Share

BAB 14 | Bertanggung jawab

Kinanti terbangun dengan memegang kepalanya yang pusing luar biasa. Ia mengingat-ngingat kejadian semalam.

"Hah?!" Ia terkejut, spontan menutup mulutnya.

Menoleh ke samping, tidak didapatinya pria yang semalam bersamanya. Lalu Kinanti memegang erat selimut yang menutupi tubuhnya tanpa busana.

"Apa yang aku lakukan?" tanyanya pada diri sendiri, sambil memijat-mijat kepalanya.

Tidak sulit untuk Kinanti mengingat kejadian semalam, ia menyodorkan tubuhnya pada pria dewasa, Ingat! MENYODORKAN!!

Ia menghela napas kasar, "Apa karna sudah lama?"

Tak lama pintu kamarnya diketuk, Kinanti langsung memilih bajunya random. "Sebentar."

Begitu dibuka, ternyata Ismi yang mengetuk pintunya.

"Ada apa Mbak?"

"Ayo sarapan, yang lain sudah pada nunggu."

Dalam hati, Kinanti mengumpat kesal. Kenapa harus ke bawah sih? Kenapa tidak diantar saja makanannya? Ia lupa kalau rombongannya bukan tamu VIP.

"Masuk dulu Mbak."

"Tunggu! Kamu baru bangun?"

Kinanti mengangguk lesu.

"Belum mandi?"

Kali ini Kinan menggeleng.

"Jangan bilang, kamu melewatkan sholat subuh?"

"Hehe ..." Kinanti hanya tersenyum menunjukkan giginya.

"Ada apa sih, kamu sama Pak Rayyan hari ini?"

Sontak saja Kinanti terkejut mendengar Ismi menyebut nama Rayyan. "Kenapa Mbak?"

"Pak Rayyan juga baru bangun tuh! Dan semalam, katanya dia gak ada di kamarnya, si Dito kaget tiba-tiba waktu subuh, Pak Rayyan sudah tidur di ranjangnya."

"Oh, gitu ..."

Ismi terkekeh, "Haha ... iya, sekarang dia lagi diintrogasi tuh, gara-gara Dito bilang semalam Pak Rayyan gak ada. Padahal itu karna kunci kamarnya dipegang Dito. Tapi itu anak, baru sadar waktu sudah pulang dari pantai. Dasar!"

"Ooh, ada-ada saja. Ya sudah, aku mandi dulu sebentar ya Mbak."

"Iya, santai saja. Mbak tunggu."

Sebenarnya Kinanti malas ikut sarapan, apalagi nanti harus bertatap muka dengan Rayyan, entah apa yang akan dilakukannya. Tapi perutnya memaksanya untuk ikut, benar-benar tidak bisa diajak kompromi.

***

"Oh, jadi semalam itu Pak Rayyan ada di kamar temennya?" tanya salah satu Dosen, sambil menyuapi anaknya.

"Iya, Bu."

"Trus, sekarang mana temennya?" timpal Pak Tio.

Mampus kau Rayyan ... kalau sudah berbohong satu kali, maka seterusnya akan terus berbohong. Kalau sudah begini, Rayyan hanya bisa mengikuti alur saja. Tidak mungkin kan, ia mengatakan kalau ia habis tidur dengan Kinanti? Bisa habis diceramahi dia!!

"Ehm, itu ... kebetulan, dia sudah chek out Pak."

"Oohh, gitu ..." ujar beberapa Dosen dengan serempak.

"Temennya cowok kan, Pak?" tanya Dito, memanasi.

Rayyan memelototkan matanya, "Diam Kau dit!" gumamnya mengancam Dito, sementara Dito hanya terkekeh geli.

"Ya cowok lah ..." lanjut Rayyan.

"Lah, Mba Ismi sama Kinanti kok baru dateng? Kita udah mau selesai." ucap salah satu Dosen, dengan logat Jawanya.

Reflek mereka melihat ke dua orang yang dimaksud Dosen tersebut. Termasuk Rayyan, ia melihat Kinanti berjalan di belakang Ismi.

Mereka tersenyum begitu para Dosen mempersilahkan. "Maaf, telat. Nih, tuan putri baru bangun." ujar Ismi, meledek Kinanti yang tersenyum malu.

Yah, lebih tepatnya malu-maluin. Lagi pula kenapa juga sih Ismi harus memberi tahu orang-orang, kalau Kinanti kesiangan?

Dito yang tengah menyantap makanan, seketika ingin merespon. Ia menunjuk Rayyan, namun sebelum ia berbicara, dengan cepat Rayyan menutup mulutnya.

"Makan saja yang kenyang, ya!"

Huh, kalau dibiarkan, anak itu pasti sudah mengatakan yang tidak-tidak di depan para Dosen, pikir Rayyan.

Beberapa Dosen sudah pergi dari restoran, namun ada juga yang menetap sambil menyantap beberapa buah atau puding yang tersedia.

Rayyan berdiri depan pantai, pikirannya melayang, ia harus segera berbicara dengan Kinanti. Yah, mau tidak mau, suka tidak suka, Rayyan harus segera bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya, sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Namun, sejak sarapan tadi, Kinanti tak sedikitpun melihat ke arahnya. Bahkan wanita itu terkesan menghindari tatapan Rayyan, apa ia sangat keterlaluan? Sampai-sampai Kinanti tak sudi membalas tatapannya sekalipun?

Beberapa jam kemudian, Rayyan memilih kembali ke hotel tanpa melakukan apapun.

"Pak! Gak mau berenang atau berjemur dulu gitu?" tanya Dito, begitu melihat Dosennya itu pergi begitu saja setelah lama berdiam diri.

"Untuk apa? Aku sudah eksotis." jawab Rayyan.

"Ah, Pak Rayyan gak asik."

Begitu memasuki hotel, Rayyan melihat wanita dengan dress selutut yang tampak cantik dikenakannya. Yah, itu adalah Kinanti.

Lalu Rayyan segera menyusulnya, "Kinan!" panggilnya.

Wanita cantik itu sempat menoleh, namun ia memilih mengabaikan panggilan itu, dan berjalan dengan cepat menuju lift.

"Ah!" Kinanti terkejut saat memasuki lift, seseorang meraih tangannya.

Dengan cepat, Kinanti melepas tangan besar itu, lalu masuk ke dalam lift. Dan sayangnya, Rayyan tak sempat mengikuti gadis itu.

Beberapa orang yang melewatinya memperhatikan dengan heran, membuat Rayyan malu, ia seperti sedang ditolak cintanya.

Begitu lift terbuka, ia segera masuk untuk menuju kamarnya. Rayyan memperhatikan pintu kamar di sebelahnya, haruskah ia masuk? Tapi kenapa juga Kinanti menghindarinya? Ini kan untuk kebaikan dia juga, kalau sampai wanita itu hamil bagaimana? Apa ada pilihan lain selain menikahi gadis itu?

Apa Kinanti marah padanya? Benar, pasti itu yang membuat Kinanti  menghindarinya, Pikir Rayyan.

Segala kemungkinan memenuhi pikirannya. Tapi, bagaimanapun, mereka harus bicara bukan? Kalau Kinan marah, maka Rayyan akan meminta maaf. Nah, kalau dia saja menghindari Rayyan, bagaimana Rayyan bisa meminta maaf? Aneh sekali.

Namun sampai esok harinya, dan berbagai tempat wisata yang mereka kunjungi, tak ada sedikitpun waktu untuk sekedar berbicara berdua antara Kinanti dan Rayyan. Hanya bisa saling diam berpura-pura menikmati waktu, berdua di tengah keramaian, jarak yang dekat namun terasa jauh, tenggelam dalam suasana kebisingan.

***

Rayyan duduk di bangku di kantin, dengan seseorang yang sudah menunggunya.

"Nih, dimakan ya." ucap Rayyan sembari menyodorkan tote bag berisi oleh-oleh dari Bali.

Jun Ki menerima bingkisan tersebut, "Makasih."

"Betah kuliah disini?"

"Tidak ada alasan untuk tidak betah sih."

Rayyan terkekeh, ini memang bukan pertama kalinya keponakannya itu sekolah di Indonesia. Namun insiden kecil waktu pertama kali Jun Ki ke kampus, teringat di kepalanya begitu saja.

"Sepertinya, ponakanku ini sangat nyaman berada disini ya?" ujarnya sambil Rayyan menepuk-nepuk punggung Jun Ki.

"Hentikan, malu kalau ada yang lihat."

"Biar semua orang tau, kalau kita berdua memiliki ketampanan yang sama." ucap Rayyan seraya membuat ekspresi imut, membuat Jun Ki tidak betah lama-lama di dekat pamannya itu.

"Aku pergi dulu."

"Hei!"

Lelaki bertubuh tinggi itu sedikit berlari menjauh dari hadapan Rayyan.

"Huh, dasar!"

Rayyan memutuskan kembali ke ruang dosen, namun tak sengaja ia melihat Kinanti dengan pakaian manisnya seperti biasa.

Apakah aku termasuk orang yang beruntung? Sudah pernah menikmatinya? ucapnya dalam hati.

Tidak tidak!! Fokus Rayyan!

"Kinan, ayo kita menikah! Aku akan bertanggungjawab."

***

restianiastuti48

Jangan lupa vote, coment dan berlangganan ya!

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status