"Perawat baru? Boleh juga." Shaka menelisik Kinan dari ujung kepala hingga ujung kaki, membuat gadis itu merasa risih.
Nyonya Rose yang menyadari sikap tak sopan sang cucu, mencubit lengan Shaka hingga pemuda itu meringis kesakitan."Begitu caramu bicara dengan perempuan?" Sepasang mata wanita berambut putih itu mendelik.Shaka meloloskan tawa. Dia segera meraih tangan sang nenek dan menciumnya. Kemudian, dia kembali melempar pandang ke arah Kinan dan menarik sudut bibirnya. "Siapa namamu?" tanya Shaka, masih dengan seringai di bibirnya.Kinan terlihat begitu manis. Tubuh rampingnya yang terbalut seragam perawat, begitu indah dipandang mata. Meskipun penampilan Kinan cukup sederhana. Riasan di wajahnya pun tipis saja tanpa ada permak wajah dan perawatan puluhan juta seperti wanita-wanita yang selama ini ada di sekeliling Shaka."Kinan, Tuan Muda," jawab Kinan santai.Ini dia cucu Nyonya Rose yang diceritakan oleh Atun beberapa saat lalu. Tampaknya, si asisten rumah tangga itu benar. Shaka Adiwiguna memang playboy. Dari cara pemuda itu menatapnya pun sudah terlihat.Tentu Kinan merasa risih. Shaka memang tampan, usainya yang sudah dewasa pun tidak terlihat, tertutup oleh ketampanannya. Bahkan sangat tampan. Jangan lupakan bahwa ia juga pewaris tunggal keluarga Adiwiguna. Wanita mana yang tidak rela menyerahkan diri pada Shaka secara cuma-cuma?Tetapi bagi Kinan, dia sama sekali tidak tertarik dengan tipe pria semacam itu."Shaka, oma peringatkan jangan mengganggu Kinan, ya? Kinan bekerja untuk oma di sini." Nyonya Rose yang hafal dengan tabiat sang cucu, memperingatkan."Baiklah, Oma. Aku tidak akan mengganggunya," sahut Shaka seraya kembali membentuk seringai di bibirnya. Sepertinya, peringatan dari neneknya itu akan menjadi angin lalu. Shaka sudah terlanjur penasaran dengan Kinan yang tampak acuh tidak acuh padanya. Ini adalah sesuatu yang berada di luar dugaannya.Selama ini, para wanita tidak pernah keberatan saat dirinya menggoda mereka. Bahkan, beberapa justru bertindak sangat agresif padanya. "Sudah sana!" perintah Nyonya Rose pada Shaka, meminta pemuda itu pergi."Okay, Oma, kita ketemu saat makan malam, ya?" Shaka mengedipkan sebelah mata pada wanita lanjut usia itu.Lalu, sebelum meninggalkan taman belakang, ia sempatkan untuk melempar senyum jahil pada Kinan."Shaka itu cucuku satu-satunya." Nyonya Rose memulai obrolan dengan Kinan, saat mereka mulai bergerak menyusuri pinggir kolam renang yang luas. "Dia itu kadang suka semaunya sendiri."Kinan tersenyum. Pastilah pria itu bersikap seenaknya sendiri. Dari lahir sudah mendapatkan fasilitas mewah. Ia yakin, hidup Shaka sangat jauh dari kesusahan. Lahir menjadi anak tunggal di sebuah keluarga konglomerat, setelah dewasa pun menjadi pewaris tunggal harta yang tak terhingga banyaknya."Sejak kecil Shaka sudah dekat denganku. Bahkan saat remaja, saat orang tuanya pindah ke Surabaya, Shaka tetap memilih tinggal di sini bersamaku. Aku sayang sekali dengan cucuku itu. Hanya saja, ada satu sikapnya yang membuat kepalaku pusing," kekeh Nyonya Rose."Kebiasaannya bergonta-ganti perempuan dan tidak pernah memikirkan untuk serius membangun rumah tangga. Sampai usianya lebih dari kata dewasa.""Mungkin Tuan Muda hanya ingin berlama-lama menikmati masa lajangnya , Nyonya." Kinan menimpali seraya mendorong pelan kursi roda Nyonya Rose."Umurnya sudah tiga puluh dua tahun. Itu sudah tua, sudah pantas untuk berumah tangga kan, Kinan?" "Tergantung prinsip orang masing-masing, Nyonya. Ada yang masih ingin melajang di usia segitu, ada pula yang merasa sudah terlalu tua dan harus segera menikah."Nyonya Rose menghela napas dalam-dalam. "Satu lagi yang aku permasalahkan, semua perempuan yang dekat dengan Shaka nggak ada yang benar." Kali ini Kinan mengerutkan kening dengan ucapan Nyonya Rose yang ini. 'Apa maksudnya, Shaka sering bermain perempuan nakal?' Kinan segera menebak dalam hati."Maksudnya bukan perempuan penjaja cinta. Tapi, perempuan-perempuan yang hanya dekat dengan Shaka karena dia adalah pewaris tunggal keluarga Adiwiguna," ralat Nyonya Rose."Bahkan ada beberapa yang berani datang mencari Shaka ke rumah ini." Nyonya Rose menyambung ucapannya."Oh." Kinan segera mendengus, sedikit menyesal karena sudah salah menebak.Kinan hanya bisa terkekeh lirih. Dia tidak tahu harus menanggapi apa ucapan Nyonya Rose. Akhirnya, dia memilih menjadi pendengar yang baik saja untuk curhatan wanita itu.Setelah bosan berjalan-jalan di taman belakang, Nyonya Rose meminta Kinan untuk mengantarnya ke kamar. Kinan menyiapkan obat-obatan yang harus dikonsumsi wanita itu, dan memastikannya tidur siang dengan nyaman. "Hei, Kinan!" Langkah Kinan terhenti saat mendengar seseorang memanggilnya. Shaka melongok dari pintu kamar. "Sini!" pintanya pada Kinan untuk mendekat."Ya, Tuan Muda?" Kinan mengulas senyum tipis. "Tolong pijit aku." Shaka menepuk-nepuk bahunya sendiri sambil tersenyum jahil. Ucapannya tidak terdengar seperti permintaan tolong, tetapi lebih pada sebuah perintah."Oh, maaf, Tuan ... tugas saya hanya melayani kebutuhan Nyonya Rose.""Aku gaji kamu berkali lipat. Gimana?" Kinan tersenyum. "Maaf, Tuan ... saya seorang perawat, bukan tukang pijit."Shaka cukup terkejut mendengar keberanian Kinan menolak perintah darinya. Namun, hal itu membuatnya semakin penasaran dengan gadis itu."Kamu berani menolak perintahku?" "Maaf, Tuan. Bukan begitu. Tapi, perintah Tuan Muda di luar pekerjaan saya." Shaka memandangi Kinan dari ujung kepala hingga ujung kaki.Tubuh ramping gadis itu masih terbalut seragam berwarna abu-abu. Otak Shaka mulai berkelana dan pandangan matanya menembus ke balik kain yang menutupi lekuk tubuh Kinan."Permisi." Kinan memberi hormat pada Shaka dengan membungkukkan badan, lalu meninggalkan pemuda itu. Sejujurnya, Kinan sedikit khawatir menolak perintah dari Shaka. Dia takut pemuda itu marah dan akan melakukan sesuatu yang membahayakan pekerjaannya. Namun, ia juga tidak bisa menuruti kemauan Shaka.Dia perawat di rumah itu dan dia bekerja untuk Nyonya Rose, bukan tukang pijit pemuda itu, meskipun Shaka adalah cucu majikannya. Entah kenapa setelah penolakan itu, Kinan merasa Shaka selalu mencari kesempatan untuk mengganggu dirinya.Suatu malam, saat Kinan bersiap-siap untuk merebahkan diri di ranjang, tiba-tiba Atun menggedor kamarnya dengan keras dan memanggil-manggil namanya. Kinan yang terkejut segera melompat dari atas ranjang dan segera membuka pintu."Ada apa, Tun?" tanya Kinan panik. Pasalnya, wajah Atun terlihat cemas. "Anu, Mbak. Tuan Shaka marah-marah.""Terus? Ngapain kamu nemuin aku?" "Itu ... tadi Tuan Shaka pulang, kayaknya mabuk, Mbak. Terus minta dibuatkan makanan.""Ya udah, tinggal dibuatin, Tun.""Masalahnya, Mbak ... Tuan Shaka maunya Mbak Kinan yang bikinin.""Hah!?" Kinan terkejut. Apalagi ini? Sejak kapan tugasnya memasak? Bahkan tugas membuatkan makanan untuk Nyonya Rose saja sudah ditangani oleh Bi Imah. "Sungguh, Mbak. Tadi, Bi Imah sudah menawarkan untuk membuatkan makanan buat Tuan Shaka. Eh, malah Tuan Shaka marah-marah dan minta Mbak Kinan datang ke kamarnya sekarang juga.""Datang ke kamarnya?" tanya Kinan tak percaya."Iya, Mbak, sekarang, Mbak. Kalau enggak, aku sama Bi Imah bakalan dipecat."Kinan menggeleng. Sungguh pria itu memang berbuat seenaknya sendiri. Tapi mau bagaimana lagi, dari pada Bi Imah dan Atun benar-benar dipecat, sebaiknya dia menuruti kemauan Tuan Muda Shaka, meskipun dia harus selalu waspada.Kinan mengetuk pintu bercat putih di hadapannya pelan. Sebelumnya ia sedikit ragu-ragu, namun akhirnya, ia memberanikan diri untuk melangkah masuk ke dalam kamar luas milik Shaka, setelah sang empunya kamar mempersilahkannya masuk. Shaka terbaring di atas ranjang dengan dada terbuka dan tubuhnya hanya ditutupi handuk sebatas pinggang. Kedua lengan ia lipat di belakang kepala, dan tatapannya sayu tertuju ke arah Kinan. "Tutup pintunya," pinta Shaka."Ditutup, Tuan? Apa tidak sebaiknya kalau dibuka saja?" Kinan berusaha menolak permintaan Shaka. 'Memang gila pria ini!'"Tutup pintunya aku bilang. Atau kamu mau aku pecat dua pembantu itu?" ancam Shaka. Mendengar ucapan sang tuan muda, Kinan terpaksa menutup pintu kamar. Namun, ia tetap berdiri di dekat pintu."Ada yang Tuan Muda butuhkan? Saya dengar dari Atun, Tuan meminta saya menyiapkan makanan untuk anda?" Kinan berusaha bersikap tenang. Meskipun, tidak bisa dipungkiri kalau dirinya merasa was-was."Kenapa berdiri di situ. Sini men
"Nggak usah diangkat, Pak." Tika menahan lengan Shaka yang hendak meraih ponsel di atas meja. "Bentar, Tik. Takutnya penting." Shaka mencoba menyingkirkan tangan sang sekretaris. Namun, Tika justru menyerang leher pemuda itu dan menyapunya dengan bibirnya yang sensual.Shaka yang mendapat serangan menggairahkan itu pun tidak mampu menolak. Ia menyambut serangan wanita seksi itu dengan tak kalah liarnya. Sampai-sampai ia membiarkan saja ponsel terus berdering hingga berhenti.Keduanya kembali bergelut diselingi suara desahan Tika dan tubuh berisinya yang menggelinjang ke sana kemari, membuat Shaka semakin bernafsu untuk menyatu dengan wanita itu.Namun, lagi-lagi ponsel di atas meja berdering. Dan terus berdering sambung menyambung. Akhirnya, Shaka pun terpaksa menyudahi pergumulannya dengan Tika."Bentar ya, Tik, ini dari Oma." Shaka meraih ponsel di atas meja, kemudian beranjak dari duduknya setelah meminta Tika berpindah dari pangkuannya.Wajah cantik wanita itu cemberut. Bagaimana
Hari minggu adalah hari di mana Kinan libur tugas melayani Nyonya Rose. Jadi hari ini, dia tidak harus memakai seragam kerja. Tapi meskipun begitu, dia masih sesekali mengecek keadaan Nyonya Rose di kamarnya, sambil menanyakan sesuatu yang mungkin dibutuhkan oleh wanita itu. Namun, Nyonya Rose mengatakan, hari ini Kinan beristirahat saja, agar besok bisa memulai kerja kembali dengan tubuh yang bugar.Meskipun hari ini ia bebas pergi kemanapun, ia memilih untuk berada di rumah saja. Ia gunakan waktunya untuk bersih-bersih kamar dan mencuci pakaian.Lagi pula, ia tidak tahu akan berjalan-jalan ke mana. Apa lagi, ia sudah tidak memiliki kekasih. Kinan menghela nafas berat, Kembali dia teringat akan sakit hatinya putus dari sang mantan pacar. Nyeri di dada kembali muncul. "Mbak, sini sekalian aku cuciin," tawar Atun saat memasuki ruang laundry, sambil membawa keranjang berisi pakaian kotor. Kinan sudah lebih dahulu berada di tempat itu dengan satu keranjang kecil berisi pakaian-pakaia
Saat membawa nampan berisi piring kosong dari kamar Nyonya Rose ke dapur, Kinan terpaksa menghentikan langkahnya sebab mendengar ribut-ribut di ruang tamu. Ia meletakkan nampan terlebih dahulu di atas lemari buffet, kemudian mendekat ke arah pintu penghubung ruang tengah dan ruang tamu. "Kamu kok berani sama saya? Dasar pembantu. Kamu nggak tahu siapa saya?" Suara seorang wanita terdengar menggelegar. "Maaf, Nona ... tadi Tuan Shaka sungguh berpesan kalau hari ini beliau tidak ingin diganggu sama siapa-siapa." Kinan mendengar suara Atun. "Aku ini calon istrinya Shaka. Kamu jangan macem-macem!" Kinan sepertinya tidak bisa membiarkan wanita itu berteriak-teriak dan malah akan membangunkan Nyonya Rose yang sedang tidur siang. Ia segera masuk ke ruang tamu menghampiri Atun dan seorang wanita cantik dengan penampilan yang cukup glamor. Semua yang menempel pada tubuh rampingnya adalah keluaran dari brand-brand ternama yang Kinan yakin harganya pasti fantastis. Wanita itu pasti bukan ora
Kinan merasa sangat risih sebab Shaka dari tadi mengikutinya ke mana-mana di dalam swalayan. Namun tentu saja ia hanya diam tanpa berani untuk memprotes. Yang jelas Kinan berpikir kalau si tuan muda menyebalkan ini hanya ingin membuatnya kesal. Padahal ia bilang tadi dirinya juga ingin berbelanja. Bohong sekali. Mana mungkin seorang Shaka Adiwiguna mau berbelanja sendiri membeli kebutuhannya. "Semuanya jadi lima ratus dua puluh lima ribu, Kak," ucap seorang kasir saat selesai memasukkan barang belanjaan Kinan ke dalam kantong plastik besar. Saat Kinan hendak membuka dompet, Shaka sudah mengulurkan kartu debitnya pada kasir. "Tuan, biar saya bayar sendiri," cegah Kinan."Tidak usah protes!" sahut Shaka ketus dan memaksa si kasir untuk memproses pembayaran dengan kartu debitnya. Kinan menghela napas dalam-dalam. Ia lagi-lagi diam saja, hingga keduanya pun berada di dalam mobil kembali. Namun, Kinan merasa kalau Shaka mengemudikan mobilnya ke arah yang salah. Ini bukan jalan menuju ke
"Anak itu ...." Nyonya Rose memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri. Tentu saja Kinan panik. Ia terpaksa menceritakan tentang perbuatan Shaka padanya. Sebenarnya ia tidak berniat menceritakannya. Ia hanya mengatakan ingin mengundurkan diri saja dengan alasan yang dibuat-buat. Tetapi, Nyonya Rose terus mencecarnya. Karena wanita itu sangat yakin, kalau alasan Kinan mengundurkan diri pasti ada hubungannya dengan Shaka. "Nyonya, saya telepon dokter, ya?" ujar Kinan. Namun, Nyonya Rose menahan tangannya hingga ia urung meninggalkan kamar. Namun, keadaan Nyonya Rose bertambah parah. Wanita itu pingsan. Kinan yang panik pontang-panting mencari supir dan satpam untuk membantunya membawa wanita itu ke rumah sakit. Nyonya Rose dibawa ke rumah sakit, dan segera ditangani oleh dokter. Sementara Kinan menunggu di ruang tunggu, sampai dokter mengabari kalau Nyonya Rose bisa dipindahkan ke ruang rawat inap. Ia bahkan tidak sempat memberitahu Shaka. Lagi pula, ia tidak tahu nomer ponsel pemu
Kinan benar-benar dalam dilema besar. Jika ia menolak permintaan Nyonya Rose, ia takut kesehatan wanita itu akan memburuk. Namun, apa iya dirinya harus menuruti permintaan majikannya itu. Menikah dengan si tuan muda brengsek. Astaga, hal itu bahkan tidak pernah terpikir olehnya sama sekali. Bahkan jika makhluk bernama Shaka itu adalah lelaki terakhir di dunia ini, lebih baik ia menjadi perawan tua. "Kamu wanita yang paling tepat untuk Shaka. Anak itu butuh pendamping yang baik agar bisa membimbingnya. Hidup anak itu kacau sekali. Perusahaan Adiwiguna akan jatuh kalau kelakuan Shaka masih seenaknya saja seperti itu." Begitu yang diucapkan Nyonya Rose saat Kinan mencoba bernegosiasi untuk menolak permintaannya. "Kamu tidak punya kekasih, kan?" Kinan menggeleng. Meskipun tidak punya kekasih, tapi ia juga tidak mau punya hubungan dengan pria macam Shaka. Ya Tuhan, bagaimana nasibnya jika ia benar-benar harus menikah dengan si menyebalkan itu? Kinan bergidik ngeri. "Nah, sempurna. Angga
Wanita berusia lima puluhan yang masih terlihat cantik dan elegan itu memasuki kediaman Adiwiguna dengan wajah masam. Ia membuka kacamata hitam brandednya saat berpapasan dengan Atun. "Selamat datang, Nyonya Rima," sapa gadis itu seraya membungkukkan badan memberi hormat pada wanita yang dipanggil dengan nama Rima itu. Ia adalah ibunda Shaka. Datang dari Surabaya untuk menemui mamanya, Nyonya Rose. "Nyonya Besar ada di kamarnya?" tanya Rima pada Atun. "Iya, Nyonya. Silahkan." Rima mengangguk dan melanjutkan langkahnya menaiki tangga. Saat hendak masuk ke kamar Nyonya Rose, ia berpapasan dengan seorang gadis mudq yang membawa nampan berisi piring kotor. Dia menatap penuh selidik pada Kinan. Bahkan dia tidak membalas sama sekali senyuman gadis itu."Ma, apa-apaan sih kabar yang mama kasih tahu ke aku? Mama serius?" todongnya pada wanita tua yang sedang berkutat dengan buku. "Rima, baru datang bukannya tanya kabar mama." Nyonya Rose menggeleng pelan. Putrinya itu tidak berbeda jauh d