All Chapters of With Mr. Old: Chapter 21 - Chapter 30
55 Chapters
Bab 20 - Marlon yang malang
"Aku benar-benar minta maaf soal kemarin." Liam memohon maaf untuk ke sekian kali. Mungkin tidak begitu penting. Sekadar Basa basi."Lupakan saja!" tandas Marlon dengan nada tegas, lantas angkat kaki tanpa memedulikan reaksi Gloe dan Candice.Lelaki itu sungguh tampak menderita, Liam pikir ini belum seberapa dengan apa yang telah dia lakukan kepada Belle dan William. Tidak ambil pusing Liam pun mengerjakan tugasnya sesuai kesepakatan tanpa menitik beratkan masalah mereka. Memberi nyonya Gloe obat beserta terapi kecil untuk persendian kakinya yang mendadak lumpuh.Gloe tak banyak berbicara sejak kepulangan Marlon, wanita tua itu seakan-akan menyalahkan Belle di atas kesalahan mereka semua. Sementara Candice sibuk dengan cat kukunya, berdandan ala selebgram. Cekikikan di depan kamera ponsel dan yang lebih menjengkelkan Candice tak begitu peduli dengan ibu mertuanya. Hal itu membuat Liam emosi.Bagaimana tidak? Nyonya Gloe terjatuh sementara si menantu melongo, ber
Read more
Bab 21 - Penghormatan terakhir
Sementara Liam sedang bersiap-siap, Belle duduk tercenung dengan pandangan yang kosong. Air matanya terus mengalir memikirkan Marlon yang mungkin sangat menderita. Bagaimanapun Belle tidak melupakan bahwa dirinya masih istri sah paman Marlon, dan kesedihannya tentu akan menjadi rasa sakit untuknya. Paman Marlon pasti sangat sedih, bahkan tidak dapat Belle bayangkan seperti apa keadaannya, tetapi ia kekeuh juga tidak ingin pulang ke rumah.Hal itu jelas membuat Liam bingung.Sudah berulang kali Liam mengajak Belle untuk ikut bersamanya melayat, sebagai bentuk penghormatan terhadap nyonya Gloe untuk yang terakhir. Namun, Belle menolak, rasa sakitnya yang terlampau besar tidak  membuatnya berubah pikiran sedikit saja."Bell, aku tahu apa yang kau rasakan." Liam datang, penampilannya yang wibawa selalu membuat Belle kagum.Gadis itu tersenyum, mencoba terlihat baik-baik saja meski hatinya terasa sakit. "Terima kasih, Liam. Kau memang selalu mengerti aku.
Read more
Bab 22 - Meninggalkan dokter Liam
[2 tahun kemudian]Hap!Dengan tepat Belle menangkap bola yang William lempar ke arahnya, kini mereka tengah bermain di taman. Dua tahun sudah berlalu. Keduanya masih hidup mandiri tanpa peranan lelaki hebat dalam rumah tangga. Di sini meski Belle bergantung kepada Liam, dokter itu tak meminta timbal balik. Sosoknya sangat dermawan.Terkadang hati kecil Belle mengaku malu. Ingin pergi jauh dari kehidupan Liam, tetapi William membutuhkan kasih sayang ayah. Mengingat mereka sudah cukup dekat bahkan lebih. Itu membuat Belle berat meninggalkan. Walau tidak terikat dengan dirinya, Liam menyayangi William sungguh tulus seperti anak kandung.Bukan sebuah keberuntungan, tetapi keajaiban dari Tuhan yang menatap seluruh kejadian menyakitkan dulu. Tuhan mengirim Liam sebagai antar perantara untuk kedamaian William. Belle harap akan tetap seperti ini. Dia bahagia sekalipun terluka oleh masa. 2 tahun bukan waktu yang sebentar. Rasa sakit itu terus menganga lebar. Tiada he
Read more
Bab 23 - Di mana Ayah William?
"Beri aku kesempatan, Bell."Masih kekeuh Belle tetap menggeleng. Sekarang hanya tinggal mereka berdua, Ernest sudah membawa William ke dalam gubuk. Di dada ini rasanya masih penuh, bukan Belle tidak sudi memaafkan, wajah ketus Gloe seakan terus menghantui. Bukankah jika suatu hubungan tak direstui akan sia-sia, untuk apa dipertahankan?"Baiklah, apa yang harus aku lakukan agar kau memaafkanku?" tanyanya sambil menyeka sebutir air mata yang keluar, menatap Belle dengan sabar. "Aku ingin kau mengurus perceraian kita, aku tidak ingin kembali."Serius? Oh, ya Tuhan! Kepala Marlon rasanya hendak pecah. Pernyataan itu sangat di luar dugaan. Dia pikir Belle akan meminta sesuatu yang bersifat menghibur. Seperti dulu. Tidak pisah. "Berpisah denganmu adalah pilihan terakhir yang tidak aku harapkan ketika maut mendekatiku. Jadi jika kita cerai itu sama saja bunuh diri." Kendati alasannya mengapa bertahan hingga detik ini karena Belle. Dia selalu
Read more
Bab 24 - Mengulang malam pertama
Demi terbebas dari pertanyaan yang William berikan Belle memantapkan kembali pada paman Marlon, semata anaknya dapat mengenali sang daddy. Mendapatkan kebahagiaan juga kasih sayang dari kedua orang tua lengkap. Bagaimanapun keadaannya lelaki itu tetap ayah kandung dari William. Dia tidak boleh egois apalagi sampai hati mengorbankan perasaan sang anak. Kini, mereka sudah tiba di kediaman Exietera yang menampung beberapa kenangan, pahit, manis, dan asin. Di mana Belle dapat berpikir lebih luas, menjadi dewasa hingga melahirkan William. Sebagai kekuatannya untuk selalu tersenyum meski hati terluka. "Kita mulai dari awal, lupakan semua, aku tidak akan menyiakan kalian." Di sebelahnya Marlon berkata, menaruh tas bawaan Belle, lalu membuka lebar daun pintu. Mempersilakan masuk. "Di mana Candice?" tanya Belle sesaat tidak menemukan siapa-siapa, seperti rumah kosong yang baru saja dihuni."Aku membelikannya rumah baru, di sini hanya ada kita bertiga
Read more
Bab 25 - Kembalinya nyonya Gloe
Seperti sebelum kepergiannya dari rumah Belle bangun 30 menit lebih awal. Memasak makanan kesukaan paman Marlon, serta membuatkan menu sehat untuk anaknya William. Keuletan ibu muda satu anak itu tak dapat diragukan lagi semenjak dua tahun hidup mandiri. Belle bekerja dengan sukses, aroma masakannya sampai membangunkan Marlon yang tertidur lelap karena kelelahan.Belle berjingkat saat merasa embusan napas Marlon di tengkuknya, lantas berbalik dengan cepat. Yang ditatap hanya tersenyum miring. Mentowel hidung bangir Belle, lalu mencomot kentang krispi di atas penggorengan. Lelaki itu makan dengan santai, tak memedulikan tatapan sangar Belle. Kendati Marlon tahu jika istrinya si cerewet, paling benci melihat dirinya mengunyah sebelum basuh muka. "Kau jorok sekali, Paman, iewh." Belle menonjok lengan kekar Marlon, lalu memindahkan kentang ke nampan. "Bell, ayolah, biarkan aku habiskan sarapanku." Tidak menyerah, Marlon mengejar Belle. Berusaha mengambil
Read more
Bab 26 - Pernikahan resmi
Sejujurnya Belle tak pernah bermimpi setinggi langit, akan tetapi mimpi itu sendiri yang mengejar. Membawanya seperti berada di dalam kisah seorang putri raja berparas cantik jelita. Kini, gaun bersurai sutra membalut tubuh Belle hingga menjulur ke lantai. Elok sekali. Jika ada kata yang lebih bagus dari sempurna, dia dapat menerima. Tepat di hari pernikahan mereka ke tiga tahun, Marlon dan Belle duduk berdampingan. Merayakan pernikahan yang ketiga tahun sebagai bentuk doa restu dari nyonya Gloe.Di depan seluruh tamu paman Marlon mencium bibir Belle, untuk ke sekian kali terhitung sejak pertemuan awal mereka yang secara tidak disengaja. Marlon menginginkan gadis kecil itu. Sedikit berfantasi nakal dengan Belle sehingga tercetus ide melepas status lajangnya dan melangsungkan pernikahan. Dari pernikahan, keduanya menerima hadiah begitu beharga yaitu William yang menjadi bukti cinta mereka di atas suci. "Aku masih mencintaimu, selalu ingin mencintai dirimu. Rasa cint
Read more
Bab 27 - William ingin bersama Liam
Terhitung sejak perayaan tiga tahun pernikahan mereka, paman Marlon semakin mengerahkan seluruh cintanya pada Belle dan William. Sama sekali tidak perhitungan beliau selalu memberi apapun yang William minta. Kadang Belle merasa lelaki itu berlebihan. Memanjakan anak boleh saja, tetapi jangan keterluan. Belle takut prilaku paman Marlon dapat merusak otak anaknya sehingga menjadi bodoh.Dug!"Aaw!" Refleks Belle memegang jidat lebarnya, bersamaan dengan Marlon datang untuk memastikan."Apa kau baik-baik saja?" tanyanya sambil mengusap beberapa kali, air muka beliau tampak pucat. Padahal hanya kepentok bola William.Entah kenapa, melihat paman Marlon seperti ini mengingatkan Belle pada dokter Liam yang sangat perhatian. Aneh ya? Batin Belle meringis, lantas menggeleng pelan dan tersenyum.Marlon menghela Belle menuju bangku taman, memberikan minum sambil memerhatikan William yang bermain bola sendirian. Firasatnya mengatakan jika Belle tak baik-baik saja t
Read more
Bab 28 - Perasaan Belle kepada Liam
"Ya, aku ..." Suara Belle tercekat, sulit menerangkan yang sebenarnya pada paman Marlon, dia sungguh takut."Aku berjanji tidak akan marah. Aku sangat mengerti Bell, jujurlah." Mata paman Marlon menatapnya lembut, sabar menantikan sebuah jawaban."Ya, kupikir aku juga memiliki rasa pada dokter Liam. Maafkan aku."Sejumput air mata jatuh membasahi kedua pipi Belle, tak seharusnya dia mempunyai perasaan aneh tersebut. Apalagi mencintai dua lelaki dalam satu hati, rasanya sangatlah kurang waras mengingat statusnya sendiri. Masih menjadi istri sah Marlon, terlebih Belle sangat mencintai lelaki tua itu. Entah perasaan macam apa ini? Di mana dirinya merasa seperti wanita murahan yang mencintai dua lelaki.Untuk beberapa saat Marlon terdiam, diikuti dengan tarikan di kedua sudut bibirnya. Senyuman terpaksa. Kemudian lelaki itu membelai halus kepala Belle, menyelipkan anak rambutnya, lantas berbalik menyembunyikan air mata."Paman, aku minta maaf." Lagi, Belle
Read more
Bab 29 - Resmi bercerai?
Hampir empat jam Marlon menunggu Belle siuman, rupanya pukulan keras tadi membuat pipi gadis itu membiru. Segala cara sudah dia lakukan selama Belle pingsan. Dengan mengkompres air dingin berikut embusan yang dia berikan agar rasa sakitnya berkurang. Liam dan Rose? Kedua pasangan itu sudah Marlon usir, tidak membiarkan dokter Liam menyentuh wajah Belle."Kau tak seharusnya melindungi Liam sehingga dirimu yang terkena, Bell." Dengan pelan Marlon mengusap dahi Belle, menyeka butiran peluh.Hening.Masih tidak ada jawaban.Faktanya Belle masih belum sadarkan diri entah sampai kapan, Marlon lelah menanti yang tidak pasti. Mengambil napas Marlon pun bangkit saat ingat William, putranya juga sedang sakit. Meski sama-sama tidur, sebagai ayah dia harus bolak balik mengecek untuk memastikan bahwa semuanya aman. Ternyata bocah dua tahun itu sudah bangun, dia duduk di ujung ranjang sambil memandang robot pemberian dokter Liam. Saat Marlon berdiri di had
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status