Share

Bab 2. Tuan Muda Nakal.

"Perawat baru? Boleh juga." Shaka menelisik Kinan dari ujung kepala hingga ujung kaki, membuat gadis itu merasa risih.

Nyonya Rose yang menyadari sikap tak sopan sang cucu, mencubit lengan Shaka hingga pemuda itu meringis kesakitan.

"Begitu caramu bicara dengan perempuan?" Sepasang mata wanita berambut putih itu mendelik.

Shaka meloloskan tawa. Dia segera meraih tangan sang nenek dan menciumnya. Kemudian, dia kembali melempar pandang ke arah Kinan dan menarik sudut bibirnya.

 

"Siapa namamu?" tanya Shaka, masih dengan seringai di bibirnya.

Kinan terlihat begitu manis. Tubuh rampingnya yang terbalut seragam perawat, begitu indah dipandang mata. Meskipun penampilan Kinan cukup sederhana. Riasan di wajahnya pun tipis saja tanpa ada permak wajah dan perawatan puluhan juta seperti wanita-wanita yang selama ini ada di sekeliling Shaka.

"Kinan, Tuan Muda," jawab Kinan santai.

Ini dia cucu Nyonya Rose yang diceritakan oleh Atun beberapa saat lalu. Tampaknya, si asisten rumah tangga itu benar. Shaka Adiwiguna memang playboy. Dari cara pemuda itu menatapnya pun sudah terlihat.

Tentu Kinan merasa risih. Shaka memang tampan, usainya yang sudah dewasa pun tidak terlihat, tertutup oleh ketampanannya. Bahkan sangat tampan. Jangan lupakan bahwa ia juga pewaris tunggal keluarga Adiwiguna. Wanita mana yang tidak rela menyerahkan diri pada Shaka secara cuma-cuma?

Tetapi bagi Kinan, dia sama sekali tidak tertarik dengan tipe pria semacam itu.

"Shaka, oma peringatkan jangan mengganggu Kinan, ya? Kinan bekerja untuk oma di sini." Nyonya Rose yang hafal dengan tabiat sang cucu, memperingatkan.

"Baiklah, Oma. Aku tidak akan mengganggunya," sahut Shaka seraya kembali membentuk seringai di bibirnya. 

Sepertinya, peringatan dari neneknya itu akan menjadi angin lalu. Shaka sudah terlanjur penasaran dengan Kinan yang tampak acuh tidak acuh padanya. Ini adalah sesuatu yang berada di luar dugaannya.

Selama ini, para wanita tidak pernah keberatan saat dirinya menggoda mereka. Bahkan, beberapa justru bertindak sangat agresif padanya.

 

"Sudah sana!" perintah Nyonya Rose pada Shaka, meminta pemuda itu pergi.

"Okay, Oma, kita ketemu saat makan malam, ya?" Shaka mengedipkan sebelah mata pada wanita lanjut usia itu.

Lalu, sebelum meninggalkan taman belakang, ia sempatkan untuk melempar senyum jahil pada Kinan.

"Shaka itu cucuku satu-satunya." Nyonya Rose memulai obrolan dengan Kinan, saat mereka mulai bergerak menyusuri pinggir kolam renang yang luas. "Dia itu kadang suka semaunya sendiri."

Kinan tersenyum. Pastilah pria itu bersikap seenaknya sendiri. Dari lahir sudah mendapatkan fasilitas mewah. Ia yakin, hidup Shaka sangat jauh dari kesusahan. Lahir menjadi anak tunggal di sebuah keluarga konglomerat, setelah dewasa pun menjadi pewaris tunggal harta yang tak terhingga banyaknya.

"Sejak kecil Shaka sudah dekat denganku. Bahkan saat remaja, saat orang tuanya pindah ke Surabaya, Shaka tetap memilih tinggal di sini bersamaku. Aku sayang sekali dengan cucuku itu. Hanya saja, ada satu sikapnya yang membuat kepalaku pusing," kekeh Nyonya Rose.

"Kebiasaannya bergonta-ganti perempuan dan tidak pernah memikirkan untuk serius membangun rumah tangga. Sampai usianya lebih dari kata dewasa."

"Mungkin Tuan Muda hanya ingin berlama-lama menikmati masa lajangnya , Nyonya." Kinan menimpali seraya mendorong pelan kursi roda Nyonya Rose.

"Umurnya sudah tiga puluh dua tahun. Itu sudah tua, sudah pantas untuk berumah tangga kan, Kinan?"

 

"Tergantung prinsip orang masing-masing, Nyonya. Ada yang masih ingin melajang di usia segitu, ada pula yang merasa sudah terlalu tua dan harus segera menikah."

Nyonya Rose menghela napas dalam-dalam. "Satu lagi yang aku permasalahkan, semua perempuan yang dekat dengan Shaka nggak ada yang benar." 

Kali ini Kinan mengerutkan kening dengan ucapan Nyonya Rose yang ini. 

'Apa maksudnya, Shaka sering bermain perempuan nakal?' Kinan segera menebak dalam hati.

"Maksudnya bukan perempuan penjaja cinta. Tapi, perempuan-perempuan yang hanya dekat dengan Shaka karena dia adalah pewaris tunggal keluarga Adiwiguna," ralat Nyonya Rose.

"Bahkan ada beberapa yang berani datang mencari Shaka ke rumah ini." Nyonya Rose menyambung ucapannya.

"Oh." Kinan segera mendengus, sedikit menyesal karena sudah salah menebak.

Kinan hanya bisa terkekeh lirih. Dia tidak tahu harus menanggapi apa ucapan Nyonya Rose. Akhirnya, dia memilih menjadi pendengar yang baik saja untuk curhatan wanita itu.

Setelah bosan berjalan-jalan di taman belakang, Nyonya Rose meminta Kinan untuk mengantarnya ke kamar. Kinan menyiapkan obat-obatan yang harus dikonsumsi wanita itu, dan memastikannya tidur siang dengan nyaman.

 

"Hei, Kinan!" Langkah Kinan terhenti saat mendengar seseorang memanggilnya. Shaka melongok dari pintu kamar. "Sini!" pintanya pada Kinan untuk mendekat.

"Ya, Tuan Muda?" Kinan mengulas senyum tipis. 

"Tolong pijit aku." Shaka menepuk-nepuk bahunya sendiri sambil tersenyum jahil. Ucapannya tidak terdengar seperti permintaan tolong, tetapi lebih pada sebuah perintah.

"Oh, maaf, Tuan ... tugas saya hanya melayani kebutuhan Nyonya Rose."

"Aku gaji kamu berkali lipat. Gimana?" 

Kinan tersenyum. "Maaf, Tuan ... saya seorang perawat, bukan tukang pijit."

Shaka cukup terkejut mendengar keberanian Kinan menolak perintah darinya. Namun, hal itu membuatnya semakin penasaran dengan gadis itu.

"Kamu berani menolak perintahku?"

 

"Maaf, Tuan. Bukan begitu. Tapi, perintah Tuan Muda di luar pekerjaan saya." Shaka memandangi Kinan dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Tubuh ramping gadis itu masih terbalut seragam berwarna abu-abu. Otak Shaka mulai berkelana dan pandangan matanya menembus ke balik kain yang menutupi lekuk tubuh Kinan.

"Permisi." Kinan memberi hormat pada Shaka dengan membungkukkan badan, lalu meninggalkan pemuda itu.

 

Sejujurnya, Kinan sedikit khawatir menolak perintah dari Shaka. Dia takut pemuda itu marah dan akan melakukan sesuatu yang membahayakan pekerjaannya. Namun, ia juga tidak bisa menuruti kemauan Shaka.

Dia perawat di rumah itu dan dia bekerja untuk Nyonya Rose, bukan tukang pijit pemuda itu, meskipun Shaka adalah cucu majikannya.

 

Entah kenapa setelah penolakan itu, Kinan merasa Shaka selalu mencari kesempatan untuk mengganggu dirinya.

Suatu malam, saat Kinan bersiap-siap untuk merebahkan diri di ranjang, tiba-tiba Atun menggedor kamarnya dengan keras dan memanggil-manggil namanya. Kinan yang terkejut segera melompat dari atas ranjang dan segera membuka pintu.

"Ada apa, Tun?" tanya Kinan panik. Pasalnya, wajah Atun terlihat cemas.

 

"Anu, Mbak. Tuan Shaka marah-marah."

"Terus? Ngapain kamu nemuin aku?"

 

"Itu ... tadi Tuan Shaka pulang, kayaknya mabuk, Mbak. Terus minta dibuatkan makanan."

"Ya udah, tinggal dibuatin, Tun."

"Masalahnya, Mbak ... Tuan Shaka maunya Mbak Kinan yang bikinin."

"Hah!?" Kinan terkejut. Apalagi ini? Sejak kapan tugasnya memasak? Bahkan tugas membuatkan makanan untuk Nyonya Rose saja sudah ditangani oleh Bi Imah.

 

"Sungguh, Mbak. Tadi, Bi Imah sudah menawarkan untuk membuatkan makanan buat Tuan Shaka. Eh, malah Tuan Shaka marah-marah dan minta Mbak Kinan datang ke kamarnya sekarang juga."

"Datang ke kamarnya?" tanya Kinan tak percaya.

"Iya, Mbak, sekarang, Mbak. Kalau enggak, aku sama Bi Imah bakalan dipecat."

Kinan menggeleng. Sungguh pria itu memang berbuat seenaknya sendiri. Tapi mau bagaimana lagi, dari pada Bi Imah dan Atun benar-benar dipecat, sebaiknya dia menuruti kemauan Tuan Muda Shaka, meskipun dia harus selalu waspada. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status