Jason berbalik dan melihat sang adik, tatapan itu sejak dulu, sama sekali tidak pernah berubah. Selalu saja sinis ketika sedang memandangnya.
"Aku datang karena ada sesuatu yang ingin kulihat," Jason menjawabnya dengan santai, seakan dia tidak melihat rasa tidak suka Eric padanya.
Kedua mata Eric menyipit, maksud sang kakak, dia sama sekali tidak mengerti. "Apa maksudmu?"
Ketika dia masuk ke dalam rumah setelah meninggalkan Anna, Eric langsung mendapatkan panggilan untuk segera datang ke perusahaan. Tetapi dia enggan untuk bertemu dengan istrinya, karena yakin Anna masih berada di sana, akhirnya dia memutuskan untuk keluar melewati pintu yang lain.
Namun, setelah sampai di garasi, dia malah bertemu dengan Jason, kakak tiri yang sangat membenci dirinya. Mendapatkan tamu yang tidak diundang, seketika membuat Eric merasa kesal. Dia sudah membayar mahal tim keamanan untuk mengamankan rumahnya, tetapi orang ini malah bisa masuk dengan mudah.
Eric melirik ke arah Liam, "Siapa yang membiarkannya masuk ke rumahku?"
"Maaf, Tuan. Dia adalah kakak Anda, Tuan Jason. Jadi-"
"Apakah dengan begitu kalian bisa memasukkan semua orang tanpa seizinku?!" Suara teriakan Eric membuat ucapan Liam terhenti, Jason pun ikut tersentak mendengarnya. Tetapi dia dengan cepat bisa mengendalikan diri dan hanya tersenyum melihat Eric yang begitu kesal padanya. Jason seperti sudah sangat terbiasa dengan sikap Eric yang kasar.
"Maaf, Tuan. Saya akan memberitahu tim keamanan," Liam sedikit membungkukkan tubuh kemudian pergi dari sana untuk melaksanakan tugasnya.
Jason terkekeh mendengarnya, dia memiringkan kepala sembari terus menatap Eric dengan senyum yang tersemai di wajah. Seperti dia sama sekali tidak peduli dengan kemarahan Eric atas kehadirannya, seakan dia menikmati pemandangan di depannya.
Tak berapa lama, Liam kembali dengan dua orang pria bertubuh besar. Melihat kedua pria itu, sontak membuat tawa Jason menggelegar. Sementara asistennya langsung menciut, tubuhnya memang tidak bergerak, tetapi wajahnya memunculkan ekspresi ketakutan.
"Tidak perlu menyuruh orang untuk mengusirku, lagipula tujuanku sudah selesai di sini. Aku hanya ingin mampir dan melihat adikku yang sudah lama tidak pulang ke rumah orang tuanya."
Eric hanya bergeming, wajahnya datar tetapi orang-orang yang ada di sana sangat tahu bahwa dia sedang marah. Sudah menjadi rahasia umum di antara para pegawai bahwa atasan mereka tidak begitu akur dengan Jason.
Jason menyeringai, menatap Eric dengan bahagia, dia seperti telah mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Setelah beberapa saat barulah dia pergi dari sana meninggalkan Eric dengan kepala penuh dengan tanda tanya.
"Periksa apa yang sudah dilakukannya di sini. Jangan sampai dia bertemu dengan Anna," perintah Eric kemudian langsung masuk ke dalam mobil.
Sementgara itu, Anna yang sudah berada di kamarnya langsung membuka laptop dan mujlai mencari kebenaran atas kasus kematian sang ayah. Namun, dia sama sekali tidak menumpai apapun di sana.
Waktu berlalu dengan cepat hingga tidak terasa langit malam sudah mulai mengisi angkasa. Anna melihat kamarnya yang gelap langsung bangkit dari ranjang dan menyalakan lampu kamar. Di saat itu perutnya baru memunculkan sebuah bunyi tanda lapar.
Anna melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam, pantas saja langit sudah gelap. Terakhir kali dia memasukkan makanan ke dalam perut adalah tadi pagi, wajar jika perutnya berbunyi karena lapar.
Anna memereskan pekerkaannya, ternyata hari ini dia bekerja tanpa hasil. Tidak ada hal apapun yang dia temui sebagai petunjuk mengungkap kebenaran. Anna menghela napas, lebih baik sekarang dia mencari sesuatu untuk di makan.
Baru saja dia membuka pintu kamar, seketika dia dikejutkan dengan kehadiran Hellen di sana. Wanita itu tersenyumk melihat Anna dan sedikit membungkuk, menghormatinya.
"Selamat malam, Nyonya. Saya datang karena ingin mengabarkan makan malam sudah siap. Anda ingin makan di meja makan atau di kamar seperti tadi pagi?" Hellen dengan ramah bertanya.
Tanpa pikir panjang, Anna menjawab, "Aku makan di meja makan saja."
Setelah mendengar jawabn Anna, Hellen segera menuntunnya turun ke lantai satu tempat dimana ruang makan berada. Ini adalah kal;i pertama dia menemui ruangan lain selain kamarnya di rumah ini. Karena sejak dia tiba semalam dan tadi pagi, dia hanya berdiam diri di kamar.
Interior rumah ini sangat minimalis dengan hanya menggunakan warna putih dan abu-abu saja, sedikit warna hitam mungkin supaya lebih berwarna. Anna juga baru menyadari bahwa kebanyakan pintu di sana menggunakan pintu kaca. Beberapa dinding di cat polos dengan warna putih atau abu-abu, tetapi di sisi dinding lainnya juga terdapat motif garis-garis hitam dan putih atau perpaduan antara warna putih, abu-abu serta hitam.
Rumah ini benar-benar sangat minimalis tetapi terlihat sangat luas. Di setiap sudut ternyata terdapat sebuah pot dengan tanaman daun yang lebar. Ada juga beberapa seperti daun pohon kelapa.
Ketika hendak memasuki ruang makan, Hellen membawa Anna ke sebuah taman indoor yang di sisi kirinya terdapat sebuah kolam ikan. Di depannya juga terdapat sebuah gazebo dan tidak jauh dari sana terdapat sebuah bangku lengkap dengan meja. Cocok untuk bersantai sembari meminum secangkir teh ataupun kopi. Mungkin di lain waktu Anna juga bisa bersantai di tempat ini.
Ketika berada di tengah taman indoor tersebut, reflek Anna menengadah dan melihat langit-langit malam. Seketika dia terperanglah karena banyaknya bintang yang bertaburan. Gadis itu bagai tersihir dengan keindahan yang tersaji. Membuat dia tanpa sadar menghentikan langkah kaki.
Hellen menyadari bahwa Anna tidak mengikuti, dia berbalik dan melihat gadis itu malam berdiam diri sembari terus menatap langit.
"Nona, ke sebelah sini," ucap Hellen, menyadarkan Anna.
Anna melihat Hellen sudah menunggu, dia mengangguk kemudian kembali melangkah memasuki ruang makan. Ketika di ruang makan, dia melihat begitu banyak makanan di atasnya. Seketika Anna teringat dengan sosok Eric yang belum pernah dia lihat.
"Maaf, tapi kenapa banyak sekali makanan? Apakah ada orang yang ikut makan bersama denganku?"
Dalam hati Anna merasa berdebar, dia merasa belum siap untuk bertemu dengan suaminya. Entah sampai kapan, yang jelas untuk sekarang dia tidak mau bertatap muka.
"Tadi Tuan Eric berkata bahwa dia akan makan malam di rumah. Mungkin saat ini sedang dalam perjalanan pulang."
Tepat ketika kalimat terakhir diucapkan Hellen, suara langkah kaki terdengar di telinga Anna. Otomatis kepalanya menoleh ke arah dia tadi tiba. Melihat ke taman yang sebelumnya dia kagumi.
Keningnya berkerut ketika Anna teringat dengan rumor sang suami yang tidak sempurna. Jika suaminya seperti yang dirumorkan, kenapa malah terdengar langkah kaki? Bukankah seharusnya menggunakan kursi roda atau alat bantu penopang tubuh?
BERSAMBUNG~~
"Hellen, kemana tuanmu itu?" Dia bertanya pada Hellen, tetapi wanita itu tidak menjawab pertanyaannya. Anna terus melihat ke arah taman tetapi tidak ada seorangpun di sana yang datang. Keadaan semakin aneh ketika langkah kaki yang tiba-tiba berhenti di belakangnya. Anna berbalik dan seketika kedua matanya terbelalak.Eric melihat ke belakang Anna tetapi dia tidak menjumpai siapapun di sana. Kemudian dia melihat Anna dan berkata, "Apa yang sedang kau lihat di sana?"Anna melihat sekeliling dan tidak menjumpai Hellen di sana. Kapan wanita itu pergi? pikirnya.Sementara Hellen tentu saja dia sudah pergi setelah diinterupsi oleh tuannya. Dia diperintahkan untuk langsung pergi ketika Eric telah sampai di rumah.Anna menggelengkan kepala, "Hanya saja tadi kukira dia akan datang. Tapi ternyata bukan."Eric mengikuti arah pandang Anna dan tidak melihat siapapun di sana. "Siapa yang sedang kau tunggu?"Anna mengabaikannya, dia terdiam beberapa saat sebelum akhirnya kembali berkata, "Apa yang
Ditanya seperti itu seketika Anna tergugup. Dia beberapa kali mengerjapkan kelopak mata dengan cepat. Seketika lidahnya terasa kelu, Anna seakan tidak bisa memikirkan jawaban yang pas atas pertanyaan pria itu. "Kenapa? Kau tidak bisa menjawabnya? Atau kau membual perkara bisa mengenali suamimu?" Eric mencibir, gadis ini begitu berani dan sekarang malah tidak memiliki nyali."Ti-tidak! Hanya saja ...," Anna berpikir sejenak kemudian, "Lagipula ... untuk apa aku menjawab pertanyaanmu itu? Sudahlah! Lebih baik aku pergi saja daripada terus meladenimu yang tidak jelas!" Setelah mengatakan itu, Anna langsung pergi meninggalkan Eric yang tersenyum puas. Gadis ini, suatu saat dia akan membuatnya menyesal karena telah berani bersikap tidak sopan padanya. Keesokan paginya, Anna sudah bersiap dengan perlengkapannya. Dia merasa tidak mendapatkan apapun padahal sudah seharian penuh bekerja di depan laptopnya. Jadi, dia berniat untuk datang ke perusahaan. Setidaknya dia harus mencoba sehingga t
Sekretaris diusir seperti itu, dia menjadi terkejut. Anna yang merupakan gadis penurut seakan telah menghilang setelah menjadi istri seorang konglomerat.Kedua tangannya terkepal dengan arah di samping kanan dan kirinya, sekertaris sama sekali tidak gentar hanya dengan perubahan semalam. Wajah dan kedua matanya sudah merah akibat amarah. Sekretaris masih tidak melihat perubahan yang berarti di diri Anna. "Kau pikir, aku takut padamu?" Sekertaris sangat berani membentak balik. Baginya hanya Agatha dan Clarissa saja yang menjadi atasannya. Anna melihat bawa sekeras apapun dia mencoba, maka hasilnya akan percuma. Tetapi dia tidak akan menyerah hanya karena tidak diperbolehkan masuk ke ruang direktur utama. Anna melangkah mundur, sedikit menjauhi sekretaris, tetapi sebenarnya dia tidak benar-benar mundur, hanya sedang menunggu waktu yang tepat. "Kalau begitu," Anna mengeluarkan sebuah map berwarna coklat dan memberikannya pada sekertaris. "Berikan map itu pada ibuku."Sekertaris ragu-
Anna sangat sedih dengan kehadiran wanita itu yang tiba-tiba datang ke tempatnya biasa bertemu dengan Carlos. Tetapi perasaan yang paling besar adalah keterkejutan karena mendengar panggilan wanita itu pada pria di depannya. Anna melihat Carlos yang tersenyum cerah dan langsung berdiri menyambutnya. Bukan hanya itu, kedua tangannya terentang seakan siap untuk memeluk wanita itu dari kejauhan. Mereka akhirnya saling berpelukan dan di depan mata Anna, keduanya saling menempelkan bibir, berciuman singkat. Reflek Anna langsung memalingkan wajah ke arah jendela, dan seketika hatinya terasa nyeri, seperti ada luka sayat di sana. Setelah mereka saling bertegur sapa, keduanya melihat Anna dan langsung tersenyum malu. Carlos menarik kursi di sebelahnya untuk sang wanita. "Hai, Anna! Bagaimana kabarmu? Kudengar dari Carlos, sudah seminggu ini kau tiba-tiba menghilang, apakah kau baik-baik saja?" Wanita itu menyapanya. Anna memaksakan senyumnya, dalam hati dia berharap kedua orang itu tid
"Ternyata pria itu," Eric mengembalikan tab kepada Liam. Pikirannya sangat dalam, bayangan wajah Anna yang sangat berani padanya, tiba-tiba muncul. Dia tidak menyangka bahwa gadis seperti Anna, memiliki seorang pria lain dalam hatinya. "Kelinci kecil ini, begitu berani tapi ternyata memiliki sebuah rahasia kecil.""Ya, Tuan?" Suara Eric sangat kecil, hingga Liam tidak mendengarnya dengan jelas.Eric menggelengkan kepala, kemudian berkata, "Hari ini, dia kemana saja?"Liam tahu tanpa harus diberitahu siapa yang dimaksud oleh tuannya. Dia langsung menjelaskan, "Nyonya muda hanya pergi perusahaannya lalu bertemu dengan pria dan wanita tadi di sebuah cafe. Kemudian seperti yang kita lihat tadi, nyonya muda pergi ke Royal Crown bersama mereka untuk makan siang."Mendapati tuannya hanya diam saja, Liam melihat wajah Eric dan seperti biasa, dia tidak bisa membaca pikiran. Dia sangat penasaran, hal apa yang sedang dipikirkan oleh tuannya, jadi bertanya, "Apa Anda ingin pergi menyusul mereka?
Kening Eric berkerut bingung, tidak tahu apa yang terjadi pada sang istri, tetapi sudah jam segini, gadis itu malah belum kembali. Mengingat bahwa tadi siang dia telah melihatnya di restoran, pikirannya langsung memikirkan Anna yang sedang bersenang-senang dengan pria pujaannya. Hal itu tanpa dia sadari telah membuatnya tidak nyaman. Suasana hati Eric juga saat ini sedang tidak bagus, menelpon Anna tetapi malah langsung mendapatkan teriakan dari gadis itu, jadi langsung membalasnya dengan amarah yang menggebu, "Aku mengganggumu? Kau pikir aku mengganggumu? Kaulah yang menggangguku!"Napas Eric sangat cepat, wanita inilah yang telah mengganggu pikirannya. Membuat dia yang sengaja pulang cepat demi bisa makan malam di rumah dengan tenang, malah menjadi tidak nyaman sebab dia yang tak kunjung pulang. Sekarang malah berkata bahwa dia telah mengganggunya? Gadis ini ingin menguji kesabarannya rupanya. Eric dengan emosi, kembali bertanya, "Kau dimana? Kenapa kau belum pulang?" Dari sebr
Kening Eric berkerut tidak senang, "Untuk apa dia ke sana?"Tanpa menunggu jawaban Liam, Eric segera bergegas masuk ke dalam mobil. Liam juga tidak banyak bertanya, dia langsung masuk ke dalam mobil dan menjadi penunjuk jalan untuk tuannya. Ketika dalam perjalanan, ponsel Eric berbunyi, pertanda ada sebuah pesan singkat masuk. Tanpa membuka, Eric langsung tahu bahwa itu merupakan pesan dari Liam yang memberitahukan dimana keberadaan Anna sekarang. Setengah jam sebelumnya, Anna menunggu dengan sabar angkutan umum yang mungkin akan lewat. Dia sudah tidak bisa berharap bahwa bus akan datang karena ini sudah melewati jadwalnya beroperasi. Anna menghela napas, dia berpikir tidak akan bisa pulang malam ini. Lagipula, dia memang tidak ingin pulang sekarang. Hatinya sedang tidak baik, jadi setelah pergulatan panjang dalam benaknya, Anna segera pergi menuju sebuah penginapan yang telah dia cari di internet sebelumnya.Namun, ketika sampai, ternyata penginapan yang dimaksud oleh internet itu
Anna terdiam mendengarnya, pertanyaan yang diajukan oleh pria ini, tentulah sebuah pertanyaan retorik. Dia tidak perlu menjawab karena semua jawabannya terlihat dengan jelas. Anna sama sekali tidak menginginkan pernikahan ini, dia menikah dengan Eric hanya karena dorongan dari sang ibu. Selain itu, hatinya kini sudah terisi oleh pria lain meski cintanya sudah bertepuk sebelah tangan, dia tidak tahu apakah bisa membuka hati untuk suaminya itu. Anna menghela napas, melihat Eric yang masih menatapnya dalam diam, lalu berkata, "Katakan pada tuanmu, saat ini aku hanya ingin sendiri. Besok pasti aku akan kembali. Aku tidak akan kabur dari pernikahan ini."Eric tidak langsung menjawabnya, pria itu hanya bergeming di tempatnya berdiri, menatap Anna tanpa ekspresi. Tidak tahu apa yang dipikirkan olehnya, Anna juga tidak terlalu peduli. "Jika kau sudah selesai, silakan pergi dari kamarku. Sudah malam dan aku ingin beristirahat," Anna berucap sembari berjalan menuju pintu kamarnya. Mempersila