Rayyan menutup buku yang tengah dikoreksinya. Ia menghela napas selama beberapa saat, hal yang biasa dilakukannya saat sedang penat.
Itulah kenapa, teman-temannya selalu menyarankan agar ia segera menikah, Setidaknya mempunyai seorang kekasih. Supaya ada sedikit hiburan untuk melepas penat.
Bagi Rayyan, memiliki seorang kekasih bukan suatu keharusan. Untuk apa berpacaran kalau hanya untuk dijadikan hiburan? Tidak semua wanita itu penghibur bukan?
Ia tersenyum miris. lagi pula, Rayyan tidak berniat menikah di usianya yang menuju kepala tiga ini. Jika teman-temannya menikah di atas tiga puluh tahun setelah menghabiskan bermain-main dengan para wanita, mungkin tidak bagi Rayyan. Sampai saat ini pun, tidak ada satupun wanita yang didekatinya.
Jarinya mengusap layar ponsel, mengutak-atiknya hingga menemukan foto seseorang di sebuah sosial media. Gadis cantik, imut, seksi, seperti halnya gadis-gadis yang pernah dikenalnya.
Dia adalah Kinanti, Asisten Dosen di kampusnya. Semua orang mungkin berpikir Rayyan tengah mendekati gadis ini, karna setiap bertemu dengannya, ia seolah selalu menggoda dan merayunya.
Padahal kenyataannya, tidak sepenuhnya benar. Kinanti memang menarik, tapi Rayyan tidak serius dengan godaannya. Lagi pula, Kinanti sudah mempunyai pacar.
"Apasih! Aku sudah punya pacar ya! Tentunya lebih muda dari Mas Rayyan."
Katanya, seraya menjulurkan lidah, mengejek Rayyan. Kinanti bahkan tak malu memamerkan sang pacar di depan para Dosen.
Entahlah, segalanya tentang Kinanti, Rayyan tidak cukup yakin. Semua orang punya Rahasia masing-masing. Di balik sikap ceria dan polosnya, Rayyan yakin Kinanti juga punya sisi lain yang orang tidak tahu.
"Mas Rayyan! Kenapa masih disini? Yang lain sudah pada nunggu." gadis yang ada di pikirannya itu tiba-tiba saja muncul di balik pintu.
Rayyan terkekeh, ia melupakan rapat dengan para dosen.
"Baiklah Kinan, tidak perlu kesal begitu, kau kan jadi lebih menggemaskan."
"Gak usah menggoda terus, cepat datang."
'Hmm, ia bahkan masih konsisten memanggilku dengan sebutan mas begitu, memangnya aku tukang bakso.' ucap Rayyan dalam hati.
Semua sepakat liburan kali ini ke Bali. Rayyan sebagai satu-satunya Dosen pria yang jomblo, hanya mengikuti saja.
Yah, setelah acara berbagai lomba selesai, para Dosen selalu memilih membuat acara sendiri dengan berlibur bersama, melepas penat.
"Dit, kamu ikut kan?" tanya Rayyan pada Asistennya, Dito.
"Iya pak."
"Oke."
***
"Kenapa liburan kita tidak dengan para mahasiswa ya? Pasti lebih asik." celetuk Dito saat mengabadikan momen acara lomba model.
Matanya seolah memancarkan hasrat melihat para mahasiswi berjalan dengan hiasannya. Rayyan hanya mengangguk.
"Cantik ya Pak!" seru Dito.
"Kamu benar, tapi saya sudah sering bertemu yang seperti itu. Jadi, biasa saja."
"Pak, sebanyak-banyaknya Bapak bertemu cewek-cewek cantik, Bapak tetep kalah sama saya yang punya pacar Pak."
"Sialan kamu Dit." ujar Rayyan seraya terkekeh.
"Siapa gadis itu? Dari jurusan apa?"
"Kayaknya Mahasiswa baru Pak. Cantik yah."
"Namanya Chaira."
Rayyan dan Dito terkejut mengetahui Kinanti sudah ada di belakang mereka.
"Kinan, kamu jangan salah paham, tetap kamu yang paling cantik kok." ucap Rayyan lagi-lagi menggoda Kinanti.
"Cih, kalian berdua sama saja! Kamu Dit, sudah punya pacar tapi berani-beraninya kamu mengangumi cewek lain di belakang. Dan Mas Rayyan, tidak ada bedanya, sangat serakah!"
Rayyan dan Dito saling pandang.
"Huh, aku jadi khawatir." lanjut Kinanti.
"Kamu gak usah khawatir Kinan, aku hanya mengagumimu." ucap Rayyan.
"Aku khawatir pacarku juga sama seperti kalian, tidak tahu diuntung!" sentak Kinanti, kemudian ia pergi sambil menghentakkan kedua kakinya.
"Apa kau tau maksudnya?"
Dito menggeleng ragu, "E-enggak Pak."
Mereka lalu kembali fokus pada penampilan di depan.
"Sepertinya hanya dia yang memakai jilbab."
"Nggak Pak, ada dua lagi tadi. Tapi emang dia yang paling cantik sih."
***
Rayyan sebenarnya agak malas ikut liburan, dari tadi ia tidak bisa tidur nyenyak akibat bisingnya suara anak-anak dari para dosen yang sudah menikah.Tenanglah Rayyan, sebentar lagi sampai di hotel. Batinnya.
Rayyan satu kamar bersama Dito, sementara Dosen yang sudah mempunyai anak, memilih sekamar dengan sang istri. Kecuali yang tidak mengajak istri dan anak.
Mereka memilih untuk beristirahat dulu sejenak, lalu dilanjutkan dengan makan malam.
Kinanti bernyanyi dengan riang, Setelah membereskan semua pakaiannya. Ia merasa senang dua kali lipat karna ia tidak berbagi kamar dengan siapapun. Sehingga Kinanti bisa leluasa di kamar besarnya sendirian.
Tok' tok' tok'
"Siapa sih!" Bisa-bisanya ada yang mengganggunya saat sedang ganti baju.
Pintunya diketuk untuk kedua kalinya.
"Iya, sebentar."Setelah beres menggunakan pakaianya, Kinanti segera membuka pintu dan keluar.
"Mas Rayyan toh, ngapain sih Mas? Emangnya ini pintu rumahku apa? Asal ketuk-ketuk."
"Oh, kamu mau aku ke rumah kamu? Sip deh, nanti aku bawa keluarga besarku ya!"
"Ih, apaan sih!"
Rayyan menekan tombol lift, saat ini mereka akan menuju restoran di hotel untuk makan malam.
"Tenang saja Kinan, aku siap kok jadi Imam kamu. Aku kan tidak seperti pacarmu itu, yang cuma bisa pacarin saja." ucap Rayyan diakhiri tawa.
Kinanti terdiam mendengar ucapan Rayyan. Hal itu membuat Rayyan salah tingkah sendiri. Lebih tepatnya, merasa bersalah.
'apa aku salah bicara?'
"Oh iya, ku dengar kamu tidak punya teman sekamar ya? Mau aku temani?"
"Temani saja ombak di lautan!" ujar Kinan, lalu keluar dari lift dan melangkah lebih cepat meninggalkan Rayyan.
***
Setelah makan malam usai, beberapa keluarga memilih untuk melihat pantai terlebih dahulu."Yan! Sini! Main-main di pantai dulu." panggil Pak Tio, salah satu Dosen yang tidak membawa keluarganya, karena sang istri sedang hamil besar.
"Iya pak, silahkan."
"Pak Rayyan!" kali ini Dito yang memanggil.
"Apa dit?"
"Kesana yuk! Tuh, ada bule lagi salsa."
Setelah beberapa menit mereka melihat bule menari dari kejauhan, Rayyan memilih kembali ke hotel. Rayyan menyadari dari tadi ia tidak melihat Kinanti setelah makan malam usai.
"Pak mau kemana? Sini main air dulu, masa kalah sama anak saya tuh." Ajak salah satu dosen yang sedang bersama anaknya.
Suasana pantai di malam hari, tak kalah ramai dengan siang hari. Walau kebanyakan, saat malam para pengunjung lebih memilih bersantai ditemani lampu-lampu.
"Tidak pak, saya masuk saja."
Namun Dito menarik Rayyan menuju tengah pantai, karna terlalu keras menariknya, Rayyan tercebur ke pantai, meski tak jauh.
"Ma-maaf pak!"
"Duh ... kamu gimana sih Dit!"
"Kayaknya Pak Rayyan emang harus ke kamar deh!" timpal Pak Ilham.
"Ya sudah, saya masuk ke hotel dulu ya semuanya. Selamat bersenang-senang."
"Pak Rayyan maaf ya!" ucap Dito.
Sementara Rayyan hanya melambaikan tanganya.
Rayyan menaiki lift dengan baju yang basah, Badanya gemetar kedininan. Sial, kenapa juga ia harus jatuh sih?
Dengan cepat ia keluar dari lift, begitu lift terbuka. Tepat didepan kamar, ia heran pintu kamarnya tidak tertutup rapat.
Persetan! Rayyan sudah kedinginan dengan baju basahnya. Tanpa berpikir panjang, Rayyan memasuki kamar dan menuju kamar mandi.
***
Rayyan mengambil handuk yang tergantung, ia memakai hairdryer sembari bercermin."Aaaaa...."
BERSAMBUNG..
***
Jangan lupa coment dan berlangganan ya! Ig : Reast07 Restiani07_
(21++‼️️) "Kamu beneran gak apa-apa sendirian di kamar?" "Iya gak apa-apa Mbak, kepalaku sedikit pusing." "Ya sudah, Mbak duluan ya. Istirahat, masuk sana. Gak perlu mengantar Mbak." "Ya sudah, hati-hati ya ..." ucap Kinanti setelah mengantar Mbak Ismi ke depan lift. Usai makan malam, Kinanti memilih kembali ke kamar, alih-alih mengikuti yang lainya untuk melihat-lihat pantai. Entahlah,mood-nya sedang tidak bagus sekarang. Saat kembali ke kamar, Kinanti heran lantai kamarnya basah. Perasaan, ia tadi belum ke kamar mandi. Kakinya melangkah menuju kamar mandi, tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Kinanti terkejut mendapati Rayyan ada di sana. "Aaaaaa ..." "Kinan! Sedang apa kau di sini?" "Mas Rayyan! Harusnya aku yang tanya, Mas ngapain di sini?" "Ini kamarku ... kan?" jawab Rayyan sedikit ragu. "Ini ka
-Tidak peduli seberapa sering kau membuatnya tersenyum, yang penting adalah, bagaimana caramu mempertahankannya.- *** Dua insan yang baru beberapa kali bertemu itu saling pandang. Kemudian tersenyum, memamerkan senyum manis. Yasmin bergeser lebih dekat pada suaminya, tubuh polos yang terbalut selimut saling bergesekan. "Mas, katanya mau cerita. Kok malah senyum terus dari tadi?" Arsen mengecup rambut wanita yang bersandar di pelukanya. "Aku mau tanya dulu sama kamu." "Apa?" "Kenapa kamu mau dijodohkan denganku? Dan apa yang membuatmu menerimaku meski kau sudah tau keadaanku?" "Kenapa aku mau menikah denganmu? Aku juga mau jawaban yang sama dari kamu." "Jawab saja pertanyaanku." Arsen mengalihkan pandangan, sejujurnya ia tak suka dibantah. "Karna aku, tidak punya pilihan lain. Aku yakin apa yang dipilihkan ayah, adalah yang terbaik untukku." "Kenap
Yasmin belum pernah berpacaran sebelumnya. Tapi jika menyukai seseorang, ia pernah beberapa kali. Bahkan Yasmin pernah terjebak di dalam dilema perasaan yang sama. Ia pernah, begitu menyukai seseorang, dan ternyata orang itu juga sama sukanya pada Yasmin. Itulah dilemanya, saat dua insan saling menyukai, tapi tak bisa bersama sebab suatu alasan. Yasmin tidak ingin punya status selain menikah. Sementara waktu itu, umurnya masih genap enam belas tahun. Dengan yakin, Yasmin melenyapkan perasaan itu. Meski banyak alasan indah, sampai Yasmin bisa menyukai pria masa lalunya itu. Sekarang, entah bagaimana awalnya, Yasmin begitu menyukai lelaki di hadapannya. Lelaki berbadan kokoh itu tengah sibuk kesana kemari membereskan barang-barangnya. Yasmin berinisiatif mengambil segelas air untuk suaminya. "Minum dulu, Mas." "Makasih, sayang." Yasmin merasa gugup mendengar panggilan Arsen yang begitu baru di telinga
"Buriq? Kau tau buriq bukan kata-kata yang bagus bukan?" Seketika Bian dan Sandi tertawa, membuat Jun Ki semakin jengkel. "Emang apa yang terjadi dengan kencan buta lo?" tanya Sandi penasaran. (Malam sebelumnya) "Jadi, kamu Oppa-nya Jung hee?" "Iya." "Makasih ya sudah mau datang. Namaku Jessi." "Aku Jun Ki." "Aku, tak secantik cewek-cewek di Korea, bahkan kulitku saja gak putih." "Bukan masalah." Jessi tersenyum senang, sementara Jun Ki memutar bola matanya, apanya yang gak putih? Siapapun bisa melihat kalau Jessi berkulit putih cerah. Setelah pesanan datang, mereka menyantap makanan dalam hening. "Ah!" Jessi merasakan tasnya terjatuh, dan dengan sigap Jun Ki mengambilkannya. "Gomawo, Oppa!" "Ada apa dengan kakimu? Gatal?" tanya Jun Ki terheran saat melihat ga
"Aku gak mau memilikinya, aku gak mau memilikinya, aku gak mau!"Chaira meremas hadiahnya dengan gemas, tempo hari Chaira memenangkan juara harapan ke dua lomba model. Ia sangat menyesali, kenapa ia harus memiliki prestasi dari bakat yang tidak diinginkannya?Ia menjatuhkan dirinya ke kasur, tepat saat itu ponselnya berbunyi."Hhh ... Anak Korea itu."Belakangan ini, Jun Ki beberapa kali mengiriminya pesan. Bertanya kosakata yang tidak diketahuinya, tapi entah kenapa meski merasa aneh, Chaira tetap membalas semuachatdari lelaki tampan itu."Kak!" panggil Karmila setelah memasuki kamar Chaira yang tidak tertutup rapat."Eh, ada apa Mil?""Kakak dapet hadiah darimana?""Oh, ini ... kamu mau?" Chaira memyerahkan syal berwarna marun pada adiknya."Wah, bagus banget. Buat aku nih?""Ambil saja kalo mau.""Makasih, jadi ... ini dari siapa?"Chaira menggela napas, "Itu had
Kinanti terbangun dengan memegang kepalanya yang pusing luar biasa. Ia mengingat-ngingat kejadian semalam. "Hah?!" Ia terkejut, spontan menutup mulutnya. Menoleh ke samping, tidak didapatinya pria yang semalam bersamanya. Lalu Kinanti memegang erat selimut yang menutupi tubuhnya tanpa busana. "Apa yang aku lakukan?" tanyanya pada diri sendiri, sambil memijat-mijat kepalanya. Tidak sulit untuk Kinanti mengingat kejadian semalam, ia menyodorkan tubuhnya pada pria dewasa, Ingat! MENYODORKAN!! Ia menghela napas kasar, "Apa karna sudah lama?" Tak lama pintu kamarnya diketuk, Kinanti langsung memilih bajunya random. "Sebentar." Begitu dibuka, ternyata Ismi yang mengetuk pintunya. "Ada apa Mbak?" "Ayo sarapan, yang lain sudah pada nunggu." Dalam hati, Kinanti mengumpat kesal. Kenapa harus ke bawah sih? Kenapa tidak diantar saja makanannya? Ia lupa kalau rombongannya bukan tamu VIP. "Masuk
Rayyan menarik gadis cantik yang berjalan di depannya, lalu membawanya ke ruang musik yang sedang kosong. "Lepasin!" gadis cantik yang bernama Kinanti itu, melepas paksa tangannya yang digenggam erat. Alih-alih menuruti permintaan Kinanti, Rayyan malah menariknya kembali dengan pelan menuju rak buku "Maaf." "Apa kamu harus melakukan ini?" tanya Kinanti dengan putus asa, setelah Rayyan menarik tangannya kencang, lalu mengusapnya perlahan. 'Entah apa yang diinginkannya.'batinnya Ekspresi Rayyan mulai serius, tangan kanannya memegang rak di depannya, lalu menunduk menatap gadis yang keheranan dibuatnya. "Kinan, ayo kita menikah! Aku akan bertanggung jawab." "Hah? apaan sih! Aku bilang, aku sudah punya pacar! Seenaknya kamu ngajak aku nikah." ujar Kinanti seraya mendorong Rayyan agar menjauh darinya. "Kita melakukannya! Gimana kalo kamu hamil? Kamu pikir pacarmu itu mau bertanggung jawab?"
"Refi! Kamu kenapa?" Dengan cepat Arsen membawa wanita itu ke ruang kesehatan. Mengambil minyak hangat, lalu dioleskan pada kepala Refi, sambil memijatnya. Kali ini Refi mengaduh kesakitan di bagian perutnya. "Kamu pasti belum makan." tebak Arsen. Refi mengangguk. Lalu tak lama kemudian, Arsen membawakan roti dan segelas air di tangannya. "Makanlah." "Makasih." "Kenapa kamu bisa sampai telat makan sih? Kamu masih belum sadar juga punya penyakit lambung? Lagian kamu gak perlu diet-diet lagi kan? Kamu kan sudah bukan model lagi!" omel Arsen dengan nada agak tinggi. Sementara Refi hanya tersenyum melihat Arsen yang seolah menghawatirkannya, mau tidak mau, hal itu menambah kepercayaan dirinya. "Aku suka lupa jadwal makan. Habis, gak ada yang ingetin sih." "Terus?" "Maka kembalilah padaku, cuma kamu yang segitu perhatian sama aku." Lagi, Refi mengucapkan kata-kata itu dengan seenaknya,