Hari bersejarah dalam hidup Helena dan Felix akhirnya terlewati secara bertahap sekaligus lancar. Usai melakukan pemberkatan tadi pagi di gereja sekaligus mengikrarkan janji suci yang disaksikan oleh keluarga dan para sahabatnya, kini mereka sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Acara tadi pagi diwarnai oleh tangis bahagia dan haru, mengingat yang mengantar Helena ke altar bukan ayahnya sendiri, melainkan Dennisꟷpapanya Diandra.
Kini Helena mulai merasakan kakinya pegal karena ia berdiri terlalu lama, apalagi bobot tubuhnya ditopang oleh sepasang high heels yang cukup tinggi. Walau tamu yang menghadiri acara resepsi pernikahannya cukup banyak, tapi ia tidak mengenal mereka semua karena orang-orang tersebut diundang oleh Felix dan mertuanya.
Walau betisnya pegal dan mulai berdenyut nyeri, tapi Helena merasa lega karena pada akhirnya semua tahapan acara pernikahannya selesai tanpa hambatan apa pun. Kini ia dan Felix sudah berada di dalam kamar peng
Walau Helena sudah resmi berstatus sebagai istrinya sejak tiga bulan lalu dan semua kebutuhan finansialnya kini telah menjadi tanggung jawabnya, tapi Felix tidak pernah melarang wanita tersebut untuk bekerja. Bukannya Felix keberatan atau tidak sanggup membiayai pengeluaran Helena, melainkan karena ia tahu bahwa istrinya tersebut mempunyai jiwa pekerja keras dan tidak suka berpangku tangan. Meski demikian, Felix tetap mengingatkan Helena agar tidak terlalu lelah dengan kegiatannya, mengingat saat ini mereka sedang merencanakan memiliki momongan. Felix sangat bersyukur karena Helena menyetujui idenya yang tidak ingin menunda memiliki anak.Felix sempat kecewa karena sepulangnya mereka dari berbulan madu, Helena tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Bahkan, setelah mereka tiga bulan menikah, benihnya di dalam rahim sang istri belum juga berhasil tumbuh dan berkembang. Meski kecewa, tapi Felix selalu bersikap biasa saja di hadapan Helena. Ia tidak ingin membuat Helena merasa
Kerutan menghiasi kening Felix saat mendapati Helena melamun di atas ranjang setelah ia keluar dari kamar mandi. Sejak dalam perjalanan pulang tadi, Felix merasa Helena menjadi lebih pendiam. Awalnya ia menduga jika istrinya tersebut kelelahan karena ikut melayani para konsumen yang mendatangi salonnya. Namun setelah melihat sikap Helena kini, sepertinya dugaannya tersebut keliru.Felix bergegas menaiki ranjang, kemudian dengan cepat mengecup pipi Helena agar istrinya tersebut tersadar dari lamunannya. Tindakannya berhasil. Helena menoleh ke arahnya, sehingga kini mereka saling berhadapan.“Sedang memikirkan apa, hm? Dari tadi aku perhatikan kamu melamun,” Felix bertanya sambil mengusap pipi sekaligus menyelami sorot mata Helena.Helena tersenyum tipis sambil menikmati usapan lembut pada pipinya. “Tunggu sebentar ya,” pintanya sebelum menuruni ranjang. Setelah kakinya menyentuh lantai, ia berjalan
Felix dan Helena sangat antusias menyambut kelahiran bayi mereka yang diprediksikan tiga minggu lagi. Berbagai macam keperluan untuk bayi pun sudah mereka siapkan bersama, malah Felix yang lebih bersemangat mengajak Helena berbelanja. Berhubung mereka belum mengetahui jenis kelamin bayinya, keduanya sepakat membeli segala keperluan yang berwarna netral agar bisa digunakan untuk anak laki-laki ataupun perempuan. Sebenarnya bukan karena sang bayi yang masih ingin menyembunyikan jenis kelaminnya dari orang tuanya, hanya saja mereka sengaja tidak menanyakannya kepada dokter. Asalkan anak mereka sehat dan nantinya lahir normal serta tanpa kekurangan apa pun, keduanya tidak terlalu mempermasalahkan jenis kelaminnya. Apalagi Felix sudah menyiapkan dua buah nama untuk anaknya tersebut.Berhubung rumah masa depannya bersama keluarga kecilnya sudah selesai dibangun, Felix dan Helena pun mengadakan syukuran sederhana. Untuk memeriahkan acaranya, mereka mengundang keluarga
Pendingin yang menyala seolah tidak berfungsi karena tubuh dua orang di dalam kamar tetap basah oleh keringat. Sejak dibangun, kamarnya memang dirancang kedap suara agar aktivitas di dalamnya tidak terdengar dari luar. Felix masih bergerak aktif dalam meraih pelepasannya yang terakhir di malam ini, mengingat ia sudah berhasil membuat Helena mengerang nikmat sejak beberapa jam lalu. Dengan sekali sentakan kuat, cairan hangatnya kembali menyirami rahim Helena. Bersamaan dengan itu, Helena pun kembali berhasil mendapatkan pelepasannya yang entah sudah berapa kali. Ia berharap aktivitas panasnya bersama sang istri saat ini kembali berhasil memberikan seorang adik untuk Liam selain Evelyn, apalagi putrinya tersebut sudah berusia dua tahun.Felix menoleh ke arah Helena saat mereka berusaha menormalkan deru napasnya yang terengah-engah di puncak aktivitas panasnya. “Lagi?” tanyanya iseng.“Jika besok aku tidak bisa berjalan gara-gara meladenimu, kamu yang ha
Helena membuka mata setelah deru napasnya kembali normal. Ia ingin ke kamar mandi untuk membasuh tubuhnya yang lengket karena keringat. Ia menggeser tubuhnya perlahan agar tidak mengusik seseorang yang berbaring telentang di sebelahnya. Baru saja ia berhasil menurunkan salah satu kakinya menyentuh dinginnya lantai, cekalan pada sebelah tangannya langsung membuatnya terkejut.“Mau ke mana?” tanya seseorang di samping Helena dengan mata masih terpejam.“Aw!” Helena memekik ketika tangannya yang tadi dicekal kini ditarik kasar, sehingga tubuh polosnya menindih dada bidang di bawahnya.“Aku tanya kamu mau ke mana?” seseorang tersebut kembali bertanya. Bahkan, mulai menggoda daun telinga Helena.Dengan susah payah Helena mengontrol gairahnya agar tidak kembali terpatik oleh tindakan seduktif laki-laki yang saat ini ditindihnya. Ia menggigit bibir bawahnya agar desahannya tidak keluar ketika lidah dan mulut lancang tersebut kian menggoda daun telinganya.“Aku
Helena sangat senang melihat Mayra menyantap menu makan siangnya dengan lahap, padahal ia hanya membuat tumis tahu saus tiram untuk gadis tersebut. Bahkan, Bi Mira pun tidak kalah lahap dari Mayra. Sebenarnya tadi Helena ingin membuat sup tahu, yang merupakan salah satu jenis makanan kesukaan Mayra. Namun, berhubung asupan cairan pada tubuh Mayra harus dibatasi sejak beberapa bulan lalu, jadi ia terpaksa mengurungkan niatnya tersebut. Helena tidak ingin masakan buatannya membahayakan kesehatan Mayra. Sejak Mayra dikatakan positif mengidap gagal ginjal, ia dan Bi Mira sangat berhati-hati dalam membuat makanan. Bahkan, mereka hampir tidak pernah membuat masakan berkuah.“Tumis tahu buatan Kakak memang enak,” Mayra memuji masakan Helena sambil mengacungkan kedua jempol tangannya. “Aku selalu dibuat ketagihan,” imbuhnya senang.“Yang dikatakan May benar, Len. Bahkan, tumis tahu buatan Bibi rasanya masih kalah jauh,” Bi Mira menimpali pujian Mayra untuk Helena.“Kalian
Walau matahari sudah bergeser ke arah barat, tapi sinarnya masih cukup terang menyinari bumi. Menepati ucapannya tadi, kini Helena bersama Mayra dan Bi Mira sudah berada di sebuah tempat peristirahatan terakhir milik orang-orang terkasih sekaligus sangat berarti di dalam hidupnya. Selain ingin menyapa ibunya, Helena juga mengunjungi peristirahatan terakhir sang ayah yang makamnya memang bersebelahan. Sebelum mengembuskan napas terakhir, sang ayah meminta padanya agar dikebumikan berdampingan dengan wanita yang telah melahirkan buah cintanya.Helena mengajak Mayra meletakkan seikat bunga sedap malam di masing-masing gundukan tanah yang dilapisi batu granit. Helena berharap raga-raga yang telah terbaring damai sekaligus tertutup tanah melihat kedatangannya dan menyambutnya dengan pelukan hangat.Helena hanya diam saat melihat Mayra mengusap ukiran nama yang tertera di atas makam milik sang ibu. Setetes air mata dengan lancang melewati pipinya ketika menyaksikan Mayra menci
Setibanya di Lav Coffee, Felix segera menanyakan keberadaan orang yang ingin ditemuinya. Felix mengangguk setelah mendengar jawaban salah seorang karyawan yang memang ditugaskan untuk menunggu kedatangannya, kemudian ia pun dibimbing menuju lantai dua. Sambil menaiki satu per satu anak tangga, ia melihat pengunjung mulai berdatangan dan menduduki kursi-kursi yang tadinya kosong.“Silakan masuk, Pak,” ujar karyawan tadi dengan ramah dan sopan setelah menggeser pintu kaca di hadapannya.“Terima kasih,” balas Felix tidak kalah ramah. Tidak lupa ia juga menyunggingkan senyum tipisnya.“Tumben bukan Lenna yang menemanimu?” tanya pemilik Lav Coffee tanpa basa-basi setelah melihat Felix berada di dalam ruangannya.“Sekretarisku sedang banyak tugas yang harus segera diselesaikan,” Felix menjawab setelah duduk, tanpa menunggu dipersilakan terlebih dulu oleh pemilik ruangan. Selain menjadi salah satu klien setianya, L