Share

Aidan Yang Ketus

"BIN?" Nara mengerutkan dahi. Ada keperluan apa orang pemerintah menemuinya. Ia berharap bukan sesuatu yang buruk. Namun, dari raut wajah tampannya, Nara bisa membaca ada hal penting yang hendak ia sampaikan padanya. Hal yang sangat sangat penting.

Aidan mengambil stopmap berwarna kuning dengan simbol Badan Investigasi Negara (BIN) yang berbentuk burung elang dan tiga bintang di atas kepalanya. "Kamu tahu tentang kasus ini, bukan?" tanyanya seraya menyodorkan stopmap pada Nara.

Nara yang masih merasa heran dengan kunjungan anggota BIN itu, membaca tulisan di sampul stopmap. Berkas Arina Wijanarko. Tentu ia sudah mendengar kasus pembunuhan seseorang wanita di hutan pinggir kota yang terjadi sekitar dua bulan lalu.

"Kami ingin menyewa jasamu, Nara. Boleh saya panggil begitu?" tanya Aidan sembari mengulas senyum tipis. Sungguh ia merasa saat ini dirinya begitu bodoh menuruti perintah dari bosnya yang konyol ini.

"Menyewa jasa saya untuk membantu investigasi tentang kasus pembunuhan Arina Wijanarko?" Nara tersenyum. Ia bisa membaca apa yang ada di benak pria bernama Aidan itu dari raut wajahnya. Pria itu memandangnya remeh.

"Ya. Di dalam stopmap ada berkas-berkas tentang kasus ini. Kamu bisa mempelajarinya terlebih dahulu kalau kamu bersedia membantu."

Kasus pembunuhan. Sangat menarik. Nara sudah pernah membantu seorang detektif swasta memecahkan kasus hilangnya seorang anak setahun lalu. Menangani kasus pembunuhan akan mengasah kemampuan psychic vision-nya. "Okay. Saya bersedia," ucapnya.

Aidan mengulas senyum tipis. "Biar saya jelaskan sebelumnya sama kamu, ya? Kita akan menjadi team. Tapi, perlu diingat, saya yang memimpin jalannya investigasi. Saya yang menyusun langkah-langkahnya. Jadi, kamu harus mengikuti prosedur dari saya."

Pria ini angkuh, batin Nara. Ia tipe seorang rasional dan tidak percaya dengan hal-hal yang berbau mistik ataupun metafisik. Nara yakin, kedatangannya kemari disebabkan ia tidak punya pilihan lain.

"Aku akan memberimu waktu semalam untuk memperlajari berkasnya. Besok aku hubungi kamu." Aidan menunjukkan kartu nama milik Nara, di mana sudah tertera nomer ponselnya di sana.

Aidan berdiri. Sebelum berpamitan, ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. "Kamu menjual barang-barang antik?" tanyanya tatkala matanya menangkap benda-benda kuno tertata rapi di rak-rak panjang.

"Barang antik dan ramuan obat-obatan," timpal Nara.

Aidan mengangguk-angguk. "Sampai jumpa besok," pamitnya.

Nara mengamati Aidan melangkahkan kaki keluar dari tokonya. Senyumnya tersungging. Pria itu memiliki masalah dalam kehidupan pribadinya. Entah dengan keluarga ataupun seorang wanita.

Perhatian Nara beralih pada stopmap kuning di atas meja. Pelan ia pun membukanya. Dadanya berdebar kencang saat melihat foto-foto yang jumlahnya ada beberapa lembar, serta catatan singkat kronologis mayat Arina Wijanarko ditemukan. Dia seperti diserang oleh kekuatan tidak kasat mata yang membuat dadanya sesak.

Nara buru-buru menutup kembali berkas-berkas itu. Energi yang ditimbulkan begitu besar, meskipun hanya dengan melihat sekilas kertas-kertas foto dan catatan. Ia tidak bisa memeriksanya sekarang. Nara harus mengumpulkan energi untuk menembus dimensi masa lalu tatkala mendapat penglihatan, meskipun hanya berupa potongan-potongan peristiwa, seperti bagian-bagian puzzle yang berserakan.

Dia bisa merasakan, kasus ini akan berat. Seberat energi yang Nara rasakan saat ini. Bukan kasus pembunuhan biasa, akan melibatkan banyak pihak, dan mungkin akan membahayakan dirinya. Dia akan melawan sebuah kekuatan besar. Sebuah kekuatan yang Nara sendiri tidak tahu berasal dari mana.  Hanya itu yang bisa dia simpulkan saat ini. 

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status