Share

Bab 4

Alih – alih menjawab pertanyaan mantan kakak iparnya, Solana justru hanya diam mematung dan tidak tahu apa yang saat ini harus dia lakukan.

Ini benar – benar di luar perkiraannya. Solana mengira menyimpan Si Kembar dari hiruk pikuk dunia luar akan berhasil. Namun nyatanya Naufal datang tanpa diundang dan sebentar lagi rencananya akan berantakan. Itu sudah pasti.

“Mommy! Kami hari ini pulang cepat. Ah, aku sangat lapar!” seru si anak lelaki yang bernama Raja.

Solana hanya bisa tersenyum canggung. Sambil sesekali melirik ke arah Naufal yang masih menatap lekat kedua keponakannya itu dengan tatapan penuh tanda tanya.

“Kalau begitu kalian segera ganti pakaian, lalu minta Bi Asih ambilkan makan siang, ya?” sahut Solana benar – benar tidak ingin kedua anak ini terlalu lama berada di hadapan Naufal.

Solana sudah bisa merasakan perubahan sikap kakak iparnya. Solana yakin dia akan menanyakan perihal dua anak itu sampai dia puas.

“Siap, Mommy! Tapi ….” Kalimat si anak perempuan yang bernama Ratu menggantung saat melihat ke arah pria dewasa yang sangat asing di penglihatannya.

Ratu menatap penuh selidik dan bersikap seperti orang dewasa yang sedang menaruh curiga. Itu terlihat sangat menggemaskan di mata Naufal.

“Om ini siapa, Mommy?” tanya Ratu pada akhirnya dengan nada bicara khas anak kecil yang sangat lucu. Kedua matanya mengerjap menatap kagum ke arah Naufal.

Anak perempuan itu terus menatap lekat tanpa ada rasa takut dengan Naufal. Entah kenapa Ratu ingin sekali mengetahui soal orang itu.

Padahal dia adalah tipe anak yang sangat pemilih. Dia sangat sulit berbaur dengan orang baru. Namun entah kenapa saat bertemu Naufal, dia justru merasa ingin tahu lebih banyak tentangnya.

“Dia teman lama Mommy,” jawab Solana gugup.

“Oh, ya sudah. Ratu masuk, ya? Dada, Om,” pungkas Ratu pada akhirnya pamit ke dalam kepada Naufal.

Naufal yang termangu hanya bisa menganggukkan kepalanya seperti sedang terhipnotis oleh kehadiran dua anak yang sangat cakap itu.

Solana benar – benar tidak mengerti kenapa anak itu menjadi seorang yang sangat humble. Apa mungkin karena ….”

"Ah, itu tidak mungkin! Pasti ini semua hanya kebetulan saja!"

Solana menggeleng – gelengkan kepalanya untuk mengusir prasangka yang terus menyumpal di dalam kepalanya.

“Kamu bisa pergi. Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan,” ucap Solana sambil menghela nafas untuk menutupi kegugupannya.

Di dalam hatinya, Solana terus merapalkan doa agar Naufal tidak berniat mencari tahu tentang kedua keponakannya itu.

“Tunggu dulu,” jawab Naufal menatap lekat ke arah wajah Solana yang semakin gugup.

“Apa lagi?” sahut Solana terus menghindari tatapan mata tajam mantan kakak iparnya itu.

“Siapa dua anak yang sangat menggemaskan itu? Tidak mungkin kalau mereka anakmu, kan? Kenapa mereka memanggilmu dengan sebutan ‘mommy’?” cecar Naufal pada akhirnya tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya.

“Itu bukan urusanmu, Pak Naufal!” tegas Solana tidak mau lagi memperlama durasi perbincangan mereka berdua. Solana khawatir kalau – kalau pada akhirnya dia sendiri yang salah bicara dan pasti akan membongkar semua rahasianya.

Naufal tidak ada pilihan lain. Dia sudah tidak punya hak untuk tetap bertahan di tempat ini. Meski rasa penasaran terus menghantui dirinya, namun Naufal tidak punya pilihan lain selain menuruti apa keinginan tuan rumah.

Mengulum bibir, Naufal tidak ada lagi kalimat yang bisa dia gunakan untuk bertahan. Akhirnya dia memutuskan untuk bertolak meninggalkan puncak.

Dengan pikiran yang masih kacau setelah apa yang dia dapatkan dari tempat tinggal Solana, Naufal benar – benar memutuskan untuk kembali ke Jakarta.

_

Satu minggu telah berlalu, Solana sudah kembali tenang karena sepertinya Naufal benar – benar tidak akan kembali lagi.

Solana mengira kedatangan Naufal kemarin memang karena ingin menemui kakak perempuannya. Itu tidak ada kaitannya dengan komik hasil karyanya.

Dari itu, Solana berniat mengirimkan komik season ke dua yang sudah dia persiapkan jauh hari sebelumnya. Dia benar – benar akan membuat kehidupan Naufal tidak tenang dan selalu dibayangi rasa malu karena tulisannya itu.

Sementara di perusahaan milik keluarga Naufal, saat ini sudah kembali tenang setelah kekacauan akibat kecelakaan mobil kontainer yang membawa produk seniali triliunan rupiah.

Peristiwa nahas itu benar – benar sempat membuat semua karyawan keteteran untuk mengejar produksi agar bisa segera mengganti produk yang gagal kirim.

Sementara Naufal tentu saja yang kebagian pusing memikirkan anggaran yang kembali terbuang percuma.

Namun mau bagaimana lagi. Semua musibah tentu tidak bisa dia kendalikan.

Di sela kesibukan Naufal yang sedang tanda tangan untuk menyetujui semua surat – surat guna mengimpor bahan baku, tiba – tiba dikejutkan oleh kedatangan sahabatnya.

“Kamu sibuk?” tanya Roy untuk sekadar berbasa – basi.

“Untuk apa kau datang? Kantormu kekurangan pekerjaan?” tanya Naufal sarkas kepada sahabatnya yang mempunyai perusahaan yang menyediakan jasa keamanan dan intelijen itu.

“Aku hanya ingin mengucapkan banyak terima kasih atas pinjaman privat jet kemarin itu,” jawab Roy santai.

“Kamu hanya ingin mengatakan itu?” tanya Naufal dengan fokus yang tidak berpaling sedikitpun dari tumpukan berkas yang membutuhkan banyak sekali tandatangannya.

“Tidak. Aku ingin tahu kapan aku harus melayat untuk kematian orang yang telah mengirimkan komik panas itu.” Roy benar – benar sedang ingin mempermainkan Naufal.

Jelas pria itu sudah tahu siapa pelakunya. Dan Roy yakin bahwa Naufal tidak akan pernah melakukannya. Jangankan membunuh, Roy yakin seratus persen bahwa Naufal tidak akan mampu menyentuh sang pelaku meski hanya seujung kuku.

“Kamu benar – benar sedang mengejekku?” dengus Naufal sambil membubuhkan tandatangannya di lembar terakhir.

“Tidak, aku benar – benar hanya ingin tahu apa kamu bisa membunuhnya,” sahut Roy lagi.

Naufal kembali terdiam. Pikirannya kembali ke villa milik Solana. Memikirkan dua anak kembar yang entah anak siapa.

Melihat ke arah Roy, pikirannya muncul sebuah ide.

“Apa! Aku tidak mau! Aku masih belum ada kepikiran ingin memanfaatkanmu untuk apa!” sergah Roy saat Naufal menatap dirinya dengan tatapan penuh rencana.

“Akan kuberikan privat jet milikku yang kemarin itu kalau kamu benar – benar berhasil dalam misi yang akan kuberikan kali ini. Bagaimana?”

Roy membelalakkan kedua bola matanya. Dia benar – benar tidak bisa menebak misi apa yang akan diberikan oleh sahabatnya itu.

Privat jet? Sebegitu pentingkah misi ini bagi Naufal?

“Kamu sedang bercanda?” tanya Roy ragu. Namun sebenarnya melihat sorot mata Naufal, Roy benar – benar tidak menemukan gurauan di sana.

“Apa kamu pikir aku seperti Tristan?”

“Apa yang harus aku lakukan?” tanya Roy tidak mau pikir panjang lagi. Menemukan gembong narkoba untuk membantu para detektif pun dia mampu melakukannya. Lalu apa lagi yang membuatnya  ragu?

Kapan lagi menadapatkan imbalan sebuah privat jet, kan?

“Kamu tahu Solana? Mantan adik iparku yang kemarin kamu selidiki? Dia mengasuh dua anak kembar yang mungkin masih berusia lima tahunan. Aku mau kamu menemukan informasi tentang mereka.”

“Tunggu dulu? Anak kembar? Tapi menurut data yang aku dapatkan dia belum menikah. Mungkin mereka anak dari saudaranya? Sayang sekali aku tidak mencari tahu lebih banyak dari itu.”

“Aku curiga mereka adalah putraku.”

“Apa kamu sudah gila?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status