Apakah dia punya alasan untuk menolak semua nya saat ini?.
"Aku rasa tidak?," batin Safna.menikah dengan paman Callister? laki-laki dewasa yang usianya bahkan 10 tahun lebih tua di atas nya. Entahlah dia juga lupa, sepertinya benar 10 tahun mungkin lebih jarak usia mereka. Paman Callister, seperti itu dia memanggil nya dulu. Laki-laki tersebut sangat tidak ramah tamah, senyuman nya sangat mahal bahkan laki-laki tersebut pernah menatap nya dengan tatapan yang sangat dingin juga tidak bersahabat.Dan Safna pikir kapan terakhir kali dia bertemu dengan laki-laki tersebut? dia apakah mungkin lupa pada wajah laki-laki itu? karena pada masa itu Safna pernah baru saja meluluskan masa SMA nya dan saat itu laki-laki tersebut masuk pada fase matang dengan wajah tampannya, dan kini Safna pikir apakah wajah itu mungkin sudah menua seiring berjalannya waktu. Jika diingat-ingat artinya usia laki-laki tersebut bisa jadi berkisar diantara 34-36 tahunan."Hah, gila!," Safna menghela berat nafas nya, dia menggelengkan kepalanya dengan cepat.Dia pikir dia benar-benar akan menghabiskan masa muda nya dengan laki-laki tua, kisah jatuh cinta pada pandangan pertama di masa SMP dan SMA sudah bukan hal yang aneh, semua orang pasti mengalami nya. Murid jatuh cinta pada gurunya, gadis berseragam putih biru jatuh cinta dengan kenek angkot langganan nya, itu hanya kebodohan di usia muda karena baru mengenal cinta, tapi saat dewasa dan matang dia pikir dia pasti sudah gila mau menikahi laki-laki tua.Di bagian sebelah ruangan sana bisa Safna dengan suara pembawa acara mulai membuka suara nya dan mengucapkan kata bismillahirrahmanirrahim. Safna duduk dengan perasaan kacau balau menghadap kearah para anggota keluarga perempuan sedangkan anggota keluarga laki-laki di seberang sana."Mereka akan memulai acara nya, Safna," suara bibi nya berbisik dibalik telinga Safna, dia menoleh dan menatap wanita tersebut untuk beberapa waktu.Mama Roger mendekati Safna, masih merasa begitu bersalah pada dirinya."Maafkan mama," ucap wanita paruh baya lebih tersebut sembari meraih tangan nya,dia menggenggam erat telapak tangan Safna dengan tatapan berkaca-kaca.Safna jelas saja ikut menatap wanita tersebut dengan tatapan berkaca-kaca, harapannya untuk menjadi menantu dari keluarga Roger pada akhirnya hanya mimpi belaka."Ini bukan salah mama," dia menjawab ucapan wanita tersebut dengan cepat sembari menggelengkan kepalanya, tidak merasa jika ini adalah kesalahan wanita itu namun ini murni adalah kesalahan Roger.Dia pikir entah apa yang harus dilakukan Roger kepada Luna atau apa yang telah dilakukan Luna kepada Roger, yang jelas alasan mereka lari dan Roger meninggalkan dirinya di hari penikahan karena kehamilan Luna, setidaknya laki-laki itu merupakan laki-laki yang cukup bertanggung jawab atas perbuatan dosanya sendiri.Tidak melibatkan dirinya dalam skandal dosa yang telah diperbuat oleh kedua orang tersebut.Meskipun sebenarnya dia marah dan kecewa, setidaknya Roger bukan seperti laki-laki kebanyakan nya, masih mementingkan ego, menikah dengan gadis pilihan dan meninggalkan selingkuhan nya bahkan dengan kejam membiarkan selingkuh menggugurkan kandungan nya. Setidaknya laki-laki tersebut tidak se' brengsek itu, dan dia cukup lega mendapat kenyataan seperti itu.Dan keheningan terjadi di antara mereka, hingga akhirnya di ujung sana mulai bisa Safna dengan bagaimana suara seseorang terdengar memecah keadaan."Saya terima nikahnya..........,"Dan seketika Safna menegang, dia menatap lurus kedepan, mencoba mendengarkan dengan seksama suara yang barusan menggema dan memecah keadaan.Itu suara paman Callister, dia ingat betul suara tersebut. Safna menggenggam erat kedua telapak tangan nya, seketika dia merasa jantungnya tidak baik-baik saja, bola mata Safna terlihat berkaca-kaca dan entahlah bagaimana menjabarkan tentang perasaannya saat ini dia tidak tahu."Dengan mas kawin dibayar, tunai."Seketika Safna merasa tiap gerakan jarum jam berhenti bergerak, suara orang-orang seolah-olah menghilang begitu saja, keramaian terasa menjadi sunyi dan dia merasa berada di tempat yang tidak berpenghuni."Sah?,""Sah,""Sah,""Sah."Air mata gadis tersebut tumpah, saat kata sah menggema dibalik telinga nya. Dan nyatanya pernikahan seperti ini tidak pernah masuk kedalam jurnal juga rencana kehidupan indahnyaEntah apa yang akan terjadi setelah hari ini dia tidak pernah tahu, apakah penikahan ini akan berjalan baik-baik saja, penuh sandiwara atau drama air mata. Apakah laki-laki itu mencintai nya, apakah Safna mampu mencintai laki-laki tersebut pada akhirnya. Atau apakah mungkin Roger kembali bahkan ada masa lalu yang lainnya yang akan kembali dan menarik mereka dari pernikahan tanpa rencana.******Setelah kata sah disematkan seketika air mata Safna tumpah, sungguh tidak menyangka jika dia akan menikah dengan laki-laki yang berbeda, bukan laki-laki yang berpacaran dengannya selama ini dan ternyata laki-laki itu adalah paman dari calon suaminya sendiri.Tidak ada sedikitpun firasa yang dirasakan oleh gadis tersebut sebelumnya dan bahkan stafnya tidak pernah berpikir jika pernikahan ini pada akhirnya akan ditukar.Mama nya memeluk Safna dengan air mata berlinangan, bisa Safna rasakan tubuh wanita hampir paruh baya tersebut bergetar memeluk dirinya. Dia tidak tahu apa yang dipikirkan oleh wanita tersebut saat ini namun tidak diapungkiri jika mamanya mungkin merasa cukup kecewa dengan keadaan namun juga merasa cukup bahagia."Jodoh itu takdir bukan, ma?," dan Safna bertanya pada mamanya sembari berusaha mengembangkan senyumannya.Yah bukankah jodoh itu takdir.Jodoh juga termasuk takdir mubram. Selama apapun seseorang menjalin hubungan. Jika memang bukan takdirnya, pasti aka nada saja alasan tidak jadi ke jenjang pernikahan. Bahkan, seseorang yang sudah menikah sekalipun, bisa saja mereka tidak berjodoh sampai maut tiba.Maka, jodoh sebenarnya bukanlah pilihan, melainkan takdir yang telah tercatat dengan jelas dan tegas di Lauhul Mahfudz. Hal ini sesuai dengan perkataan Rasulullah dalam riwayat berikut ini. Beliau bersabda: “Allah telah mencatat ketentuan-ketentuan ciptaan-Nya 50.000 tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi.” (HR. Muslim dan Tirmidzi)Hal tersebut kemudian ditegaskan dalam surat Ar-Rum ayat 21. Allah berfirman,“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”Mama Safna menganggukkan kepalanya dengan perlahan, menyeka air matanya dan menjawab."He em, jodoh adalah takdir,""Dan bolehkah aku tidak naik ke panggung ma? aku butuh waktu untuk menenangkan diri," Safna bertanya pada mamanya dengan pandangan berkaca-kaca."Callister harus kembali ke perusahaan karena ada hal mendadak yang harus dia lakukan," dan belum sempat nyonya Reka menjawab permintaan dari putrinya suara seseorang menyuruh masuk, berbisik ke arah mereka berdua secara tiba-tiba.Kakak sepupu nya Dita bicara dengan cepat dalam perasaan cemas.Safna terlihat diam, melirik kearah mana nya untuk beberapa waktu."Itu bukan masalah, orang tua yang akan naik ke panggung dan melepaskan tamu untuk pulang," sungguh sabar nyonya Reka menjawab ucapan putri keponakan nya tersebut."Bawa Safna ke kamar hotel pengantin, dia butuh istirahat untuk menenangkan perasaan nya," dan wanita tersebut memberikan perintah kepada keponakan nya itu untuk membawa Safna pergi dari sana.Dita terlihat patuh, menganggukkan kepalanya tanda mengerti, meraih telapak tangan sepupunya dan membawa nya untuk beranjak pergi dari sana secepatnya.*******Kamar hotel xxxxxxxxx,Keesokan paginya,pusat kota.Lucu bukan? setelah menikah kami tidak bertemu hingga keesokan pagi nya, jadi sebenarnya pernikahan seperti apa yang kami jalankan berdua ya Allah?.Safna terjaga dari tidurnya dengan sedikit tersentak saat dia merasakan sesuatu menyentuh lembut permukaan kulit nya, dia langsung membuka bola matanya cepat dan menatap ke area sekitarnya sehingga pada akhirnya gadis tersebut berpikir mungkin dia sedang berhalusinasi jika seseorang menyentuh kulitnya lembut.Gadis itu diam untuk beberapa waktu, mencoba membiarkan mata terbiasa dengan pencahayaan yang ada, kemudian melirik kearah sisi ranjang bagian kiri dan kanan, melihat tidak ada siapapun yang ada di sana. Kemudian bola matanya menatap ke arah kamar mandi, dan pintu kamar mandi terbuka dengan sempurna.Paman Callister memang tidak pulang semalaman.Safna menghela pelan nafasnya, membiarkan pandangan nya berpaling dan menata kearah kaca jendela yang ada di sisi kiri dia berbaring saat ini. Sudah waktunya subuh, dia memang tidak mendengar adzan subuh berkumandang, di tengah sesaknya kota besar di antara bangunan megah yang menjulang tinggi menembus cakrawala, adzan akan sangat sulit terdengar di pusat sibuk nya ibu kota. Tapi feeling seorang umat yang terbiasa melaksanakan kewajiban 5 waktu selalu begitu kuat, mereka rata-rata tahu kapan harus terjaga dan bergerak untuk menunaikan kewajiban kepada Allah SWT.Gadis tersebut beringsut dari posisi nya, memilih duduk sejenak di tepian kasur kemudian bergerak melangkah menuju ke arah kamar mandi secara perlahan.Tidak butuh waktu lama hingga akhirnya dia menyelesaikan sesi membersihkan dirinya, hingga Safna pada akhirnya keluar dari kamar mandi masih menggunakan pakaian tidur nya. Kini melangkah pelan menuju kearah dalam kamar, mencari handphone nya dan mencoba untuk menyalakan benda pipih yang dimatikan nya sejak kemarin.Begitu benda pipih tersebut dinyalakan, tebak ada berapa banyak panggilan dan pesan masuk yang berhamburan memenuhi handphone nya? luar biasa, subhanallah. Safna berniat meletakkan dan mengabaikan handphone nya, tidak peduli dengan apa yang ada di dalam sana tapi tiba-tiba satu nomor baru mengganggu dirinya. Dimana terdapat banyak sekali pesan yang dikirim dan masuk ke W******p, pesan kotak masuk juga panggilan tidak terjawab."Eh, tunggu dulu?," Safna mengernyitkan keningnya untuk beberapa waktu, mencoba untuk membuka pesan beruntun yang dikirim untuk dirinya."Hah?," Safna menutup mulut dengan cepat saat dia membaca barisan pesan W******p yang ada didepannya saat ini.Gadis tersebut membulatkan bola matanya, secepat kilat menoleh kearah pintu masuk dan dia langsung secepat kilat berhamburan lari kearah depan dan bergerak membuka pintu kamar hotel tersebut dengan perasaan tidak baik-baik saja.Begitu Safna membuka pintu depan bola matanya langsung mencari keberadaan seseorang,. dia tampak panik mencoba menatap ke arah sisi kiri dan kanannya, pandangan nya penuh kebingungan diliputi kesunyian dalam keadaan sebab ini jelas masih cukup pagi karena itu wajar saja di dalam tiap lorong hotel tidak didapati satu penghuni pun yang hilir mudik. Dan sayangnya juga Safna tidak melihat siapapun yang ada di luar pintu kamar nya.Gadis tersebut kembali menatap handphonenya, mencoba membaca kembali beberapa pesan yang masuk ke handphone nya dengan seksama, berusaha tidak gegabah dan memperhatikan baik-baik pesan yang masuk juga jam terkirim nya.22.40."Assalamu'alaikum, apakah kamu tidur? aku didepan, aku tidak membawa kartu akses kamar, sedikit memalukan untuk mengambil kartu cadangan nya di meja resepsionis,"23.10."Mungkin aku akan menunggu beberapa waktu hingga kamu mengaktifkan handphone kamu,"23.55."Sepertinya kamu benar-benar lelah,"01.20."Aku masih berharap kamu bangun,"02.
Subuh pertama berjalan begitu lembut, syahdu mendayu, membuat Safna berpikir apakah dia tengah tengelam ke alam mimpi nya sejak kemarin dan belum terjaga saking nyenyak nya."Assalamu ʿalaikum waraḥmatullah," dan tanpa dirasa paman Callister sudah menutup salam pada akhir sholat.Didetik berikutnya Callister berbalik, selayaknya dia yang selalu memberikan salam pada mama dan papanya, Safna mencoba meraih telapak tangan Callister saat laki-laki tersebut menatap nya, dengan agak bingung dia menyalami punggung tangan kokoh tersebut dan mencium nya.Subhanallah, bukankah subuh pertama begitu indah?.Safna baru saja hendak menaikkan kepalanya, tiba-tiba saja paman Callister berkata."Mari pulang kerumah pagi ini." kalimat itu jelas adalah ajakan tapi sebenarnya mutlak tidak bisa di tolak sebab mereka sudah sah menjadi suami dan istri tapi bukankah sangat indah dan sopan sekali saat pasangan lebih dulu menanyakan ketersediaan, agar kesan nya tidak memaksa.Safna terlihat diam, menatap laki-
Kediaman utama Callister,kamar tidur utama.Bolehkah Safna merasa lega? malam ini tidak terjadi apapun di antara mereka."Syukurlah," Safna menghela nafasnya, dia mengulum senyuman dan memejamkan sejenak bola matanya.Setidaknya dia lega, paman Callister belum meminta dua menunaikan kewajiban nya dan itu cukup membuat dia lega. Padahal semalaman cukup membuat nya panik dan tegang, tapi laki-laki tersebut penuh dengan pengertian setelah membersihkan diri, paman Callister berkata dia harus menyelesaikan pekerjaan nya di ruangan sebelah, katanya ada urusan perusahaan yang harus dia lakukan. Lama, sangat lama hingga akhirnya Safna mulai tenggelam ke alam mimpinya. Dan dia terbangun saat merasa seseorang naik ke atas kasur, ternyata laki-laki tersebut baru menyelesaikan pekerjaan nya di pukul 2 lebih dini hari. Setelah itu naik ke atas kasur dan tidur.Dan pagi ini laki-laki tersebut bangun, mengajaknya sholat berjamaah kemudian bersiap-siap untuk pergi bekerja. Jadi fix, tidak terjadi ap
Baiklah Safna tidak ingin peduli dengan siapa perempuan tersebut, dia pikir itu bukan urusan nya, lebih baik menghabiskan makanan nya dan mengabaikan dua orang tersebut.Dia pikir ah sudahlah, pernikahan dia dan paman Callister juga belum tentu panjang itu pikir nya, nama nya juga pernikahan dadakan tanpa perencanaan, jadi dia pikir apa yang diharapkan dari pernikahan mereka.Pada akhirnya Safna berusaha untuk meneruskan menikmati makan paginya di mana dia mengabaikan kedua orang tersebut yang kini bergerak menjauhi dirinya. tidak terlalu penting bagi dirinya untuk mengetahui tentang perempuan tersebut dan pembicaraannya dengan paman Callister.Gadis itu menikmati makan paginya secara perlahan, cukup lama dia berada di meja makan, menyantap makanan miliknya secara perlahan hingga pada akhir waktu tersebut berjalan dan tiba-tiba saja paman Callister sudah kembali berada di ruangan makan tersebut dan memilih untuk duduk tepat dihadapan Safna.Begitu laki-laki tersebut kembali duduk di h
Entahlah Safna tidak bisa mengekspresikan perasaan nya saat ini, hanya saja melihat wajah Roger menorehkan sebuah luka di hati nya. Ini bukan lagi tentang cinta, tapi ini tentang perasaan yang telah di lukai dan di khianati oleh laki-laki yang begitu dia cintai sebelumnya.Dia mencintai Roger dengan caranya sendiri, memiliki mimpi yang begitu indah dan manis bersama laki-laki tersebut sebelumnya tapi pengkhianatan yang dilakukan Roger jelas tidak main-main, apalagi ketika tahu laki-laki tersebut bermain bersama sahabat baiknya bahkan hingga hamil. Ini kali pertama bola mata Safna berkaca-kaca menatap laki-laki yang di cintai nya selama bertahun-tahun ini."Aku sedang menahan seluruh kemarahan dan emosi ku, berharap kita bertemu kembali di kala luka yang kamu torehkan sudah tertutup dan tidak menganga hebat, tapi aku cukup terkejut hanya dalam beberapa hari kamu kembali datang dengan tidak tahu malu dan mencoba membuat kekacauan untuk kebahagiaan yang sebenarnya belum jelas setelah men
Kediaman utama Callister,Kamar.Malam ini Safna memilih diam tanpa mengeluarkan sedikit pun suaranya, dia fokus pada pekerjaan nya membuat beberapa sketsa gaun pesanan beberapa pelanggan miliknya. Itu adalah pekerjaan Safna, seorang desainer di toko kecil nya sendiri, mendesain gaun pernikahan impian semua orang tapi lucunya dia tidak mampu benar-benar mendesain gaun pernikahan nya sendiri.Di hari sakral nya dia tidak menggunakan gaun impian nya sendiri, kala itu Roger yang memilih gaun pernikahan mereka, berkata dia pantas di ratukan di hari pernikahan. Mempercayai semua nya pada bagian wedding organizer pilihan keluarga Roger sendiri. Tapi lihatlah apa yang terjadi? pengkhianatan benar-benar menjadi harga sepadan dalam balutan gaun pernikahan yang dipersembahkan untuk dirinya."Hari sudah cukup larut," dan suara Callister mengejutkan Safna, membuat gadis tersebut langsung mendongakkan kepalanya.Bola mata mereka bertemu, dimana Callister berdiri dihadapan Safna hanya menggunakan h
Safna menatap wajah paman Callister sejenak, dimana laki-laki tersebut sempat melirik kearah dirinya untuk beberapa waktu. Dia mengerutkan keningnya, seolah-olah berpikir apakah ini soal malam pertama?.Bukankah ini terlalu dini? bahkan dia belum benar-benar bisa menggantikan posisi Roger menjadi Callister di hatinya. Lalu katakan pada nya apakah semua harus berjalan secepat itu dan begitu tergesa-gesa."No, jangan berpikir sejauh itu," tiba-tiba saja paman Callister langsung bicara dengan cepat, seolah-olah tahu kemana jalan pikiran Safna saat ini."Maksudku mari mengambil liburan bulan madu, oh sial aku tidak pandai merangkai kata-kata yang tepat, maksud ku kita mengambil waktu liburan, saling mengenal antara satu dengan yang lainnya, mungkin kita butuh bicara, berbagi, bercerita soal banyak hal didalam liburan kita nanti, dan ini bukan soal malam pertama." Callister bicara dengan cepat.Safna bisa melihat gurat sedikit panik di balik wajah Callister, laki-laki tersebut seperti nya
"Anak-anak yang mana?," Callister masih berusaha bertanya seolah-olah mencoba menyakinkan atas pertanyaan Safna.Safna tidak tahu apakah paman Callister pura-pura atau memang tidak memahami apa maksudnya. Padahal menurutnya kata anak-anak sudah sangat jelas untuk mempertanyakan semuanya dan Callister bisa menjelaskan semua keraguannya."Di pesan yang tidak sengaja aku baca, anak-anak yang dititipkan dengan gadis bernama Kayla." Perlu tekat dan keberanian kuat juga besar untuk berani mempertanyakan hal tersebut secara langsung dan gamblang pada sosok laki-laki dewasa dihadapan nya tersebut.Mungkin soal perempuan yang membuat keriuhan di pagi itu tidak terlalu menjadi masalah untuk Safna sebab dia pikir perempuan itu mungkin tidak terlalu penting yang menjadi penghalang, buktinya setelah datang perempuan itu tidak terlihat mencoba membuat keributan dengan dirinya. Tapi anak-anak bisa menjadi masalah besar untuk mereka saat ini, besok dan suatu hari nanti."Aku tidak ingin mempertanyaka