Share

Calon Ayah Mertua

“Addison?” tanya Calista pada pria yang tiba-tiba membawanya ke mobil hitam yang cukup mewah. Pria itu bersetelan jas rapi seperti seorang pekerja kantoran.

“Darimana kamu tahu namaku?” tanya Addison balik bertanya.

Addison tidak pernah memberitahukan namanya pada Calista. Bahkan di catatan yang ia tinggalkan untuknya pun, Addison hanya menyebut dirinya sebagai penyelamat.

“Dari kakak tampan yang mencegatku pergi dari hotel tadi. Dia bilang kalian berteman.”

“Oh, Aiden,” ucap Addison paham.

“Makasih udah nyelamatin aku kemarin om, tapi maaf, aku sedang terburu-buru sekarang.”

Calista tidak peduli menyebut Addison dengan panggilan om. Addison terlihat cukup tua. Umur mereka pasti terpaut cukup jauh

“Kau menyebut Aiden dengan panggilan kakak, sedangkan menyebutku dengan panggilan om?” Mata elang Addison menatap tajam ke arah Calista.

“Habisnya om terlihat cukup tua. Umur kita pasti beda jauh kan.” Calista hanya berkata jujur tentang apa yang dipikirkannya.

“Lalu kenapa kau memanggil Aiden kakak tampan? Kami kan seumuran. Apakah aku tidak terlihat cukup tampan di matamu?”

Addison tidak terima Calista memanggilnya om, sedangkan Aiden kakak tampan.

“Cukup om, aku tidak punya waktu untuk mendengarkan omong kosong om saat ini. Aku harus pergi dari sini sekarang.

Bukannya Calista tidak tau terima kasih kepada orang yang menyelamatkannya kemarin. Hanya saja jika ia tidak segera pergi dari sini sekarang, ia benar-benar akan terlambat pergi ke sekolah.

“Kamu terlambat berangkat ke sekolah ya,” tebak Addison melihat Calista yang terburu-buru.

“Darimana om tahu aku masih anak sekolahan.”

“Tentu saja aku tahu. Aku tidak akan mudah tertipu dengan bocil nakal yang berani-beraninya masuk ke bar sendirian sepertimu.”

Addison sedikit menyinggung tentang sikap Calista yang sangat ceroboh. Masuk ke bar sendirian tanpa tahu konsekuensi apa yang bisa ia dapatkan di sana nantinya.

“Berisik om. Om bukan siapa-siapa aku, tapi tetap saja terima kasih telah menolongku. Walaupun itu tidak berarti apa-apa bagiku.” Calista membuka pintu mobil Addison hendak keluar dari sana.

Addison bisa melilhat kesedihan di matanya ketika mengatakan hal itu. Ia menjadi sedikit merasa bersalah pada Calista. Ia tidak bermaksud mengklaim Calista sebagai gadis nakal.

“Tunggu, jangan pergi dulu. Biarkan aku mengantarmu hari ini.”

“Maafkan aku, jika aku telah menyinggungmu.” Addison meraih tangan Calista, menahannya agar tidak pergi begitu saja.

“Hahaha, santai saja om. Tidak perlu merasa tidak enak seperti itu padaku. Aku bisa pergi sendiri. Tidak usah repot-repot mengantarku.”

Addison tidak ingin menyerah begitu saja walaupun Calista telah menolaknya. Meski langkahnya untuk mendekati Calista terlihat sedikit agresif, ia tetap akan melakukan apapun untuk mencapai tujuannya.

“Tidak apa. Akan lebih cepat jika aku mengantarmu sampai ke sekolah dengan mobilku ini, ketimbang menunggu taksi yang tidak tahu kapan akan datangnya itu.

“Kamu tidak ingin terlambat sekolah bukan?”

Addison berusaha meyakinkan Calista agar mau diantarkan oleh dirinya. Ia hanya ingin bersama dengan Calista sedikit lebih lama lagi.

Addison juga merasa aneh, padahal ia tidak pernah suka dengan wanita-wanita yang selama ini mendekatinya. Bisa-bisanya ia jatuh cinta pada seorang bocil labil seperti Calista.

“Apa yang bisa membuatku yakin dengan kebaikan om itu. Gimana kalau kenyataannya om adalah orang jahat yang berencana menculikku.” Calista menatap ngeri ke arah Addison.

Addison memegang kepala Calista dengan gemas. “Jika aku memang berniat jahat padamu, kamu akan menemukanku tidur di sampingmu ketika bangun tadi pagi.” Ia mengacak-acak rambut Calista sampai berantakan.

“Ihh, om kok gitu sih,” ucap Calista yang tidak terima rambutnya diberantakan.

“Yaudah deh, karena udah kepepet juga. Aku akan percaya sama om buat kali ini aja.”

Calista akhirnya menerima niat baik Addison meskipun harus terpaksa. Addison merasa cukup senang mendengar hal itu.

“Tapi om jangan coba macam-macam sama aku. Gini-gini, aku pernah menang juara 1 lomba karate tingkat nasional om. Kalau om macam-macam aku smackdown aja nanti.”

Ancaman Calista tidak terdengar menakutkan sama sekali bagi Addison. Calista malah terlihat lucu dengan mulut kecilnya yang selalu mengoceh itu.

“Lakukan apapun sesukamu,” ucap Addison sembari tertawa lepas.

Calista melihat ke arah Addison yang tertawa lepas. Ternyata Addison terlihat cukup menawan jika tertawa seperti itu.

Calista tidak tahu kenapa ia begitu mudah merasa percaya pada Addison. Padahal ia cukup sulit dekat dengan seseorang yang baru. Addison yang tampak familer baginya, membuat Calista nyaman berinteraksi begitu saja.

 “Om, dengan kecepatan penuh yaa,” pinta Calista setelah memberitahu alamat rumahnya.

“Pakai sabuk pengamanmu dengan baik dulu kalau gitu.”

“Baik om.” Calista memasang sabuk pengamannya dengan baik.

Mereka pun meluncur dengan kecepatan yang cukup tinggi ke rumah Calista. Addison juga berjanji untuk mengantarkan Calista ke sekolah agar ia tidak terlambat sama sekali. Namun,ia harus mampir ke rumahnya terlebih dahulu untuk mandi dan berganti pakaian sekolah.

Untung saja orang tuanya jarang berada di rumah. Calista tidak perlu khawatir ditanya kenapa tidak pulang kemarin. Bahkan ia yakin, orang tuanya tetap tidak akan peduli juga jika tahu.

Berkat kemampuan Addison kebut-kebutan di jalan, mereka bisa sampai di rumah Calista dalam dua puluh menit saja. Calista segera masuk ke rumah untuk bersiap-siap. Ia menyuruh Addison untuk menunggu di ruang tamu terlebih dahulu.

“Silahkan di minum, Den.” Seorang pembantu Calista datang menghidangkan secangkir teh pada Addison yang duduk di sofa ruang tamu.

“Terimakasih bi.” Addison menyeruput tehnya tanpa basa basi.

Awalnya Addison hanya ingin menunggu di mobil saja selama Calista bersiap. Tapi Calista memaksanya untuk menunggu di ruang tamu. Ia merasa tidak enak kepada Addison jika tidak menjamunya dengan baik walaupun sebentar saja.

Addison memperhatinya sekeliling rumah Calista. Tidak lama setelah itu, seorang pria paruh baya dengan setelan jasnya yang rapi memasuki rumah itu. Ansell Hadley, ayah dari Calista.

Addison telah mengetahui sedikit tentang Ansell Hadley karena telah mencari berbagai informasi tentangnya. Sebelum perusahaan mereka melakukan kerja sama.

Ansell heran mendapati kedatangan Addison di rumahnya secara tidak terduga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status