahku. Aku menawarkan diri untuk mengurus sendiri dan papa akan mengurus kepindahan El, agar semua urusan lebih cepat terselesaikan. Menghadap sana sini dengan tentengan berkas membuatku lelah, ditambah lagi dengan Arrone yang selalu saja mengikuti kemanapun aku pergi."Benar-benar mengganggu". Gerutuku dalam hati.Dami hanya tertawa mendengar celotehanku. "Temui dia Ene, biar dia berhenti mengikutimu"."Haruskah?". Dami hanya mengangguk mengiyakan pertanyaanku."Keluarlah! Aku ingin bicara". Ucapku, mencoba me-mindlink Arrone.Tidak berapa lama dia muncul dibalik pilar besar yang ada ditengah koridoor kampus. Ketika dia mendekat