Debaran di dada Aara terasa begitu keras, saat kedua telinganya mendengar suara langkah kaki yang datang semakin dekat menuju ke arah kamarnya.
Ketika pintu terbuka, senyum tipis pun mulai terukir di bibir mungilnya, dia lalu memeluk erat kedua lututnya kala menyadari sosok pria yang sudah ditunggunya itu kini sudah berada satu ruangan dengannya.Perasaan tak karuan mulai menguasainya. Karena mengingat ini adalah malam pertamanya setelah upacara pernikahan dilakukan.Meskipun begitu, Aara yang diselimuti rasa malu tetap memberanikan diri untuk melirik pada sosok pria tinggi yang berjalan mendekatinya itu.Pria itu menggulung lengan kemeja hitamnya, menunjukkan otot kekarnya yang membuat wanita mana pun tergoda.Kepala Aara semakin menengadah, hingga membuat kedua netranya bisa melihat sosok pria yang saat ini sudah menjadi suaminya itu.Pria tampan, dengan rambut sehitam langit malam, wajahnya bersinar bagaikan bintang, alis yang tebal, mata yang sedikit sipit dengan manik matanya yang berwarna coklat. Keindahannya itu dilengkapi dengan garis wajah tegasnya juga bibirnya yang tipis.Aara merasa kesempurnaan pria ini tidak nyata, dan pria seperti ini adalah suaminya.Pada awalnya, Aara tidak menyangka jika akan mendapatkan lamaran dari Zayden.Dia merasa terkejut, dan curiga. Namun, kata-kata manis Zayden meluluhkannya.Zayden bahkan mengatakan, dan berjanji jika Aara mau menikahinya. Maka kehidupannya akan berubah. Dia akan membawa dunia baru pada Aara, dan dia pasti mendapatkannya.Aara yang di saat itu memang tengah terpuruk dalam kehidupannya, merasa semakin terpesona dengan ucapan Zayden. Hingga tanpa ragu, dia pun menerima lamarannya dan menikahi pria ini.Tanpa sadar, Aara terus menatap Zayden. Pria itu tersenyum miring, lalu membungkuk mendekatkan wajahnya pada Aara.“Mau sampai kapan kau melihatku?”Deg!Aara tersentak, dia tersadar lantas menjauhkan wajahnya.Matanya melebar, karena baru menyadari posisi wajah Zayden yang tadi amat dekat dengannya.Aara menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memerah karena rasa malu.Namun, tanpa Aara sadari. Ekspresi wajah Zayden justru berubah. Begitu bengis, begitu dingin. Seakan dia siap menyergap mangsa di depannya itu. “Apa kau pikir, aku akan menyentuhmu?”Deg!Apa yang Zayden katakan itu, tentu saja membuat Aara terkejut. Dia menoleh cepat pada Zayden, dengan ekspresi tidak mengerti.“Maksud Anda?” tanyanya.“Kau pikir, aku akan menyentuh wanita kotor sepertimu?”Keterkejutan Aara semakin terlihat, kala mendengar ucapan Zayden selanjutnya. ‘Wanita kotor?’ batinnya.“Lebih dari itu, aku memiliki kejutan untukmu. Bangun dan ikutlah denganku!” serunya.Aara masih merasa bingung, dia benar-benar tidak mengerti dengan semua ini. Kenapa ucapan Zayden tiba -tiba begitu kasar padanya, kenapa dia menjadi orang yang berbeda. Dan sekarang, tiba-tiba dia ingin memberinya kejutan?Namun, meskipun begitu Aara pun menurut. Dengan gaun pengantin yang masih melekat di tubuhnya, Aara berjalan mengikuti Zayden.Karena gaun yang begitu panjang hingga menyusur tanah, membuat Aara kesulitan untuk menyeimbangkan langkahnya dengan Zayden. Bahkan dia sampai harus berlari kecil, agar tidak tertinggal langkah Zayden.Sementara di depannya, sesekali Zayden melirik Aara dengan smirk yang dia ukir di bibirnya. Seakan dari smirk itu, memberi tahu hal apa yang sebentar lagi akan terjadi.“Tuan, bisakah Anda pelan sedikit. Saya kesulitan,” pintanya.Tapi, sepertinya Zayden tidak peduli. Terbukti dari langkahnya yang masih begitu lebar.Mereka lalu menuruni anak tangga, dan tiba di lantai satu.Langkah kaki Zayden terhenti, begitu pun dengan Aara.Nafasnya begitu tersengal, karena kelelahan mengikuti Zayden.“Saat upacara pernikahan, bukankah kau terus mencari ayahmu?”Aara menoleh, dia menatap Zayden lalu mengangguk.“Kalau begitu lihatlah ke sana.”Mendengar itu, Aara pun mengikuti arah pandang Zayden.Manik mata hitamnya itu, menemukan sesosok pria tinggi dengan tubuh berisi berdiri tak jauh darinya, dengan posisi memunggunginya.Mata Aara menyipit, mencoba mengenali sosok itu.“Ayah,” ujarnya.Dua pria berjas hitam yang mendampingi ayahnya itu lalu membalikkan paksa tubuh Hendra, hingga berhasil menghadap Aara.Saat itu, Aara terbelalak. Ketika melihat wajah ayahnya yang penuh dengan luka.“Ayah,” gumamnya kaget.“Bukankah kalian saling ingin bertemu, aku memberikan kesempatan itu. Pergi, dan temuilah ayahmu. Buatlah drama mengharukan di depanku,” ujar Zayden angkuh.Aara masih terdiam, karena sebenarnya dia masih belum mengerti. Sementara Hendra mulai melangkah pelan menghampirinya.Namun tiba-tiba ... Brugh!Aara terkejut saat satu orang pria berjas itu menendang tubuh ayahnya dari belakang hingga ayahnya itu terjatuh.“Ayah!” seketika Aara pun berteriak, dia berlari dan menghampiri tubuh ayahnya yang sudah tampak begitu lemah.“Ayah, apa Ayah tidak papa?” Dia lalu menoleh pada dua orang berjas itu dengan tatapan marah. “Apa yang kalian lakukan, dia adalah ayahku. Itu artinya dia adalah ayah mertua dari bos kalian! Di mana sopan santun kalian!” lanjutnya.“Ha, hahahahaha!”Suara tawa itu, sontak membuat Aara terdiam.Dengan perasaan kagetnya, dia mulai mengangkat wajahnya. Melihat pada sosok Zayden.Dan ternyata pendengarannya itu tidak salah, suara tawa itu memang berasal dari suaminya.“Tu-tuan?” ujarnya bingung.Zayden melangkah, mendekat pada posisi di mana Aara berada saat ini. Tangan kokohnya lalu terulur, meraih rambut hitam bergelombang milik Aara.“Kau pikir, siapa yang memberikan perintah itu pada mereka?”Wajah Aara tak henti-hentinya menunjukkan raut terkejut. Matanya menyipit, keningnya berkerut mencoba mencerna maksud ucapan Zayden. Hingga kemudian ...“Tu-tuan, maksud Anda? Andalah yang menyuruh mereka melakukannya?”Zayden tersenyum, namun senyum itu penuh dengan aura mengerikan. “Benar, akulah yang menyuruh mereka melakukannya,” jawabnya.“A-apa?” Suara Aara hampir tidak terdengar karena saking terkejut dan tidak percayanya atas apa yang baru saja Zayden katakan. “A-apa itu artinya Anda juga ....”Zayden kembali mengangguk. “Benar, aku juga yang menyuruh mereka memukulinya. Hingga babak belur.”Deg!Sekali lagi, Aara merasa terkejut dan tidak percaya dengan apa yang didengarnya. “A-anda ... Anda pasti berbohong, kan?”“Apa untungnya aku berbohong?” tanya balik Zayden.Mendengar itu, Aara tidak bisa berpikir dengan jernih. Hanya air mata saja yang bisa menunjukkan perasaannya saat ini.“Tapi kenapa?” tanyanya parau.“Karena aku membencimu!” jawab Zayden dengan tatapan tajam.Jederrrrr!Aara merasa, baru saja ada sambaran petir yang menghantam tubuhnya dengan begitu keras.Hingga tubuhnya terasa kaku, dan otaknya tidak bisa mencerna apa yang baru saja telinganya ini dengar.“Kenapa? Kenapa Anda membenci saya, apa alasannya?”“Kau yakin masih bertanya alasannya?”“Karena saya tidak mengerti, saya bingung. Jika Anda membenci saya, lalu kenapa Anda menikahi saya? Sebenarnya apa yang Anda inginkan, siapa Anda sebenarnya?!”“Kau tanya apa yang aku inginkan? Keinginanku adalah, membuatmu menderita. Sampai kau merasa tidak ingin hidup lagi di dunia ini! Aku akan merubah hidupmu bagai di neraka, bahkan neraka paling dalam. Agar kau tahu, apa itu rasa sakit!”Pupil mata Aara melebar, benarkah apa yang baru saja dia dengar. Jadi, inilah janji Zayden yang akan merubah hidupnya.Bukan ke arah yang lebih baik, tapi dia akan membuat hidupnya jauh lebih buruk dari kehidupannya dulu.Tubuh Aara melemas, dan luruh jatuh ke lantai. Air matanya sudah berderai hebat. Apa yang sudah dia lakukan, apa hal yang dia buat hingga bisa menyinggung pria ini. Dia sungguh tidak mengerti.Aara lalu menggeleng. Bagaimana pun dia masih tidak mengerti dengan situasi ini, karenanya dia tidak bisa menerimanya.“Saya tidak menerima pernikahan ini,” ujarnya kemudian. Seraya mendongak, melihat pada Zayden. “Saya akan membatalkannya!” lanjutnya tegas.Namun, apa yang Aara katakan itu justru membuat Zayden memberikan senyum ejekan padanya.“Kau pikir bisa melakukannya?”“Kenapa tidak bisa, pernikahan ini baru saja dilangsungkan. Karena itu, saya akan berusaha untuk mengakhirinya!”“Cih, sayangnya. Itu hanya angan-anganmu saja.” Zayden lalu meminta dokumen bermap biru dari sekretarisnya Sam.Dia lalu melempar dokumen itu pada Aara hingga tepat mengenai wajahnya sebelum akhirnya dokumen itu jatuh ke lantai.Aara yang terkejut lantas menunduk, menatap dokumen itu dengan wajah bingung.“Ambil dan baca dokumen itu dengan benar!” seru Zayden dengan suara memerintah.Aara yang memang merasa penasaran pun mengambil dokumen itu lalu membacanya dengan begitu serius.Matanya melebar, kala menyadari isi dari dokumen itu sebenarnya.“Dilihat dari ekspresimu, sepertinya kau sudah paham.”Aara mendongak, dengan tatapan tidak percaya yang kembali dia perlihatkan. “Dokumen perjanjian pembayaran hutang?” tanyanya kemudian.Zayden mengangguk.“Benar, itu adalah dokumen perjanjian pembayaran hutang antara aku dan ayahmu. Ayahmu setuju untuk melakukan pertukaran denganku, aku akan membayar lunas semua hutangnya dengan syarat dia menyerahkanmu padaku. Dan setelah perjanjian ini ditanda tangani, dia tidak berhak lagi atasmu. Karena kau sudah sepenuhnya menjadi milikku,” jelasnya.Aara merasa tidak percaya, bahwa ayahnya akan tega melakukan ini padanya. Dia lantas menoleh, dan melihat ekspresi ayahnya yang penuh dengan penyesalan.“A-ayah?” ujarnya dengan suara bergetar.“Maafkan ayah Aara, ayah menyesal.”Hancur sudah, Aara merasa hidupnya ini benar-benar sudah berakhir. Dia merasa semua yang didengarnya saat ini hanyalah ilusi. Ini semua tidak benar.Aara menggeleng, dia tidak bisa menerima ini. Kenapa dia merasa tertipu, tidak! Lebih tepatnya dia memang tertipu. Zayden, pria ini sudah berhasil menipunya.“Bawa pria tua itu menjauh dari hadapanku!” titah Zayden pada kedua anak buahnya.Mereka pun mengangguk, dan membawa Hendra pergi dari sana.“Aara, maafkan ayah. Ayah minta maaf Aara!” ujar Hendra dengan berteriak, kala jaraknya dan Aara sudah semakin jauh.Aara tidak menoleh, dia hanya menunduk. Merenungi hidupnya yang hancur lebur.Zayden yang melihat itu tampak terdiam, dia menatap Aara dengan penuh rasa benci. Seakan dari tatapannya itu tidak ada hal lain, selain kebencian.Dia lalu meraih tangan Aara. Membalikkan tubuhnya secara kasar, hingga Aara meringis kesakitan.Zayden menunduk, menaruh wajahnya itu di samping kiri telinga Aara dan membisikkan sesuatu di sana.“Lihat itu, ayahmu yang menjualmu padaku. Sekarang, kau adalah tawananku. Hiduplah di neraka ini, sampai kau mati. Karena sampai kapan pun. Kau tidak akan bisa lepas dariku!”Brrrrhh!Seketika Aara merinding, ketika merasakan panas nafas Zayden yang mengenai daun telinganya. Ditambah apa yang Zayden katakan, membuatnya tidak bisa menahan ketakutan yang saat ini hatinya rasakan.Aara berjalan lunglai melewati lorong sepi mansion milik Zayden. Air matanya berderai deras, hatinya terasa begitu hancur. Dia tidak menyangka, jika mimpi buruk ini akan benar-benar terjadi dalam hidupnya. Dia tidak tahu apa kesalahannya, kenapa Tuhan terus menghukumnya dengan begitu berat. Satu tangannya tampak menempel pada dinding yang dia lewati, karena semua ini. Rasanya dia tidak sanggup lagi untuk berdiri. Kakinya begitu lemas, tangannya begitu kaku. Air matanya bagaikan air sungai yang terus mengalir tanpa mau berhenti. Aara berjongkok, dengan kedua tangannya dia menutupi wajahnya yang sudah begitu basah. Seketika, suara tangisnya pun terdengar. Dia tidak tahu lagi, apa yang harus dia lakukan. Pernikahan yang mulanya dia pikir akan merubah hidupnya ke arah yang lebih baik, justru tidak terjadi. Hidupnya malah lebih hancur dari sebelumnya. Sekarang, dia merasa seperti berada di neraka lain dalam hidupnya, neraka yang akan membakar seluruh hati dan tubuhnya hingga tak ber
Mata tertutup Zayden tampak bergerak-gerak. Wajah tidurnya itu menunjukkan kernyitan kesal. Tampak satu tangannya terangkat, dan menutupi wajahnya yang terasa silau karena terkena sinar matahari yang masuk melalui sela-sela jendela kamarnya. “Sialan! Siapa yang berani membuka jendelanya!” kesalnya. Saking teriknya matahari, bahkan tangannya pun tidak bisa melindungi silaunya. Zayden membuka tangannya itu, dia lalu terduduk di atas ranjang dengan pandangannya yang melihat pada jendela kamarnya. “Siapa yang berani membukanya, apa mereka mau dipecat!” Terlanjur bangun, Zayden pun akhirnya turun dari atas ranjang. Dia melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 7.30 pagi. “Ternyata sudah jam segini, aku harus cepat bersiap-siap,” gumamnya lalu masuk ke dalam kamar mandi. Di sana, Zayden kembali mengernyit. Ketika melihat bak mandinya yang sudah terisi oleh air hangat. Dia kembali merasa bingung, siapa sebenarnya yang melakukannya. Karena seingatnya, di mansion ini tidak ada s
Zayden melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, ekspresi marahnya itu sama sekali tidak hilang sejak dari rumah tadi. Bahkan terlihat semakin jelas, dan terus menguasainya. “Sial, apa-apaan itu tadi. Apa dia mau sok berperan menjadi istri yang baik? Hah, benar-benar menjijikkan. Apa dia sedang memainkan trik kotor saat ini, berpura-pura polos untuk mendapatkan perhatianku. Apa trik ini juga yang dia gunakan pada papa, sehingga papa tergoda olehnya, dan mengkhianati mama.” Bruk! Mengingat itu, membuat kemarahan Zayden semakin meninggi bahkan sampai memukul setir mobilnya sendiri untuk melampiaskannya. “Cih, tapi aku berbeda dengan papa. Aku tidak akan semudah itu masuk ke dalam perangkapmu. Karena aku sudah tahu, siapa kau sebenarnya.” Sementara di mansion, Aara melihat dengan sedih pecahan-pecahan piring yang berserakan di lantai. Dia mendekat pada pelayan-pelayan di sana yang tengah membersihkannya. Aara tidak bisa menyembunyikan rasa sedihnya. Kala dia mengingat bagaimana d
Zayden memberhentikan mobilnya itu tepat di depan pintu utama rumahnya. Namun, bukannya turun dari sana. Zayden justru tetap di dalam beberapa saat. Dia bahkan menempelkan keningnya itu pada setir mobilnya, terlihat jelas suasana hatinya yang memburuk paska menemui mamanya. Dia sebenarnya tidak tega meninggalkan mamanya sendirian. Tapi, demi melancarkan rencananya dia harus tinggal sendiri. Karena dia tidak mau jika mamanya tahu kalau dia menikahi Aara yang notabenenya adalah selingkuhan dari suaminya. Terlebih, Zayden juga tidak ingin melihat wajah papanya. Sudah cukup dia menahan emosi saat berada di kantor. Dan dia tidak ingin membuat mamanya semakin sedih jika mendengar pertengkarannya dengan papanya. Zayden mengangkat kembali wajahnya, dia menghela nafasnya dalam seraya bersandar pada kursi mobilnya. Dia pun kemudian turun, setelah perasaannya ini sedikit membaik. Suasana mansion sudah tampak sedikit sepi, mengingat saat ini hari memang sudah cukup larut. Zayden yang tidak
Aara yang baru saja sampai di mansion. Tampak tengah membersihkan lukanya juga mengobatinya. Dia memutuskan untuk tidak pergi ke rumah sakit, selain karena tidak memiliki uang. Dia juga merasa jika lukanya ini masih terbilang ringan dan bisa dia obati sendiri. Mulut Aara tak henti-hentinya mengeluarkan rintihan rasa sakit, namun tangannya juga tidak berhenti untuk mengoleskan obat pada lukanya itu. Sesekali, dia masih memikirkan siapa sebenarnya yang sudah menabraknya. Benarkah ini hanya ketidak sengajaan, dan orang itu benar-benar mabuk. Tapi, jika memang benar. Kenapa dia merasakan hal aneh. Kenapa dia merasa jika orang itu sengaja menabraknya. Siapa lagi sebenarnya yang membencinya dan ingin balas dendam padanya. Kenapa hidupnya menjadi seperti ini. Brugh! Aara yang tadi tengah melamun itu sontak terkejut, ketika mendengar suara dobrakan pintu yang terbuka dengan begitu keras. Dia menoleh, dan melihat Zayden yang masuk dengan ekspresi marah di wajahnya. “Tu-tuan.” Zayden m
Zayden yang merasa bingung itu, lantas turun dari atas ranjang. Dia memakai kembali pakaiannya dan bergegas keluar dari sana, meninggalkan Aara yang masih menangis seraya menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Aara mencengkeram kuat selimut itu, dengan air matanya yang terus mengalir, dia melihat ke arah pintu yang baru saja Zayden lewati. Tubuhnya masih bergetar begitu hebat, dia tidak menyangka. Jika Zayden benar-benar akan bersikap begitu mengerikan, dia seperti binatang buas yang sedang kelaparan dan memangsa siapa pun yang berada di dekatnya. Sementara itu, Zayden masuk ke dalam ruang kerjanya. Dia membanting pintu itu dengan keras seakan menunjukkan kebingungannya yang berujung amarah. Zayden berhenti tepat di depan meja kerjanya, dia berdiri dengan kedua tangannya yang dia tempelkan pada meja. Bola matanya terus melihat ke sana kemari, menunjukkan ketidak mengertian yang saat ini dia rasakan. Dia menggeleng. Apa sebenarnya yang sudah terjadi. Wanita itu, bagaimana bisa wa
“Tuan, apakah Anda yang semalam menabrak saya?” tanyanya.Mendapat pertanyaan itu, Zayden terdiam dengan tatapannya yang mengarah lekat pada Aara.“Menurutmu? Apakah itu aku?” tanyanya balik.Aara belum menjawab, dia kembali menoleh pada mobil Zayden dan menatap lekat pelat nomor itu.Dia yakin, dan dia ingat dengan jelas. Pelat nomor yang tertera di sana sama dengan pelat nomor mobil yang menabraknya semalam.Dan juga ... warna mobil ini sama persis dengan mobil yang semalam. Jadi dia tidak mungkin salah.“Tuan?”“Ya, memang aku,” ujar Zayden yang sontak membuat Aara terdiam.Dengan kedua tangannya yang dia masukkan ke dalam saku celananya. Zayden melangkah, mendekat pada Aara. Membuat wanita itu mendongak, agar bisa tetap melihat ekspresi Zayden.“Lalu, apa yang akan kau lakukan? Kau mau melapor polisi?” tanyanya kemudian dengan angkuh.Aara tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Matanya sudah berkaca-kaca. Tak lama, air mata itu pun lolos, keluar dari pelupu
Aara pulang dari rumah sakit dengan berjalan kaki melewati trotoar jalan raya yang tampak sudah cukup sepi.Suasana juga sudah begitu gelap, namun untuk menenangkan perasaannya yang sangat kacau saat ini. Dia nekat untuk berjalan kaki dan merenungkan apa sebenarnya yang sudah terjadi.Hal jahat apa yang dia lakukan, hingga sampai memiliki nasib seperti ini.Dimulai dari bangkrutnya perusahaan ayahnya hingga keluarganya yang memiliki banyak hutang, lalu semua itu diperparah dengan ibunya yang memiliki penyakit jantung koroner. Bahkan karena semua itu, dia harus rela bekerja di klub malam agar bisa memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari juga sebagai biaya pengobatan ibunya.Dia pikir semua itu sudah cukup, tapi ternyata. Masih ada hal mengerikan lainnya, yang menerpa hidupnya.Seseorang yang dia pikir sebagai malaikat, yang bisa merubah hidupnya ini ternyata tidak benar. Dia justru iblis, yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang yang semakin dalam dari sebelumnya.Air mata Aa