Share

Terjebak Dendam sang Pewaris Kejam
Terjebak Dendam sang Pewaris Kejam
Penulis: Pwati

Bab 1. Ini Baru Permulaan!

Debaran di dada Aara terasa begitu keras, saat kedua telinganya mendengar suara langkah kaki yang datang semakin dekat menuju ke arah kamarnya.

Ketika pintu terbuka, senyum tipis pun mulai terukir di bibir mungilnya, dia lalu memeluk erat kedua lututnya kala menyadari sosok pria yang sudah ditunggunya itu kini sudah berada satu ruangan dengannya.

Perasaan tak karuan mulai menguasainya. Karena mengingat ini adalah malam pertamanya setelah upacara pernikahan dilakukan.

Meskipun begitu, Aara yang diselimuti rasa malu tetap memberanikan diri untuk melirik pada sosok pria tinggi yang berjalan mendekatinya itu.

Pria itu menggulung lengan kemeja hitamnya, menunjukkan otot kekarnya yang membuat wanita mana pun tergoda.

Kepala Aara semakin menengadah, hingga membuat kedua netranya bisa melihat sosok pria yang saat ini sudah menjadi suaminya itu.

Pria tampan, dengan rambut sehitam langit malam, wajahnya bersinar bagaikan bintang, alis yang tebal, mata yang sedikit sipit dengan manik matanya yang berwarna coklat. Keindahannya itu dilengkapi dengan garis wajah tegasnya juga bibirnya yang tipis.

Aara merasa kesempurnaan pria ini tidak nyata, dan pria seperti ini adalah suaminya.

Pada awalnya, Aara tidak menyangka jika akan mendapatkan lamaran dari Zayden.

Dia merasa terkejut, dan curiga. Namun, kata-kata manis Zayden meluluhkannya.

Zayden bahkan mengatakan, dan berjanji jika Aara mau menikahinya. Maka kehidupannya akan berubah. Dia akan membawa dunia baru pada Aara, dan dia pasti mendapatkannya.

Aara yang di saat itu memang tengah terpuruk dalam kehidupannya, merasa semakin terpesona dengan ucapan Zayden. Hingga tanpa ragu, dia pun menerima lamarannya dan menikahi pria ini.

Tanpa sadar, Aara terus menatap Zayden. Pria itu tersenyum miring, lalu membungkuk mendekatkan wajahnya pada Aara.

“Mau sampai kapan kau melihatku?”

Deg!

Aara tersentak, dia tersadar lantas menjauhkan wajahnya.

Matanya melebar, karena baru menyadari posisi wajah Zayden yang tadi amat dekat dengannya.

Aara menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memerah karena rasa malu.

Namun, tanpa Aara sadari. Ekspresi wajah Zayden justru berubah. Begitu bengis, begitu dingin. Seakan dia siap menyergap mangsa di depannya itu.

“Apa kau pikir, aku akan menyentuhmu?”

Deg!

Apa yang Zayden katakan itu, tentu saja membuat Aara terkejut. Dia menoleh cepat pada Zayden, dengan ekspresi tidak mengerti.

“Maksud Anda?” tanyanya.

“Kau pikir, aku akan menyentuh wanita kotor sepertimu?”

Keterkejutan Aara semakin terlihat, kala mendengar ucapan Zayden selanjutnya. ‘Wanita kotor?’ batinnya.

“Lebih dari itu, aku memiliki kejutan untukmu. Bangun dan ikutlah denganku!” serunya.

Aara masih merasa bingung, dia benar-benar tidak mengerti dengan semua ini. Kenapa ucapan Zayden tiba -tiba begitu kasar padanya, kenapa dia menjadi orang yang berbeda. Dan sekarang, tiba-tiba dia ingin memberinya kejutan?

Namun, meskipun begitu Aara pun menurut. Dengan gaun pengantin yang masih melekat di tubuhnya, Aara berjalan mengikuti Zayden.

Karena gaun yang begitu panjang hingga menyusur tanah, membuat Aara kesulitan untuk menyeimbangkan langkahnya dengan Zayden. Bahkan dia sampai harus berlari kecil, agar tidak tertinggal langkah Zayden.

Sementara di depannya, sesekali Zayden melirik Aara dengan smirk yang dia ukir di bibirnya. Seakan dari smirk itu, memberi tahu hal apa yang sebentar lagi akan terjadi.

“Tuan, bisakah Anda pelan sedikit. Saya kesulitan,” pintanya.

Tapi, sepertinya Zayden tidak peduli. Terbukti dari langkahnya yang masih begitu lebar.

Mereka lalu menuruni anak tangga, dan tiba di lantai satu.

Langkah kaki Zayden terhenti, begitu pun dengan Aara.

Nafasnya begitu tersengal, karena kelelahan mengikuti Zayden.

“Saat upacara pernikahan, bukankah kau terus mencari ayahmu?”

Aara menoleh, dia menatap Zayden lalu mengangguk.

“Kalau begitu lihatlah ke sana.”

Mendengar itu, Aara pun mengikuti arah pandang Zayden.

Manik mata hitamnya itu, menemukan sesosok pria tinggi dengan tubuh berisi berdiri tak jauh darinya, dengan posisi memunggunginya.

Mata Aara menyipit, mencoba mengenali sosok itu.

“Ayah,” ujarnya.

Dua pria berjas hitam yang mendampingi ayahnya itu lalu membalikkan paksa tubuh Hendra, hingga berhasil menghadap Aara.

Saat itu, Aara terbelalak. Ketika melihat wajah ayahnya yang penuh dengan luka.

“Ayah,” gumamnya kaget.

“Bukankah kalian saling ingin bertemu, aku memberikan kesempatan itu. Pergi, dan temuilah ayahmu. Buatlah drama mengharukan di depanku,” ujar Zayden angkuh.

Aara masih terdiam, karena sebenarnya dia masih belum mengerti. Sementara Hendra mulai melangkah pelan menghampirinya.

Namun tiba-tiba ... Brugh!

Aara terkejut saat satu orang pria berjas itu menendang tubuh ayahnya dari belakang hingga ayahnya itu terjatuh.

“Ayah!” seketika Aara pun berteriak, dia berlari dan menghampiri tubuh ayahnya yang sudah tampak begitu lemah.

“Ayah, apa Ayah tidak papa?” Dia lalu menoleh pada dua orang berjas itu dengan tatapan marah. “Apa yang kalian lakukan, dia adalah ayahku. Itu artinya dia adalah ayah mertua dari bos kalian! Di mana sopan santun kalian!” lanjutnya.

“Ha, hahahahaha!”

Suara tawa itu, sontak membuat Aara terdiam.

Dengan perasaan kagetnya, dia mulai mengangkat wajahnya. Melihat pada sosok Zayden.

Dan ternyata pendengarannya itu tidak salah, suara tawa itu memang berasal dari suaminya.

“Tu-tuan?” ujarnya bingung.

Zayden melangkah, mendekat pada posisi di mana Aara berada saat ini. Tangan kokohnya lalu terulur, meraih rambut hitam bergelombang milik Aara.

“Kau pikir, siapa yang memberikan perintah itu pada mereka?”

Wajah Aara tak henti-hentinya menunjukkan raut terkejut. Matanya menyipit, keningnya berkerut mencoba mencerna maksud ucapan Zayden. Hingga kemudian ...

“Tu-tuan, maksud Anda? Andalah yang menyuruh mereka melakukannya?”

Zayden tersenyum, namun senyum itu penuh dengan aura mengerikan. “Benar, akulah yang menyuruh mereka melakukannya,” jawabnya.

“A-apa?” Suara Aara hampir tidak terdengar karena saking terkejut dan tidak percayanya atas apa yang baru saja Zayden katakan. “A-apa itu artinya Anda juga ....”

Zayden kembali mengangguk. “Benar, aku juga yang menyuruh mereka memukulinya. Hingga babak belur.”

Deg!

Sekali lagi, Aara merasa terkejut dan tidak percaya dengan apa yang didengarnya. “A-anda ... Anda pasti berbohong, kan?”

“Apa untungnya aku berbohong?” tanya balik Zayden.

Mendengar itu, Aara tidak bisa berpikir dengan jernih. Hanya air mata saja yang bisa menunjukkan perasaannya saat ini.

“Tapi kenapa?” tanyanya parau.

“Karena aku membencimu!” jawab Zayden dengan tatapan tajam.

Jederrrrr!

Aara merasa, baru saja ada sambaran petir yang menghantam tubuhnya dengan begitu keras.

Hingga tubuhnya terasa kaku, dan otaknya tidak bisa mencerna apa yang baru saja telinganya ini dengar.

“Kenapa? Kenapa Anda membenci saya, apa alasannya?”

“Kau yakin masih bertanya alasannya?”

“Karena saya tidak mengerti, saya bingung. Jika Anda membenci saya, lalu kenapa Anda menikahi saya? Sebenarnya apa yang Anda inginkan, siapa Anda sebenarnya?!”

“Kau tanya apa yang aku inginkan? Keinginanku adalah, membuatmu menderita. Sampai kau merasa tidak ingin hidup lagi di dunia ini! Aku akan merubah hidupmu bagai di neraka, bahkan neraka paling dalam. Agar kau tahu, apa itu rasa sakit!”

Pupil mata Aara melebar, benarkah apa yang baru saja dia dengar. Jadi, inilah janji Zayden yang akan merubah hidupnya.

Bukan ke arah yang lebih baik, tapi dia akan membuat hidupnya jauh lebih buruk dari kehidupannya dulu.

Tubuh Aara melemas, dan luruh jatuh ke lantai. Air matanya sudah berderai hebat. Apa yang sudah dia lakukan, apa hal yang dia buat hingga bisa menyinggung pria ini. Dia sungguh tidak mengerti.

Aara lalu menggeleng. Bagaimana pun dia masih tidak mengerti dengan situasi ini, karenanya dia tidak bisa menerimanya.

“Saya tidak menerima pernikahan ini,” ujarnya kemudian. Seraya mendongak, melihat pada Zayden. “Saya akan membatalkannya!” lanjutnya tegas.

Namun, apa yang Aara katakan itu justru membuat Zayden memberikan senyum ejekan padanya.

“Kau pikir bisa melakukannya?”

“Kenapa tidak bisa, pernikahan ini baru saja dilangsungkan. Karena itu, saya akan berusaha untuk mengakhirinya!”

“Cih, sayangnya. Itu hanya angan-anganmu saja.” Zayden lalu meminta dokumen bermap biru dari sekretarisnya Sam.

Dia lalu melempar dokumen itu pada Aara hingga tepat mengenai wajahnya sebelum akhirnya dokumen itu jatuh ke lantai.

Aara yang terkejut lantas menunduk, menatap dokumen itu dengan wajah bingung.

“Ambil dan baca dokumen itu dengan benar!” seru Zayden dengan suara memerintah.

Aara yang memang merasa penasaran pun mengambil dokumen itu lalu membacanya dengan begitu serius.

Matanya melebar, kala menyadari isi dari dokumen itu sebenarnya.

“Dilihat dari ekspresimu, sepertinya kau sudah paham.”

Aara mendongak, dengan tatapan tidak percaya yang kembali dia perlihatkan. “Dokumen perjanjian pembayaran hutang?” tanyanya kemudian.

Zayden mengangguk.

“Benar, itu adalah dokumen perjanjian pembayaran hutang antara aku dan ayahmu. Ayahmu setuju untuk melakukan pertukaran denganku, aku akan membayar lunas semua hutangnya dengan syarat dia menyerahkanmu padaku. Dan setelah perjanjian ini ditanda tangani, dia tidak berhak lagi atasmu. Karena kau sudah sepenuhnya menjadi milikku,” jelasnya.

Aara merasa tidak percaya, bahwa ayahnya akan tega melakukan ini padanya. Dia lantas menoleh, dan melihat ekspresi ayahnya yang penuh dengan penyesalan.

“A-ayah?” ujarnya dengan suara bergetar.

“Maafkan ayah Aara, ayah menyesal.”

Hancur sudah, Aara merasa hidupnya ini benar-benar sudah berakhir. Dia merasa semua yang didengarnya saat ini hanyalah ilusi. Ini semua tidak benar.

Aara menggeleng, dia tidak bisa menerima ini. Kenapa dia merasa tertipu, tidak! Lebih tepatnya dia memang tertipu. Zayden, pria ini sudah berhasil menipunya.

“Bawa pria tua itu menjauh dari hadapanku!” titah Zayden pada kedua anak buahnya.

Mereka pun mengangguk, dan membawa Hendra pergi dari sana.

“Aara, maafkan ayah. Ayah minta maaf Aara!” ujar Hendra dengan berteriak, kala jaraknya dan Aara sudah semakin jauh.

Aara tidak menoleh, dia hanya menunduk. Merenungi hidupnya yang hancur lebur.

Zayden yang melihat itu tampak terdiam, dia menatap Aara dengan penuh rasa benci. Seakan dari tatapannya itu tidak ada hal lain, selain kebencian.

Dia lalu meraih tangan Aara. Membalikkan tubuhnya secara kasar, hingga Aara meringis kesakitan.

Zayden menunduk, menaruh wajahnya itu di samping kiri telinga Aara dan membisikkan sesuatu di sana.

“Lihat itu, ayahmu yang menjualmu padaku. Sekarang, kau adalah tawananku. Hiduplah di neraka ini, sampai kau mati. Karena sampai kapan pun. Kau tidak akan bisa lepas dariku!”

Brrrrhh!

Seketika Aara merinding, ketika merasakan panas nafas Zayden yang mengenai daun telinganya. Ditambah apa yang Zayden katakan, membuatnya tidak bisa menahan ketakutan yang saat ini hatinya rasakan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status