Share

Tunangan Kecil CEO Muda
Tunangan Kecil CEO Muda
Penulis: Evelyn Crystal

My Sweet Seventeen

“Aku mau pindah sekolah,” ucap Calista setelah mengumpulkan banyak keberanian di dalam dirinya.

Makan malam keluarga Hadley langsung terusik dengan suara Calista dan kata-katanya yang tidak masuk akal. Ayahnya langsung menatapnya tajam dan menusuk karena telah mengganggu ketenangannya.

“Kenapa?” tanya ayah Calista dengan suara yang dingin.

Seketika keberanian Calista langsung menciut. Namun, ia tidak boleh menyerah begitu saja. Bagaimanapun caranya Calista ingin pindah dari sekolah yang terkutuk itu.

Calista sudah tidak berani lagi menatap ke arah kedua orangtuanya. “Seorang guru melecehkanku,” ucapnya dengan suara yang pelan. Tidak ada suara lantang itu lagi.

Kening Ansell Orlando Hadley langsung berkerut mendengar hal itu. Namun, tidak ada rasa khawatir sama sekali yang tergambar di wajahnya. Padahal putri tunggalnya baru saja mengatakan kalau ia dilecehkan oleh seseorang.

“Dilecehkan?” tanya Ansell dingin.

“Iya, Yah.” Calista semakin tertunduk mendengar suara ayahnya yang dingin.

“Tidak sampai diperkosa bukan?” tanya Ansell dengan nada yang cukup ragu.

“Tidak, tapi…” ucap Calista terpotong.

“Kalau begitu bertahan saja disana.” Ansell langsung memotong ucapan Calista. “Kau juga sudah kelas tiga SMA. Waktumu hanya tinggal satu tahun lagi untuk berada di sana.”

Calista memang sudah menduga hal ini akan terjadi dan ia telah menyiapkan mentalnya untuk kemungkinan buruk seperti itu. Namun, setelah mendengarnya secara langsung tetap saja terasa menyakitkan.

“Ayah sama sekali tidak peduli Calista dilecehkan?” Calista mulai memberanikan diri menatap mata ayahnya.

“Kau sudah beranjak dewasa Calista. Jangan jadi anak cengeng dan manja lagi.” Ansell sama sekali tidak peduli dengan apa yang terjadi pada Calista.

“Dunia orang dewasa bahkan lebih mengerikan daripada yang pernah kau bayangkan.” Ansell tidak bersimpati sama sekali pada anak perempuan satu-satunya itu.

“Baguslah kau mulai belajar dari sekarang.” Ansell mengakhiri ucapannya dengan kata-kata yang sangat menusuk bagi Calista.

“Ha ha ha, lucu sekali. Kata-kata ayah sangat menghiburku.” Calista tertawa frustasi mendengar nasehat yang tidak masuk akal dari ayahnya.

Calista yang biasanya segan dan merasa takut pada ayahnya sudah tidak bisa berpikir dengan jernih lagi. Kata-kata ayahnya yang menusuk itu membuat Calista berani menjawab dengan respon yang tidak masuk akal.

“Terimakasih, telah memberi pelajaran hidup yang sangat berharga bagiku.” Calista menatap tajam mata ayahnya menyiratkan sebuah kebencian di sana.

Calista berdiri dan hendak beranjak pergi ke kamarnya. Ia merasa tidak tahan jika harus berlama-lama ada di sini.

“Tunggu.” Ayah Calista menahan tangannya yang sudah bersiap untuk pergi dari sana.

“Apa lagi?” tanya Calista pada ayahnya tanpa sopan santun sama sekali. Ia bahkan tidak mencoba untuk kembali duduk terlebih dahulu.

Ansell menahan Calista untuk memberitahukan maksud dan tujuannya mengadakan makan malam keluarga hari ini sebelum ia beranjak pergi. Karena keluarga Hadley hanya mengadakan makan malam bersama jika ada sesuatu yang penting untuk disampaikan.

“Besok malam kau harus datang ke pesta ulang tahun anak pertama keluarga Caldwell. Ayah akan melakukan kerja sama dengannya besok. Jangan membuat ayah malu karena masalah ini. Kau harus tetap menjaga imej keluarga kita.”

Masalah yang baru saja Calista bahas, seakan tidak ada artinya sama sekali bagi Ansell. Tidak peduli jika putrinya harus merasa sakit hati dengan kata-katanya itu. Ia harus memastikan tujuannya tetap tercapai tanpa ada halangan apapun.

“Ayah tidak mau menuruti apa yang aku mau, kenapa aku harus menuruti apa yang ayah mau?” tanya calista yang sudah tidak gentar lagi. Calista merasa muak dengan sikap ayahnya yang hanya memikirkan keuntungannya sendiri.

“Jangan lupa, aku yang membiayai hidupmu sampai saat ini. Setidaknya kau harus menurutiku untuk membayar hal itu.” Ansell tidak segan-segan memberikan pelajaran yang lebih menyakitkan pada Calista.

“Oh iya, aku hampir saja lupa. Baiklah, aku juga seorang yang sudah dewasa seperti yang ayah katakan. Aku harus tahu terimakasih bukan? Layaknya orang dewasa.” Calista hanya bisa tersenyum kecut.

Calista sudah cukup kecewa dengan ayahnya yang tidak peduli padanya yang dilecehkan oleh seseorang. Sekarang Calista harus menerima kenyataan kalau ia harus balas budi atas semua yang ia dapatkan sampai saat ini.

Apakah seorang ayah layak meminta pertanggungjawaban atas apa yang ia berikan pada anaknya? Bukankah orangtua yang seharusnya bertanggungjawab atas kehidupan anaknya? Padahal mereka sendiri yang menghadirkan Calista ke dunia ini.

“Hanya itu yang ingin ayah sampaikan?” tanya Calista dengan ketus.

“Iya, hanya itu,” ucap Ansell yang tidak peduli pada amarah Calista yang tampak jelas.

“Kalau ayah sudah puas. Aku pamit dulu.” Calista berlalu keluar.

Calista memilih pergi ke luar alih-alih kembali ke dalam kamarnya. Dadanya susah terasa sesak sedari tadi. Calista merasa tidak bisa bernafas jika masih berada dalam rumah itu. Sweet seventeen yang harusnya terasa indah, malah menyakitkan bagi Calista.

“Taksi,” panggil Calista.

Kebetulan sebuah taksi lewat di depannya ketika Calista baru saja keluar dari gerbang rumahnya.

“Mau kemana Neng?” tanya sopir taksi yang ada di dalam sesaat setelah Calista masuk.

“Kemana aja pak, asalkan jauh dari rumah ini.” Suara Calista sedikit tersekat, ia sudah tidak bisa menahan kesedihannya lagi.

Sopir taksi yang tidak mendapatkan jawaban yang pasti dari Calista, melihat ke belakang. Ia terkejut ketika mendapati air mata telah mengalir di pipinya. Melihat itu, tanpa protes ia menjalankan mobilnya walaupun tidak tahu harus kemana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status