Share

Phoenix Bernama The Flame

Krooong! Suara kepakan sayap terdengar bergaung di kepala Kiran.

Mula-mula pelan, tapi makin lama makin keras. Bunyinya gong yang ditabuh, terdengar bergema di telinga Kiran. Ketika makin dekat, getaran sayap itu mengguncang tubuh Kiran.

Kiran histeris. "Aku belum ingin mati!"

Swoosh! Kiran meloncat, sejauh mungkin yang ia mampu. Tubuhnya lantas bergulingan rerumputan lapangan, Berakhir dengan batang batang pohon pinus terdekat. Kiran kesakitan. Itu adalah pohon yang besar dan masih muda. Dan ledakan itu terdengar.

BOOM!

Debu beterbangan, menyusul api membumbung tinggi, tatkala Phoenix membentur tanah berumput yang hangus seketika.

Kiran merasakan uap panas yang melebar sampai ke tempat itu terbaring. Kulitnya seperti akan mengelupas. Api berwarna merah kuning menyala sesaat. Sesudahnya padam.

Keheningan!

Kiran kesakitan. Sekujur tubuhnya kaku bercampur perih. Ia berusaha berdiri, tapi tidak bisa. Dengan pasrah ia tertelungkup dalam diam, mencoba tetap hidup - bertahan dari rasa sakit.

Hutan Terlarang hening. Tak ada suara. Hewan-hewan hutan sejak jauh hari telah pergi sejak benturan phoenix di tanah berumput.

Waktu menunjukkan pukul 03.00 pagi. Bau gosong, kayu terbakar hangus kapal roh yang meledak, ditambah kekacauan bekas-bekas pertempuran sangat jelas meninggalkan jejak di tanah.

"Aku tak boleh mati!" Kiran berusaha bangun dari tidurnya.

Hal yang pertama ia takutkan adalah. "Aku harus tetap hidup. Ayah dan ibu pasti gelisah memikirkan ku." Wajah dua orang tuanya, terus membayang.

++++++

Kiran baru saja bergerak untuk meninggalkan lapang di jantung hutan. Ketika itu terdengar suara berbisik. Lembut.

"Anak muda apakah kau mau menolongku"

Kiran terkejut!.

Ia merinding. Ini masih pagi-pagi benar, tak mungkin itu suara hantu. Ia menoleh kekiri dan kekanan.

“Tak ada seorangpun. Hanya Phoenix hangus yang berantakan itu kulihat.” Kiran merinding

Sekali lagi menoleh ke kiri dan ke kanan – ia melakukan cross check ulang. "Sungguh aneh. Tak ada satu orangpun."

Angin berhembus, dingin terasa. bulu kuduk Kiran berdiri seketika. Ia melangkah dua kaki, pelan untuk memastikan, apakah suara itu nyata.

Dan suara itu terdengar lagi. Kali ini lebih keras dan Panjang dan menghiba. "Anak muda tolonglah aku. Aku sekarat."

Screech!

Kiran melompat menjauh. “Itu pasti hantu. Tak ada seorangpun di sini!”

Orang-orang di negeri Qingchang memang sangat percaya dengan tahayul. Keberadaan figur seperti hantu lapar dari dunia dunia orang mati - ini sangat dipercaya oleh sebagian besar rakyat negeri itu, termasuk Kiran sekeluarga.

Dengan berani ia, menghardik. "Enyah kamu hantu lapar. Sebentar lagi fajar menjelang, dan kamu akan berubah menjadi abu, jika tidak cepat-cepat pulang ke duniamu!"

Ia merapal kata-kata doa pengusir makhluk halus - doa umum yang di hafal semua pengikut Dewa Tempestia di kuil. Mulutnya komat-kamit dalam nada rendah dan tak terdengar jelas.

Hahaha! Kiran membuka mata, doanya yang khusuk terganggu tawa itu. Kiran baru saja akan bicara, ketika suara gaib itu terdengar mencemooh.

"Anak bodoh! Sangkamu aku ini hantu?"

Tertawa lagi.

Kiran tersinggung. Ia membaca doa-doa yang ia pelajari dari Kuil Tempestia keras. “Aranayaen Laidira enrin. Tinuva loica sinomeo narquelee terehtyan!”

Hingga tiga kali Kiran mengulangi doa pengusir makhluk jahat, doa yang diajarkan imam-imam di Kuil Pemujaan Tempestia.

Hening.

Kiran lega. "Doa yang manjur!” senyum merekah.

“Kedepannya nanti, aku akan rajin melakukan pemujaan di kuil Tempestia. Jadi mari kita pergi. Menjauh dari lokasi ini, itu lebih baik.”

Dengan terseok-seok dia pergi, masuk ke Hutan Terlarang. Mendadak suara terdengar. Lagi dan lagi. Kini mencibir.

"Bocah. Sudahkah kamu puas dengan doa dan mantra pengusir makhluk neraka itu?"

Kiran tersentak. Ia berbalik dan berteriak keras.

"Hentikan semua ini! Tolong jangan ganggu aku. Kita telah beda dunia! Pergilah pulang dengan damai!" Ia membuat gerakan pemujaan.

"Semoga kamu pergi selamanya, tak lagi menjadi hantu penasaran!"

Tapi suara itu terus berbicara. "Dengarkan aku baik-baik anak muda. Aku bukan makhluk dari alam neraka! Aku makhluk hidup yang sama seperti dirimu! Berbagi udara dan bernafas dengan udara yang sama!"

Diam lagi.

"Anda siapa sebenarnya? Mengapa aku tidak melihat siapapun di sekitar sini? Kalau benar anda makhluk hidup, mengapa bisa dengan sengaja menakut-nakutiku?" Tanya Kiran berhati-hati.

Dia balik, mendekati lapangan rumput kacau, dari mana suara itu berasal.

Dengan suara berat dan sedih, suara gaib itu berbicara. "Aku di sini, terpuruk di atas rerumputan. Aku yakin, sejak tadi kamu telah menonton pertarunganku di langit!”

Kiran merinding. “Sosok hangus itu masih dapat berkomunikasi? Ini adalah hantu!”

Kiran lari dengan ketakutan. Suara di belakangnya menghiba lagi. "Tunggu.. jangan dulu pergi!" Tolong aku. Sesungguhnya aku adalah roh Phoenix yang wujudnya sekarat itu. Tubuhku hancur, tapi jiwaku terkurung disini! Bawa aku pergi sebelum militer datang dan kembali menawanku!"

Tapi Kiran terus lari. Ia sangat ketakutan. :Aku tak ingin celaka. Berurusan dengan pihak kekaisaran!”

"Namaku Flame! Aku Phoenix yang malang. Kamu harus menolongku sebelum semua terlambat!"

Kiran terhenti. The Flame adalah nama makhluk kontrak Sage Alaric dalam dongeng yang dikisahkan Tuan Niraj Singh. “Mengapa semua serba kebetulan?” Phoenix dan The Flame!”

Kiran berbalik. Ia berjalan pelan menghampiri sosok yang hangus itu.

Phoenix itu diam tak bergerak, akan tetapi Kiran melihat mata sang Phoenix bergerak-gerak - tanda ada kehidupan.

Kiran berbisik di telinga sosok hangus dan besar itu. "Tolong katakan apa yang harus aku lakukan untuk menolongmu." Rasa takut pudar sudah.

"Benarkah namamu adalah The Flame?" Tanya Kiran. Mata sosok itu mengerjap.

"Lihat. Aku bukan seorang terpelajar. Tapi yang kudengar dari cerita pendongeng, konon makhluk spiritual Sage Putih Alaric legendaris itu namanya The Flame.”

Apakah The Flame di dongeng-dongeng itu adalah kamu?" Kiran berusaha sesopan mungkin. Meskipun ia merasa ini mustahil. Bukankah The Flame itu terpenjara di penjara sihir dan dijaga ratusan ahli? Tak mungkin sosok hangus ini adalah The Flam yang sama.

"Aku memang The Flame, Phoenix spiritual dari master Sage Alaric."

Kiran menahan nafas. Ini adalah hal tidak mungkin, tapi nyata. Avena, Kai, dan Ming kawan nya yang nakal itu, akan mati cemburu kalau ia menceritakan semua ini. Kiran menahan diri, agar terlihat tidak tergesa-gesa. Dan sang phoenix melanjutkan ceritanya.

"Aku melarikan diri dari penjara yang dimeteraikan dengan formasi sihir hitam. Warlock Hitam itu yang membuat mantranya sendiri. Puluhan tahun lamanya dipaksa untuk rela menyerahkan jiwaku menyatu dengan spirit Roc nya. Itu bukan mudah. Semua siksaan itu hampir membuatku gila." Suara phoenix terdengar berat, seperti nada suara orang yang tertekan.

"Seperti yang kamu tonton tadi anak muda. Puluhan Ahli Sihir itu memburuku, hidup atau mati! Tak ada yang menginginkanku bertemu anggota anggota Klan Phoenix merah!”

Kaisar Hersen sangat membenciku karena penolakanku!”

Kiran diam sejenak. Ia hanya seorang kanak-kanak. Pertolongan apa yang dapat dia berikan?

Kiran membuka suara. "Tolong katakana. Kamu ingin aku melakukan apa? Sihir ku tak bisa. Pengobatan apalagi," kata Kiran.

Hening lagi.

"Maukah kamu melakukan proses Riding denganku?" The Flame memelas.

“Riding?” Kiran kaget. Ia tak mengerti apa itu riding.

"Tolong katakan dengan jelas, apa itu riding?

"Riding adalah proses pemindahan kekuatan dari makhluk Phoenix kepada manusia.” Setelah menerima kekuatan Phoenix kamu akan menjadi sosok yang baru, dalam artian kamu akan memiliki kemampuan yang sama denganku.”

Sihir terutama!" jelas Sang Phoenix.

Kiran diam, “membantu The Flame tapi akan diburu pihak Kekaisaran Hersen?” dia bimbang.

Melihat anak itu ragu, Sang Phoenix langsung menyambar. "Tak perlu menjadi takut. Proses itu tidak menyakitkan. Selepas riding aku langsung menjadi debu. Dan debu itu harus kamu simpan.”

Kelak setelah masanya, aku akan bereinkarnasi.”

Kiran tambah ragu. “Debu Phoenix? Bagaimana cara menyembunyikan debu phoenix sebanyak ini?” Kiran hampir tertawa.

Tapi sang phoenix terus berbicara antusias. “Tenang saja. Aku memiliki tabung sihir, yang akan menampung semua debu ku setelah hangus terbakar. Tabung itu akan tersimpan aman di sakumu."

"Selanjutnya bagaimana? Bukankah kamu bilang aku akan memiliki kemampuan sama seperti dirimu? Apakah ini tidak membahayakan aku sekeluarga? Aku tak ingin seumur hidup diburu pihak kekaisaran," kata Kiran menolak mentah-mentah.

The Flame cepat menjawab. "Tentang itu tak usah kuatir. Aku akan membatasi kemampuan sihir nanti. Kamu akan cemerlang sebagai seorang calon ahli, tapi tidak terlalu menonjol sehingga menimbulkan kecurigaan.” Kamu hanya akan terdeteksi sebagai anak bertalenta magic biasa, yang dapat rekrut sekolah sihir, seperti yang kamu ceritakan tadi!”

Liran merenung, masih ragu-ragu.

“Bahkan Kamu tidak akan mengingat apapun kejadian pada malam ini,” teriak Phoenix lemah.

“Sekelompok orang datang mendekat. Kita akan sama-sama celaka jika kedapatan seperti ini! Jika kamu setuju, aku akan membawamu keluar dari tempat ini, Kembali ke tempat tinggalmu dan kamu akan lupa semua kejadian ini!”

Perdebatan panjang itu usai sudah setelah The Flame mengatakan militer telah melakukan penyisiran.

“Lakukan sekarang!” Aku tak ingin kedapatan seperti ini. Keluargaku akan kena celaka!” kata Kiran mulai panik.

"Mari kita lakukan proses riding itu! Ini akan sedikit menyakitkan. Tapi kamu akan lupa." suara The Flame terdengar senang, dan Kiran pun pasrah.

Nyala api berwarna merah dan kuning, seketika menyala di matanya. Ini sangat menyakitkan. Tidak seperti yang disebut The Flame tadi. Jiwanya seperti terbakar dalam api abadi. Ia ingin berteriak, menghentikan semua proses riding itu. Tapi terlambat. Bibirnya kelu dan membisu. Kiran lalu kehilangan kesadaran.

Yang tersisa dalam ingatannya hanyalah indahnya api berwarna merah kuning. Indah tapi menyakitkan!

BERSAMBUNG

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status