Shi Jiu melangkah kembali ke ruang tunggu. Di sana ia disambut oleh Pan, remaja itu berseru girang, mengucapkan selamat. Kali ini tidak ada raut datar di wajah Jiu maupun tatapan waspada. Hatinya sedang senang karena berhasil menguji kemampuan sekaligus memenangkan pertandingan. “Terima kasih, setelah ini giliran kamu, bukan? Semangat!” balasnya menyemangati. “Kau tidak mau menonton pertandingan ku?” pertanyaan tiba-tiba itu mengejutkan Shi Jiu. Tidak ada televisi seperti di dunia Jiu. Sehingga para partisipan tidak ada yang bisa melihat jalannya pertandingan selain dari bangku penonton. Mereka mengetahui nama pemenang dari suara keras sang pembawa acara. Sama seperti pertandingan sebelumnya, Jiu pastinya tidak akan menonton pertandingan Pan. “Peserta dilarang pergi dari ruang tunggu sampai acara selesai, kau tahu itu, Pan.” Jiu mengingatkan. Pemuda itu mengangkat bahu, menyeringai licik. “Itu kalau kita ketahuan,” bisiknya. Belum sempat Jiu bertanya maksudnya, Pan sudah menarikn
Malam hari selepas acara pertandingan hari pertama. Disalah satu ruangan milik Kuil Kuda Putih. Sedang diadakannya rapat untuk membahas kemampuan para peserta. Ada sekitar lima orang, umur mereka rata-rata 45-60 tahun. Mereka membahas peserta-peserta unggulan dengan semangat. Sambil menunggu orang penting yang menjadi pelopor diadakannya pertandingan akbar ini.Suara pintu dibuka sontak membuat lima orang di dalam berdiri. Mereka menyambut kedatangan pria tua berusia tujuh puluh tahun, berambut dan berjenggot putih. Dia masuk dengan tenang, dari tubuhnya terpancar kharisma seorang pemimpin. Semua orang memperlakukannya penuh hormat. ia duduk di ujung meja yang diperuntukan bagi mereka yang berstatus paling tinggi. “Selamat malam wahai saudara-saudaraku,” Shi Kang menyapa ramah. “Aku percaya bahwa ini pertama kalinya setelah sepuluh tahun melangsungkan pertandingan akbar. Kita kedatangan bintang jatuh yang luar biasa. Tidak hanya satu, melainkan tiga sekaligus. Tentu ini merupakan sua
Kuil Kuda Putih hari ini juga ramai dipenuhi orang-orang yang ingin menonton. Pertandingan Seni Bela Diri ke-10 hari ke-2 semakin panas suasananya. Beberapa sudah membentuk kelompok untuk mendukung pilihan dan jagoan mereka. Shenlong, Huanglong dan Long Wang melihat keramaian di depan mata. Beberapa orang menawarkan barang dagangan berupa pernak-pernik menggambarkan tiap peserta yang akan bertanding hari ini. “Poster Shi Jiu si Pendekar Wanita hanya 5 yuan!” seru pedagang di arah kanan. Tangannya membentangkan banner landscape berukuran 234 x 60 dengan lukisan wajah Shi Jiu. Ia juga menjajakan kipas lipat bagi penonton agar tidak kepanasan. Di sebelah pedagang itu, ada penjual yang tidak mau kalah. Ia menyuruh temannya untuk masing-masing memegang ujung spanduk. Ukurannya lebih lebar dari penjual poster Shi Jiu. Wajah yang terpampang di sana adalah remaja laki-laki berambut abu-abu, Pan. Penjual itu berpose dengan dua tangan terbuka lebar memperlihatkan spanduk Pan. “Poster besar u
Pertandingan pertama di hari kedua dimulai. Dua orang pemuda turun ke arena sebagai perwakilan dari sekte masing-masing. Usia mereka sembilan belas tahun dengan perawakan sama tinggi. Setelah pembawa acara mundur dan partisipan memberi salam, maka dimulailah putaran pertama. Pemuda berbaju hitam menyerang pertama, melakukan teknik pedang kasar, serta serangan bertubi-tubi. Lawannya berseragam biru bertahan selama hampir satu menit sebelum ia balas menyerang. Teknik berpedangnya lebih halus dari pada pemuda berbaju hitam. Ia juga mengeluarkan teknik andalannya, “Gerakan ke-13 … Amukan Pedang Baja!”Para penonton berseru semangat melihat teknik dari pemuda berbaju biru. Ia berhasil menjatuhkan lawan dengan kemampuan luar biasa. Pembawa acara mengangkat tangan, menyatakan pertandingan telah usai. Pertandingan berikutnya, seorang gadis berusia delapan belas tahun melawan pemuda sembilan belas tahun. Gadis cantik berambut panjang dengan seragam putih. Penonton berseru memberi semangat pa
Danau Gang yang terletak tidak jauh dari Kota Wuzhishan memiliki bentuk seperti bulan sabit. Memiliki luas perairan 300 kilometer persegi dan masuk ke dalam daftar danau terbesar. Selain itu Danau Gang menjadi titik temu bagi dua puluh arus aliran sungai yang bermuara ke laut. Meskipun hampir ratusan kilometer di sekitarnya dilanda kekeringan parah akibat amukan naga Panlong. Danau Gang adalah pengecualian, dikarenakan disana tempat bersemayamnya salah satu dari sembilan naga. Menurut urutan dari yang termuda, Panlong berada di urutan ke tiga. Dia lebih tua dari Huanglong sementara Long Wang adalah naga terakhir. Meski begitu, naga air dari Danau Gang lebih suka mengambil wujud remaja laki-laki berusia belasan tahun. Tidak jarang pula menyamar sebagai anak umur sepuluh tahun. Meski begitu, kebijaksanaan dan cara pandang serta kemampuannya tentu lebih tinggi. Sebelum terjadinya bencana besar, warga Kota Wuzhishan sering mengunjungi Danau Gang bersama keluarga. Mereka menjadikan temp
“Apa yang dilakukan bocah ini?”Seorang pria tua menendang kaki kecil seorang anak lusuh yang berdiri diam di tengah jalan. Para pejalan kaki hanya memandang sesaat, tidak peduli, lantas melanjutkan langkah menyusuri jalan. Malam di desa paling kumuh dalam kekuasaan Dinasti Zhou sangat dingin. Sebagian rakyatnya berusaha hidup dengan perut lapar. Termasuk anak kecil yang kini tidak kunjung bangun setelah ditendang pria tua tadi.“Ma-maka ta-tampaklah… suatu tanda.” Bibir kering dan pucat itu bersuara lirih, mata hitamnya nampak kosong tanpa cahaya kehidupan. “Besar… di langit, seorang perempuan–”‘–Berselubung matahari, dengan bulan dibawah kakinya dan sebuah mahkota dari sembilan bintang di atas kepalanya.’“Maka tampaklah suatu tanda besar di langit. Seorang perempuan berselubung matahari, dengan bulan dibawah kakinya dan sebuah mahkota dari sembilan bintang di atas kepalanya!”Orang-orang sekitar sontak menatap anak lusuh itu. Bocah yang belum genap sepuluh tahun, dengan badan kuru
“Jiu….”Sekelebat bayangan hilang-timbul bersama gemuruh ombak memekakan telinga. Butiran pasir terasa kasar dan nyata di bawah kaki. Namun embusan angin serasa fatamorgana. Gumpalan awan sehitam arang, kilatan petir bagai amukan dewa Zeus. Dan seorang pemuda bermata emas, menatapnya lekat-lekat.“Jiu…, kami me–”Suaranya kembali hilang, tertelan keheningan diikuti bising panjang seperti ketukan nada tinggi. Gadis itu mengulurkan tangan, mencoba meraih sosok yang mulai menjauh. Jauh dan semakin jauh, bagai tertelan kegelapan tanpa ujung.“Tunggu!!” Jiu berseru keras dan terbangun dari tidurnya.Keringat dingin sebesar biji jagung, jatuh perlahan dari pelipis yang basah. Jantungnya berdebar, bersama deru nafas bergemuruh. Jiu menarik nafas panjang sebelum beranjak duduk dari tidurnya. Gadis itu mengusap kasar wajahnya sebelum melihat jam digital di atas nakas.Pukul tiga pagi.“Ck, lagi-lagi bangun jam segini.” Merasa tidak bisa tidur kembali, dia memutuskan bangun dan pergi ke dapur u
“Hei, keluarkan aku! KE-LU-AR-KAN AKU! Kalian dengar, tidak?!” Jiu tanpa lelah berulang kali berteriak di dalam jeruji kayu.Sudah hampir dua jam dia dikurung, tanpa tahu alasannya. Mendekam di dalam penjara yang terletak di bawah tanah, cahaya samar dari satu-satunya obor menjadi penerang. Terkadang embusan angin dari ventilasi alami membuat bulu kuduk Jiu meremang, Terlebih bau kayu lapuk bercampur bangkai hewan membuat perutnya bergejolak.“Sial betul nasibku!” sungutnya lalu menendang kurungan kayu dan berakhir mengaduh pelan sambil memegang kaki.Suara kunci dibuka terdengar nyaring, membuat rasa sakit di kaki hilang seketika. Jiu menatap seorang perempuan muda berjalan ke arahnya. Gadis itu memakai pakaian berwarna hitam, dengan garis merah tua. Dia membawa satu set pakaian ganti.“Ini pakailah, sangat tidak enak melihatmu berkeliaran dengan pakaian dalam dan basah.”“Pakaian dalam?” Jiu terdiam sejenak, tidak mengerti sebelum melihat pakaiannya sendiri lalu menunjuk diri dengan