Share

Wasiat Turun Ranjang 2

Pukul 13:10 WIB. Dahayu melirik jam yang melingkar di tangannya. Saat ini ia sedang di dalam angkutan umum menuju rumah tantenya.

Dahayu melirik keluar lewat kaca jendela angkutan umum yang sedang terbuka. Ia begitu takjub dengan kota yang ia tempati sekarang. Toko pakaian yang berdekatan, membuat jiwa pemborongnya meronta-ronta.

'Sekarang harus belajar hemat, Dayu! Ibu di kampung tidak mungkin sering memberi uang untukmu. Karena beliau sendiri sedang berjuang sebagai single parent. Minta sama Bapak?! Sepertinya tidak mungkin, pasti beliau sibuk dengan keluarga barunya.' gumam Dahayu.

Dahayu menerawang kisahnya sebelum Ibu dan Bapaknya bercerai. Dahayu begitu bahagia karena sang Bapak selalu mengantar jemput sekolah dirinya dan selalu memberi apapun yang dirinya inginkan. Keharmonisan orang tua yang Dahayu lihat membuat dirinya merasa sempurna.

Namun, entah karena apa, pada suatu hari Bapak meminta izin serta pamit pada Dahayu untuk bekerja. yang Dahayu tahu, sebelum Bapaknya pergi, beliau hanya bilang akan bekerja di luar kota dan akan lama.

"Bapak akan bekerja di kota sebelah. Dahayu di sini jangan bandel, bantuin Ibu. Yah! Nanti Bapak pulang bawa uang yang banyak agar Dahayu bisa beli apapun yang dahayu inginkan." ucap Bapa sebelum pergi.

Dahayu yang berada dipangkuan sang Ibu pun mengangguk pelan. Dahayu yang masih usia SD tidak mengerti dengan keadaan yang menimpanya. Yang ia tahu, Bapaknya pergi bekerja untuk mencari uang untuk memenuhi keinginan dirinya.

Hari demi hari Dahayu lewati, Dahayu selalu berharap Bapak akan pulang di hari itu. Namun, Dahayu selalu kecewa karena hingga malam pun Bapak tidak kunjung pulang. Setelah berbulan-bulan berlalu, ternyata Bapak pergi bukan untuk kembali.

Dahayu baru menyadari, setelah mendengar tetangganya yang sedang membicarakan ibunya. Katanya sang Ibu adalah seorang janda muda, dan tetangganya begitu takut bila suaminya tergoda oleh ibunya.

Karena rasa penasarannya dengan kata janda. Dahayu pun bertanya kepada ibunya, "Bu, janda itu apa?" Bu Desti yang sedang memasak sontak kaget dengan pertanyaan Dahayu, beliau langsung membawa Dahayu duduk di kursi meja makan.

"Dahayu tahu dari mana kata janda?"

"Dahayu tahu dari teman, Bu! katanya mamanya seorang janda kaya!" Dahayu berbicara dengan mata yang berbinar, demi menutupi kebohongannya agar tidak menyakiti perasaan ibunya.

"Janda itu status seorang perempuan yang ditinggal suaminya. Entah itu karena mati, atau karena cerai atau berpisah."

"Ooh ... Gitu," Dahayu mengangguk paham. Namun dalam hati, Dahayu sangat kecewa mengetahui kebenaran itu. Semenjak itu pula, Dahayu tidak pernah lagi mengharapkan bapaknya untuk pulang.

Hingga pada suatu hari, Bapak Dahayu yang bernama Sidik itu datang ke rumah, Dahayu begitu bahagia bisa bertemu dengan bapaknya. Namun tidak lama setelah itu, Pak Sidik mengajak Dahayu tinggal di rumah neneknya untuk beberapa hari.

Setelah mendapat persetujuan dari ibunya, Dahayu pun bersedia ikut Pak Sidik ke rumah neneknya. Ketika sampai di rumah Nenek, Dahayu bingung karena di sana begitu ramai orang-orang yang sedang memasak. Dahayu sangat kaget dan kecewa ketika sang Nenek memberitahukan bahwa Bapak akan menikah lagi.

"Besok Dahayu memakai baju ini, ya!" ucap Nenek sembari memberikan baju seragam kebaya berwarna marun yang dihiasi oleh pernak pernik yang indah..

Dahayu hanya bisa mengangguk tanpa bisa berkata sepatah pun kepada neneknya.

"Besok Dahayu temani Bapak. Karena setelah menikah takutnya Bapak tidak punya waktu untuk dekat dengan Dahayu."

"Kok, gitu Nek?" Dahayu bertanya dengan raut wajah datarnya.

"Karena kalau sudah menikah lagi, Bapak akan punya keluarga baru. Nanti Dahayu bakal punya Adik."

"Kenapa Bapak gak pernah pulang dan bersama Ibu, Nek?"

Nek Ifah menghela nafas. Kemudian beliau merangkul Dahayu dan mengusap kepalanya.

"Ibu sama Bapak sudah bercerai. Tidak bisa lagi bersama. Dahayu jangan sedih, ya! Masih ada Nenek yang akan sayang sama Dahayu."

Dahayu mengangguk pelan. Ia tidak kaget karena sudah mengetahuinya, ia bertanya hanya ingin tahu yang sebenarnya kenapa Bapak menikah lagi.

Setelah Nek Ifah keluar dari kamar yang Dahayu tempati, Dahayu langsung berbaring untuk beristirahat. Tidak terasa air mata perlahan menetes, Dahayu tidak rela. Namun apalah daya, ia hanya anak kecil yang tidak bisa apa-apa. Dahayu pun memaksakan dirinya untuk segera tidur Karena ia harus bangun tepat waktu.

Keesokan harinya, Dahayu didandani oleh Nek Ifah, kemudian berangkat mengantar sang Bapak untuk menikah kedua kalinya.

"Dahayu harus ridho, ya?!" ucap Pak Sidik ketika berada di dalam mobil.

Dahayu mengangguk pasrah. Karena berontak pun, sang Bapak tidak akan memperdulikannya.

Dahayu menyaksikan ijab kabul yang bapaknya lakukan. Tak terasa air mata Dahayu menetes dan langsung diseka olehnya. Dahayu tidak ingin mereka mengetahui bahwa Dahayu sangat patah hati ketika cinta pertamanya mencium mesra kening perempuan lain.

Setelah pulang dari acara pernikahan, Dahayu langsung meminta diantarkan untuk pulang ke rumah ibunya, karena pria yang menjadi cinta pertamanya pun malah tinggal di rumah istri barunya.

Semenjak itu, Pak Sidik seakan lupa bahwa beliau mempunyai Anak perempuan. Ia begitu sibuk dengan keluarga barunya sehingga hanya bertemu dengan Dahayu bila lebaran tiba. Dan Dahayu akan dibawa untuk tinggal di rumah istri barunya ketika libur panjang sekolah.

"Neng! Jangan ngelamun! Ini udah sampai di perumahan!"

Dahayu mengerjapkan matanya, lamunannya pun seketika membuyar. "Aduh, Mang! Maaf!" Dahayu memberikan uang ongkosnya kepada supir yang sedang marah karena penumpang yang satu ini malah melamun.

"Jangan sering melamun, Neng! Masih muda!" ucap supir itu terkekeh. Dahayu pun turun dari angkutan umum itu dan berjalan menuju perumahan milik tantenya.

"Assalamu'alaikum! Tante, Bibi! Dahayu pulang," teriak Dahayu yang disahuti oleh Bi Darsih dari dalam kamar tantenya.

Dahayu pun menghampiri tantenya. Kemudian ia duduk di sampingnya.

"Om kemana, Tan?" tanya Dahayu sembari menelusuri sudut-sudut kamar tantenya yang terlihat besar itu.

"Om di toko, katanya kamu ke sana kalau mau belajar, nanti dibimbing sama yang sudah pengalaman."

"Siap, Tan! Tapi mau mandi dulu, terus makan. Boleh ya, Tan?" tanya Dahayu yang membuat Rahma terkekeh.

"Boleh! Kaya di rumah siapa aja, anggap saja ini rumah sendiri, dan makan sepuasnya yang kamu mau, Yu!" Dahayu mengangguk antusias.

"Tante cepat sembuh, ya!" Rahma mengangguk.

Setelah melihat keadaan tantenya, Dahayu langsung pergi ke kamarnya untuk segeran mandi agar tidak terlalu sore untuk berangkat ke toko.

"Bi?! Aku jodohin Dahayu aja ya, sama Mas Mughni?" ucap Rahma yang dibantah oleh Bi Darsih.

"Jangan bicara yang aneh-aneh, Bu! Ibu harus yakin, Ibu pasti akan sembuh."

Rahma menggeleng. "Bi .... Aku seakan-akan punya firasat, bahwa aku tidak akan lama lagi tinggal di dunia. Aku merasa kasihan sama Mas Mughni yang sudah sabar mengurusku. Aku ingin mencarikan dia penggantiku bila aku telah tiada."

"Bibi gak bisa ngasih solusi, Bu! Maaf!"

Rahma mengangguk. "Tidak apa-apa, Bi! Cukup mendengarkan keluhanku. Itu udah berarti bagiku." Bi Darsih mengangguk. kemudian memegang telapak tangan Rahma dengan erat.

"Kalau seandainya aku meninggal secara tiba-tiba, aku harap Bibi memberitahu Mas Mughni agar ia menikahi Dahayu."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status