"Hellen, kemana tuanmu itu?" Dia bertanya pada Hellen, tetapi wanita itu tidak menjawab pertanyaannya.
Anna terus melihat ke arah taman tetapi tidak ada seorangpun di sana yang datang. Keadaan semakin aneh ketika langkah kaki yang tiba-tiba berhenti di belakangnya. Anna berbalik dan seketika kedua matanya terbelalak.
Eric melihat ke belakang Anna tetapi dia tidak menjumpai siapapun di sana. Kemudian dia melihat Anna dan berkata, "Apa yang sedang kau lihat di sana?"
Anna melihat sekeliling dan tidak menjumpai Hellen di sana. Kapan wanita itu pergi? pikirnya.
Sementara Hellen tentu saja dia sudah pergi setelah diinterupsi oleh tuannya. Dia diperintahkan untuk langsung pergi ketika Eric telah sampai di rumah.
Anna menggelengkan kepala, "Hanya saja tadi kukira dia akan datang. Tapi ternyata bukan."
Eric mengikuti arah pandang Anna dan tidak melihat siapapun di sana. "Siapa yang sedang kau tunggu?"
Anna mengabaikannya, dia terdiam beberapa saat sebelum akhirnya kembali berkata, "Apa yang kau lakukan di sini? Kupikir semua pekerja sudah pulang."
"Para pekerja di sini tidak pulang. Tapi mereka tinggal di rumah belakang," Eric menjawabnya dengan lugas.
Anna mengangguk paham, "Lalu kenapa kau masih di sini?"
"Kenapa aku harus pergi?"
Anna terdiam beberapa saat, kemudian menganggukkan kepala, "Mungkin kau baru saja selesai dari pekerjaanmu, ya. Pantas saja."
Anna berjalan melewati Eric kemudian mengambil tempat duduk di meja makan. Dia mulai menyantap makanannya seakan Eric tidak terlihat.
Eric sangat kesal dengan sikap Anna, gadis ini tidak memiliki sopan santun terhadapnya. Beberapa kali gadis ini seperti mengabaikan pertanyaannya. Bahkan dia sama sekali tidak takut. Sejak tadi pagi, istrinya ini selalu memperlakukannya seperti pesuruh.
"Hei!"
"Hei katamu?"
Anna tidak peduli, "Dimana tuanmu itu? Apakah dia tidak pulang? Kudengar dari Hellen, dia akan pulang lebih awal untuk makan malam."
Diabaikan berkali-kali, Eric menjadi tidak senang. Dia melangkah ke samping Anna dan bertolak pinggang, "Kau memanggilku 'Hei' dan sekarang mengabaikanku?"
Anna menelan makanan di mulutnya kemudian mendongak untuk melihat Eric, "Lalu, haruskah kupanggil kau 'anak mafia' saja?"
Setelah mengatakan hal itu, Anna kembali memfokuskan dirinya pada makanan yang ada di meja makan. Dia melihat banyak makanan yang sangat enak, satu persatu dicoba olehnya dan tidak ada yang terlewat sama sekali untuk dimasukkan ke dalam mulutnya. Anna bersyukur karena pelayan sudah menyiapkan banyak makanan.
Sementara Eric sangat geram dengan sikap Anna yang seperti menganggap dia sebangsa hantu yang tidak bisa dilihat dan diajak berkomunikasi.
"Beraninya kau menyebutku seperti itu. Sepertinya kamu memang tidak kenal takut padaku, ya!"
"Kau sendiri yang menolak untuk memberitahukan namamu padaku." Anna kembali melihat ke arahnya. Dia menatap balik Eric tanpa rasa takut lalu berkata, "Aku 'kan sudah bilang tadi pagi, jika kau tidak mau kupanggil anak mafia, kau mau kupanggil pesuruh saja, ya."
Mendengar hal itu, tentu saja langsung membuat Eric naik pitam. Setelah tadi bertemu dengan Jason, hari ini lumayan melelahkan baginya di perusahaan. Tetapi ketika lihatlah sampai di rumah, malah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari istrinya.
"Hei, pesuruh! Dimana tuanmu?" Anna bertanya lagi.
Eric menghela napas. Gadis ini benar-benar tidak kenal takut. Begitu berani bersikap tidak sopan padanya.
Tidak mendengar jawaban apapun dari Eric, Anna menghentikan kegiatannya sejenak. Dia mendongak dan melihat pria itu menatapnya kesal. Anna berkata dengan tidak peduli, "Dimana tuanmu?"
Eric membiarkan panggilan itu berlalu, dia menatap Anna sejenak kemudian menjawab, "Sudah tidur."
"Oh," Anna menganggukkan kepalanya, dia kembali melanjutkan makan malamnya dengan bersemangat.
Anna makan dengan lahap hingga hampir setengah makanan di meja dia makan, barulah dia menghentikan kegiatannya. Di saat itu, perutnya sudah terasa penuh, Anna mulai merasa kenyang setelah sebelumnya begitu kelaparan.
Dia melihat makanan yang sangat banyak meski dia juga sudah memakannya. Seketika hembusan napas lelah keluar dari mulutnya, "Kenapa sepertinya makanan-makanan ini malah semakin bertambah?"
Eric melihat wajah lesu Anna, gadis ini awalnya begitu bersemangat melihat makanan, dia makan dengan rakus seakan tidak akan makan untuk beberapa bulan setelahnya.
"Karena itu, ada seorang ahli kesehatan yang pernah berkata, 'Makan sebelum lapar, berhenti sebelum kenyang,' tapi kau malah memakan semua yang ada di depanmu seakan kau tidak akan makan lagi beberapa bulan kemudian."
Eric melihat Anna dengan tatapan cemooh, "Dasar rakus!"
Bibir Anna maju beberapa senti, dia langsung bangun dan menatapnya dengan tajam. "Kau mengataiku rakus?!"
Eric tidak peduli dengan dia yang marah, tanpa menjawab, dia langsung saja mengambil tempat duduknya. Mulai mengambil makanan untuk dirinya sendiri.
Anna melihatnya, pria ini seperti membalas dendam dengan mengabaikannya. Tetapi Anna juga sudah kekenyangan. Dia mulai kehabisan tenaga untuk berdebat.
Eric makan secara perlahan, Anna juga sudah selesai makan. Dia lalu membereskan sisa makanannya. Ketika Anna hendak kembali ke kamar, dia melihat Eric dengan terheran.
Pria itu, kenapa dengan santai duduk di meja makan dimana ada dia yang merupakan istri dari bosnya? Apakah dia memang terbiasa seperti ini? Makan dengan Eric sehingga memperlakukan dia juga sama?
Anna berpikir mungkin para pekerja di sini juga sudah terbiasa makan di meja makan bersama dengan majikannya. Jadi dia memilih untuk tidak mempermasalahkan.
Selama ini ketika di rumah bersama dengan Clarissa dan ibunya, dia juga selalu dikesampingkan. Makan bersama dengan Bu Kim yang merupakan asisten rumah tangga mereka.
Setelah beberapa saat berpikir, Anna kembali bertanya, "Pak, siapa namamu?"
"Kau tidak perlu tahu namaku," Eric menjawabnya dengan ketus. Mengambil gelasnya yang berisi air kemudian meminum hingga habis.
Anna semakin kesal mendengarnya, "Aku serius, Pak. Jangan buat aku semakin kesal padamu! Kau tidak takut kuadukan pada suamiku? Aku bisa membuatnya memecatmu!"
Mendengar namanya disinggung, Eric merasa tertarik. Dia menghentikan sejenak kegiatannya kemudian membalas tatapan Anna.
"Memangnya kau pernah melihat suamimu?" Eric bertanya dengan nada mencemooh. Seperti tidak percaya dengan perkataan Anna.
Anna kembali tersulut, pria ini meremehkan dirinya ternyata.
"Kau pikir?" Anna memutar kedua bola matanya. Dia mendesis, detik selanjutnya dia berkata dengan penuh percaya diri, "Eric adalah suamiku. Tidak mungkin aku tidak pernah melihatnya! Meski kami tidak tidur satu kamar, tapi jelas aku bisa mengenalinya karena dia adalah suamiku!"
Eric meletakkan alat makannya, tatapan matanya sangat tajam menatap ke arah Anna. Gadis itu bahkan sampai takut jika pria di depannya ini tahu bahwa dia sedang berbohong.
Namun, jiwa yang tidak ingin kalah kembali menyembul. Anna berdeham, dia menegakkan punggungnya, berbalik menatap Eric tanpa rasa takut.
"Kenapa?" Anna bertanya seakan keberanian dalam dirinya masih seratus persen.
"Jika kamu pernah melihat wajah suamimu, maka ceritakan padaku bagaimana rupa dan penampilannya."
BERSAMBUNG~~
Ditanya seperti itu seketika Anna tergugup. Dia beberapa kali mengerjapkan kelopak mata dengan cepat. Seketika lidahnya terasa kelu, Anna seakan tidak bisa memikirkan jawaban yang pas atas pertanyaan pria itu. "Kenapa? Kau tidak bisa menjawabnya? Atau kau membual perkara bisa mengenali suamimu?" Eric mencibir, gadis ini begitu berani dan sekarang malah tidak memiliki nyali."Ti-tidak! Hanya saja ...," Anna berpikir sejenak kemudian, "Lagipula ... untuk apa aku menjawab pertanyaanmu itu? Sudahlah! Lebih baik aku pergi saja daripada terus meladenimu yang tidak jelas!" Setelah mengatakan itu, Anna langsung pergi meninggalkan Eric yang tersenyum puas. Gadis ini, suatu saat dia akan membuatnya menyesal karena telah berani bersikap tidak sopan padanya. Keesokan paginya, Anna sudah bersiap dengan perlengkapannya. Dia merasa tidak mendapatkan apapun padahal sudah seharian penuh bekerja di depan laptopnya. Jadi, dia berniat untuk datang ke perusahaan. Setidaknya dia harus mencoba sehingga t
Sekretaris diusir seperti itu, dia menjadi terkejut. Anna yang merupakan gadis penurut seakan telah menghilang setelah menjadi istri seorang konglomerat.Kedua tangannya terkepal dengan arah di samping kanan dan kirinya, sekertaris sama sekali tidak gentar hanya dengan perubahan semalam. Wajah dan kedua matanya sudah merah akibat amarah. Sekretaris masih tidak melihat perubahan yang berarti di diri Anna. "Kau pikir, aku takut padamu?" Sekertaris sangat berani membentak balik. Baginya hanya Agatha dan Clarissa saja yang menjadi atasannya. Anna melihat bawa sekeras apapun dia mencoba, maka hasilnya akan percuma. Tetapi dia tidak akan menyerah hanya karena tidak diperbolehkan masuk ke ruang direktur utama. Anna melangkah mundur, sedikit menjauhi sekretaris, tetapi sebenarnya dia tidak benar-benar mundur, hanya sedang menunggu waktu yang tepat. "Kalau begitu," Anna mengeluarkan sebuah map berwarna coklat dan memberikannya pada sekertaris. "Berikan map itu pada ibuku."Sekertaris ragu-
Anna sangat sedih dengan kehadiran wanita itu yang tiba-tiba datang ke tempatnya biasa bertemu dengan Carlos. Tetapi perasaan yang paling besar adalah keterkejutan karena mendengar panggilan wanita itu pada pria di depannya. Anna melihat Carlos yang tersenyum cerah dan langsung berdiri menyambutnya. Bukan hanya itu, kedua tangannya terentang seakan siap untuk memeluk wanita itu dari kejauhan. Mereka akhirnya saling berpelukan dan di depan mata Anna, keduanya saling menempelkan bibir, berciuman singkat. Reflek Anna langsung memalingkan wajah ke arah jendela, dan seketika hatinya terasa nyeri, seperti ada luka sayat di sana. Setelah mereka saling bertegur sapa, keduanya melihat Anna dan langsung tersenyum malu. Carlos menarik kursi di sebelahnya untuk sang wanita. "Hai, Anna! Bagaimana kabarmu? Kudengar dari Carlos, sudah seminggu ini kau tiba-tiba menghilang, apakah kau baik-baik saja?" Wanita itu menyapanya. Anna memaksakan senyumnya, dalam hati dia berharap kedua orang itu tid
"Ternyata pria itu," Eric mengembalikan tab kepada Liam. Pikirannya sangat dalam, bayangan wajah Anna yang sangat berani padanya, tiba-tiba muncul. Dia tidak menyangka bahwa gadis seperti Anna, memiliki seorang pria lain dalam hatinya. "Kelinci kecil ini, begitu berani tapi ternyata memiliki sebuah rahasia kecil.""Ya, Tuan?" Suara Eric sangat kecil, hingga Liam tidak mendengarnya dengan jelas.Eric menggelengkan kepala, kemudian berkata, "Hari ini, dia kemana saja?"Liam tahu tanpa harus diberitahu siapa yang dimaksud oleh tuannya. Dia langsung menjelaskan, "Nyonya muda hanya pergi perusahaannya lalu bertemu dengan pria dan wanita tadi di sebuah cafe. Kemudian seperti yang kita lihat tadi, nyonya muda pergi ke Royal Crown bersama mereka untuk makan siang."Mendapati tuannya hanya diam saja, Liam melihat wajah Eric dan seperti biasa, dia tidak bisa membaca pikiran. Dia sangat penasaran, hal apa yang sedang dipikirkan oleh tuannya, jadi bertanya, "Apa Anda ingin pergi menyusul mereka?
Kening Eric berkerut bingung, tidak tahu apa yang terjadi pada sang istri, tetapi sudah jam segini, gadis itu malah belum kembali. Mengingat bahwa tadi siang dia telah melihatnya di restoran, pikirannya langsung memikirkan Anna yang sedang bersenang-senang dengan pria pujaannya. Hal itu tanpa dia sadari telah membuatnya tidak nyaman. Suasana hati Eric juga saat ini sedang tidak bagus, menelpon Anna tetapi malah langsung mendapatkan teriakan dari gadis itu, jadi langsung membalasnya dengan amarah yang menggebu, "Aku mengganggumu? Kau pikir aku mengganggumu? Kaulah yang menggangguku!"Napas Eric sangat cepat, wanita inilah yang telah mengganggu pikirannya. Membuat dia yang sengaja pulang cepat demi bisa makan malam di rumah dengan tenang, malah menjadi tidak nyaman sebab dia yang tak kunjung pulang. Sekarang malah berkata bahwa dia telah mengganggunya? Gadis ini ingin menguji kesabarannya rupanya. Eric dengan emosi, kembali bertanya, "Kau dimana? Kenapa kau belum pulang?" Dari sebr
Kening Eric berkerut tidak senang, "Untuk apa dia ke sana?"Tanpa menunggu jawaban Liam, Eric segera bergegas masuk ke dalam mobil. Liam juga tidak banyak bertanya, dia langsung masuk ke dalam mobil dan menjadi penunjuk jalan untuk tuannya. Ketika dalam perjalanan, ponsel Eric berbunyi, pertanda ada sebuah pesan singkat masuk. Tanpa membuka, Eric langsung tahu bahwa itu merupakan pesan dari Liam yang memberitahukan dimana keberadaan Anna sekarang. Setengah jam sebelumnya, Anna menunggu dengan sabar angkutan umum yang mungkin akan lewat. Dia sudah tidak bisa berharap bahwa bus akan datang karena ini sudah melewati jadwalnya beroperasi. Anna menghela napas, dia berpikir tidak akan bisa pulang malam ini. Lagipula, dia memang tidak ingin pulang sekarang. Hatinya sedang tidak baik, jadi setelah pergulatan panjang dalam benaknya, Anna segera pergi menuju sebuah penginapan yang telah dia cari di internet sebelumnya.Namun, ketika sampai, ternyata penginapan yang dimaksud oleh internet itu
Anna terdiam mendengarnya, pertanyaan yang diajukan oleh pria ini, tentulah sebuah pertanyaan retorik. Dia tidak perlu menjawab karena semua jawabannya terlihat dengan jelas. Anna sama sekali tidak menginginkan pernikahan ini, dia menikah dengan Eric hanya karena dorongan dari sang ibu. Selain itu, hatinya kini sudah terisi oleh pria lain meski cintanya sudah bertepuk sebelah tangan, dia tidak tahu apakah bisa membuka hati untuk suaminya itu. Anna menghela napas, melihat Eric yang masih menatapnya dalam diam, lalu berkata, "Katakan pada tuanmu, saat ini aku hanya ingin sendiri. Besok pasti aku akan kembali. Aku tidak akan kabur dari pernikahan ini."Eric tidak langsung menjawabnya, pria itu hanya bergeming di tempatnya berdiri, menatap Anna tanpa ekspresi. Tidak tahu apa yang dipikirkan olehnya, Anna juga tidak terlalu peduli. "Jika kau sudah selesai, silakan pergi dari kamarku. Sudah malam dan aku ingin beristirahat," Anna berucap sembari berjalan menuju pintu kamarnya. Mempersila
Hari sudah siang dan para pengunjung pantai sudah mulai berdatangan, Anna juga harus segera kembali dan berganti pakaian. Terlepas dari apa yang terjadi sekarang, Anna harus mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya pada sang ayah. Anna masuk ke dalam rumah dan melihat Hellen sudah berdiri menyambutnya. Dia hanya mengangguk singkat sebagai balasan sapaan wanita itu kemudian langsung masuk ke kamarnya. Tidak butuh waktu yang lama untuknya bersiap, Anna langsung turun dari kamarnya dan berjalan menuju pintu rumah. Namun, tiba-tiba namanya dipanggil, Anna menoleh dan melihat Hellen menghampirinya. "Maaf, nyonya. Makan siang sudah siap, apakah Anda—""Tidak. Hari ini aku tidak makan di rumah," Anna kembali berbalik tetapi Hellen juga kembali memanggil.Anna menghela napas, dia dengan malas bertanya, "Ada apa? Aku mungkin tidak akan makan malam di rumah. Jadi tidak perlu menyiapkan makan malam."Hellen tersenyum, dia masih melakukan tugasnya dengan baik, lalu berkata, "Tidak, saya hanya